Kultum Ramadhan: Puasa dan Kesehatan Neurokardivaskular
Penyakit neurokardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Jumlah pasien yang berobat karena penyakit ini juga terus meningkat. Dapatkah momen puasa Ramadhan memberikan manfaat untuk kesehatan neurokardiovaskular?
Tidak hanya menahan lapar dan haus, puasa juga mengajarkan umat Islam untuk mengendalikan emosi. Mental yang emosional seringkali membuat seseorang kehilangan nalar otaknya. Apabila tidak dikendalikan, emosi dapat berdampak buruk baik bagi diri orang yang marah maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Melalui puasa, kaum muslimin dituntun untuk mengendalikan emosinya sehingga membawa banyak kebaikan.
Begitu pentingnya mengendalikan emosi saat puasa, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyarankan orang yang berpuasa agar tidak berkata-kata yang kotor dan berbuat kebodohan. Bahkan ada sugesti mental yang diajarkan Nabi agar seseorang yang terpancing emosinya untuk menyatakan secara verbal bahwa dirinya sedang berpuasa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ
Artinya, “Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: puasa adalah tameng, apabila salah seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor dan melakukan perbuatan bodoh. Apabila terdapat seseorang memusuhinya atau mencelanya maka hendaknya dia mengatakan, ‘Aku sedang berpuasa.’” (Hadits Riwayat Abu Dawud)
Secara normal, orang yang dimusuhi dan dicela tentu merasa terpancing emosinya sehingga akan marah. Namun, dalam keadaan berpuasa, anjuran menahan emosi perlu diterapkan dengan melakukan penguatan diri bahwa dia sedang berpuasa. Sugesti diri tersebut merupakan upaya untuk menguatkan jiwa dan otak orang yang berpuasa agar tidak menuruti emosi.
Sugesti diri yang dinyatakan dalam kalimat “Aku sedang berpuasa” tersebut penting untuk membangun kesadaran secara optimal agar tidak terseret pada kondisi murka. Menyatakan kata-kata secara lisan dengan diiringi kesadaran saat berpuasa, alias dalam kondisi lapar, ternyata merupakan upaya yang luar biasa untuk menghadirkan kesehatan melalui pengaruh otak yang diberi afirmasi positif.
Komunikasi dua arah antara usus dan otak telah menjadi perhatian peneliti efek diet puasa terhadap suasana hati. Telah ditunjukkan bahwa komunikasi silang antara usus dan otak dapat memengaruhi fungsi otak, menghubungkan pusat emosi dan kognitif otak dengan kontrol perifer serta fungsi usus (Hosseini dkk, 2024, Fasting diets: what are the impacts on eating behaviors, sleep, mood, and well-being?, Frontiers in Nutrition, 9;10:1256101).
Penelitian sains di atas mengungkapkan bahwa puasa dapat memberikan pengaruh baik terhadap kesehatan otak yang dikaitkan dengan usus. Apabila otak diberi rangsangan dengan kata-kata sugesti diri yang positif, usus yang lapar karena puasa juga akan mendukung hormon yang terkait emosi.
Hal ini sangat relevan dengan mekanisme kerja hormon yang terlibat ketika situasi emosi muncul lalu ditahan oleh orang yang mengalaminya dengan melakukan sugesti diri. Salah satu hormon yang banyak diteliti dalam kaitannya dengan emosi adalah epinefrin.
Menahan emosi ketika berpuasa Ramadhan membuat keadaan psikis seseorang menjadi lebih tenang dan secara otomatis akan menurunkan kadar epinefrin dalam tubuh. Epinefrin merupakan suatu hormon yang sangat mempengaruhi kerja jantung, pembuluh darah, beserta liver atau hati.
Epinefrin berbahaya bagi tubuh orang yang emosional karena dapat merangsang peningkatan pembakaran glikogen, yaitu suatu bentuk gula cadangan energi yang disimpan di hati. Epinefrin menyebabkan respons untuk melawan atau respon lari dan membakar banyak sumber energi tubuh untuk melakukannya. Bila hal ini terjadi pada orang yang sedang puasa, maka ia dapat mengalami kerugian energi alias defisit kalori.
Supaya tetap sehat, orang yang berpuasa harus menghemat simpanan glikogen karena tubuh (jika tidak ada asupan makanan) bergantung pada glikogen ini untuk mengubahnya menjadi glukosa yang memasok energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi dasar tubuh.
Bila seseorang membiarkan emosinya meledak tanpa pengendalian maka akan menghabiskan energi dan menyia-nyiakan simpanan glikogen tubuh. Di saat puasa, seseorang yang emosional akan merasa tegang secara fisik dan emosional, lelah, serta kehabisan energi.
Selain itu, epinefrin merangsang tubuh seseorang untuk mengeluarkan banyak cairan seperti urin. Peningkatan frekuensi buang air kecil akan mengakibatkan hilangnya cairan dari tubuh. Lonjakan epinefrin dalam tubuh bisa membuat orang yang berpuasa merasa lelah, haus, dan kekurangan cairan.
Apabila seseorang mampu menahan emosinya, hormon epinefrin akan berada di level rendah. Minimnya epinefrin akan memberikan efek baik pada tubuh seperti organ jantung dan pembuluh darah yang disebut sebagai kardiovaskular.
Sistem ini bekerja untuk memompa darah dan mengalirkannya ke seluruh tubuh bersama dengan nutrisi dan oksigen yang terkandung di dalam darah. Sehatnya sistem kardiovaskular akan menunjang sehatnya otak dan sel-sel syaraf atau neuron yang ada di dalamnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mastor dan timnya menyatakan bahwa Puasa Ramadhan berefek menurunkan denyut nadi dan penggunaan oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa metabolisme tubuh bergerak ke arah perlambatan dan penyimpanan energi yang menjadi ciri khas adaptasi metabolisme saat puasa (Mastor dkk, 2019, Fasting Effects on Emotion Changes-A Multi-Level Analyses, International Summit on Science Technology and Humanity: halaman 200-208).
Puasa sangat relevan sebagai tameng kesehatan neurokardiovaskular karena tidak sekedar menahan lapar tetapi juga mengendalikan emosi. Momen datangnya bulan Ramadhan selayaknya menjadikan seorang mukmin bisa memotivasi diri agar lebih kuat mengendalikan emosinya.
Bila seseorang mengetahui bahwa puasa bermanfaat untuk kebaikan otak, jantung, dan pembuluh darah, maka dia dapat meningkatkan nilai guna dari puasa itu untuk memperbaiki kesehatan tubuhnya melalui pengendalian emosi, sugesti diri, serta afirmasi positif berupa kata-kata “Aku sedang berpuasa”. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar