Hukum Menyembelih Hewan hingga Putus Kepala - NU Online - Opsiinfo9

Post Top Ad

demo-image

Hukum Menyembelih Hewan hingga Putus Kepala - NU Online

Share This
Responsive Ads Here

 

Hukum Menyembelih Hewan hingga Putus Kepala

Penyembelihan atau tadzkiyah adalah proses memotong beberapa bagian leher sebagai syarat agar daging hewan halal dikonsumsi. Ulama berbeda pendapat mengenai bagian apa saja yang perlu dipotong untuk keabsahan penyembelihan sebagai berikut :
 

  1. Mazhab Syafii dan Hanbali
    Dalam mazhab Syafi'i dan Hanbali, penyembelihan dianggap sah bila memotong dua urat yaitu urat jalur nafas (hulqum) dan urat jalur makanan (mari'). Sedangkan memotong dua pembuluh darah (wadajain) hukumnya sunah. Hukum sunah ini karena pemotongan dua pembuluh darah termasuk tindakan ihsan (berbuat baik) dalam menyembelih. Selain itu juga untuk menghindari dari perselisihan ulama yang mewajibkannya.
     
  2. Mazhab Hanafi
    Dalam mazhab Hanafi terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah, penyembelihan sah bila tiga dari empat urat tersebut dipotong baik hulqum, mari', atau wadajain.

    Menurut Imam Abu Yusuf, syarat sah penyembelihan adalah memotong hulqum, mari', dan salah satu pembuluh darah. Sedangkan menurut Imam Muhammad bin Hasan penyembelihan baru sah bila sebagian besar dari empat urat tadi terpotong meski semua tidak sempurna.

    Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan adalah dua murid utama Imam Abu Hanifah.


     
  3. Mazhab Maliki​​​​​​​
    Menurut pendapat masyhur dalam mazhab Maliki, hulqum dan wadajain harus terpotong sempurna. Sedang memotong mari' tidak menjadi syarat sah. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Damaskus, Darul Fikr, cet.ke-4,tt.], juz IV, halaman 2764-2765).


Dengan demikian, ulama mazhab empat sepakat memotong keseluruhan empat urat leher yaitu mari' (urat jalur makanan), hulqum (urat jalur nafas), dan wadajain (dua pembuluh darah kanan kiri) dengan cara yang benar menjadikan hewan halal dikonsumsi.
 

Namun bagaimana bila proses pemotongan empat urat tadi sampai menyebabkan kepala terputus?
 

Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dua tinjauan.

Tinjauan pertama, pemotongan dilakukan secara normal dari arah depan sehingga bagian yang harus dipotong telah terpotong dahulu baru kemudian berlanjut ke belakang sampai kepala putus.

Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, hal ini hukumnya makruh karena termasuk ta'dzib (menyakiti hewan). Mestinya hewan tidak dilukai lagi setelah pemotongan yang wajib sampai nyawanya sempurna keluar. Sedangkan menurut mazhab Hanbali hukumnya mubah berdasarkan fatwa Sayyidina Ali kwh dan Sahabat Imran bin Husain ra.(Az-Zuhaili, IV/2768).


 

Sementara dalam mazhab Syafi'i terdapat dua pendapat. Satu pendapat mengatakan haram karena menambah penderitaan hewan. Sedang menurut Imam Ar-Ramli dan Syabramallisi hukumnya makruh. Syekh Al-Bajuri mengatakan:
 

قوله ولا يسن قطع ما وراء الودجين، لكن لو قطع الرأس كله كفى وإن حرام للتعذيب والمعتمد عند الرملي والشبراملسي المرأة
 

Artinya, "Perkataan penulis: "Tidak disunahkan memotong belakang dua pembuluh darah", tetapi bila sampai memotong kepala tetap mencukupi walaupun haram karena menyiksa hewan. Sedangkan pendapat mu'tamad menurut Imam Ar-Ramli dan Syekh Syabramallisi hukumnya hanya makruh." (Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah 'ala Syarhi Ibni Qasim, [Semarang, Toha Putra,tt.], juz II, halaman 287)..
 

Tinjauan kedua, pemotongan dilakukan dari belakang atau tengkuk.
Menurut mazhab Maliki, hewan yang disembelih dari tengkuk tidak halal dimakan karena sebelum mengenai bagian yang harus dipotong, penyembelihan tersebut terlebih dahulu mengenai sumsum tulang belakang/spinal cord (an-nukha' as-syauki) yang termasuk organ mematikan. (Az-Zuhaili, IV/2767).
 

Menurut Syafi'iyah dan Hanabilah menyembelih dari tengkuk termasuk perbuatan maksiat. Kemudian bila pemotongan dilakukan dengan cepat sehingga urat yang harus dipotong bisa putus ketika hewan masih dalam kondisi hayat mustaqirrah maka hewan tadi hukumnya halal. Sebaliknya bila sudah tidak dalam kondisi hayat mustaqirrah, maka tidak halal dimakan. (Wizaratul Auqaf wa Syuun Al Islamiyyah Kuwait, Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah,[Kuwait, Darus Salasil,tt.], juz XXI, halaman194).
 

Hayat mustaqirrah (kehidupan yang tetap) ditandai dengan adanya gerakan atau darah yang mengucur deras setelah penyembelihan.
 

Sedangkan menurut Hanafiyah hukumnya makruh. Terkait kehalalan hewan, tergantung kondisi sesuai perincian dalam mazhab Syafi'i dan Hanbali. (Ibnu Abidin, Raddul Mukhtar, [Beirut, Darul Fikr: 1992], juz VI, halaman 296).
 

Simpulan Hukum

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa penyembelihan sampai kepala terputus bila dilakukan secara normal lewat depan hukumnya makruh menurut mayoritas ulama. Sedangkan bila dilakukan dari tengkuk menurut mayoritas ulama hukum tindakannya haram, sedangkan daging hewannya bisa halal bila dilakukan segera.
 

Kesimpulan dan perincian hukum ini hanya melihat dari sisi terputusnya kepala. Tentu dalam prakteknya perlu memperhatikan syarat-syarat keabsahan penyembelihan yang lain seperti terputusnya urat leher karena ketajaman alat, bukan karena kekuatan penyembelih.

Selain itu, mengikuti anjuran fiqih untuk sedapat mungkin menghindari perbedaan ulama maka sebaiknya diusahakan jangan sampai kepala terputus agar tidak jatuh pada hukum haram menurut sebagian ulama. Wallahu a'lam.

​​​​​​​ Ustadz Muhammad Masruhan, Pengajar di PP Al-Inayah Wareng Tempuran Magelang.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages