Kultum Ramadhan: Ramadhan Akan Usai, Jaga Nilai Positifnya untuk Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama bagi manusia untuk tumbuh sejak dilahirkan ke dunia. Di dalam keluargalah nilai-nilai kehidupan ditanamkan yang akan membentuk pola pikir dan karakter seorang anak.
Pola pendidikan dalam keluarga, yang ditentukan oleh cara asuh dan keteladanan orang tua, sangatlah berpengaruh terhadap bagaimana seorang anak tumbuh dan berkembang hingga dewasa.
Salah satu momen terbaik dalam hubungan antara orang tua Muslim dan anaknya adalah bulan Ramadhan, di mana orang tua memiliki kesempatan emas untuk membangun keluarga yang Islami, penuh kehangatan, kebersamaan, dan kasih sayang.
Kesibukan sehari-hari sering kali membuat keluarga jarang memiliki waktu berkualitas bersama. Namun, Ramadhan menghadirkan momen kebersamaan yang lebih intens, terutama saat sahur dan berbuka puasa. Waktu-waktu ini bukan sekadar ajang melepas lapar dan dahaga, tetapi juga kesempatan untuk mempererat ikatan batin dalam keluarga.
Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Artinya, “Bersahurlah kalian, karena di dalam sahur ada berkah.” (HR. Bukhari)
Imam Nawawi menuturkan dalam kitabnya, Al-Minhaj, bahwa bentuk keberkahan bagi seorang yang melaksanakan sahur adalah kekuatan dan semangat lebih dalam menjalani ibadah puasa. Dikatakan pula bahwa sahur adalah waktu di mana Allah SWT menurunkan rahmat dan waktu dijawabnya doa-doa serta istighfar.
Oleh karenanya, para orang tua dapat mengajak anak-anak untuk memaksimalkan waktu mulia ini secara bersama-sama melalui berbagai kegiatan dan ibadah seperti yang disebutkan di atas, (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, [Beirut: Dar Ihya al-Turats al-'Arabiyy, 1392 H], jilid VII, halaman 206).
Selain itu, sahur juga memberikan momen kebersamaan. Saat berkumpul, berbincang, dan berkomunikasi, ikatan psikologis antaranggota keluarga pun semakin kuat.
Selain mempererat ikatan emosional, bulan Ramadhan juga menjadi momen untuk meningkatkan ibadah bersama keluarga. Rasulullah SAW bersabda:
الْبَرَكَةُ فِي ثَلَاثَةٍ: فِي الْجَمَاعَةِ، وَالثَّرِيدِ، وَالسَّحُورِ
Artinya, “Berkah itu ada pada tiga hal: berjamaah, tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah), dan makan sahur,” (HR. Thabrani).
Oleh karena itu, meskipun bulan Ramadhan akan berlalu, ibadah-ibadah yang dilakukan selama bulan suci ini diharapkan dapat membekas sebagai kebiasaan baik dalam keluarga. Salah satunya adalah shalat tarawih, ibadah khas Ramadhan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barang siapa yang berdiri (menunaikan shalat) di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Meskipun Ramadhan berakhir, semangat kebersamaan dan ketekunan dalam shalat berjamaah tidak perlu hilang. Keluarga dapat melanjutkan kebiasaan ini melalui shalat malam atau shalat sunnah lainnya sepanjang tahun, sehingga berkah keimanan dan kebersamaan yang telah dibangun tetap terjaga.
Kemudian, ibadah membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan juga jangan sampai terlupakan ketika bulan suci ini telah usai. Mengenai keutamaan memaca Al-Qur'an, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ {الم} حَرْفٌ، وَلَكِنْ {أَلِفٌ} حَرْفٌ، وَ{لَامٌ} حَرْفٌ، وَ{مِيمٌ} حَرْفٌ
Artinya, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa ‘Alif Lam Mim’ itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf,” (HR. Tirmidzi)
Keluarga dapat mempertahankan kebiasaan tadarus bersama di luar Ramadhan, menjadikannya rutinitas harian untuk terus merasakan ketenangan hati dan memperdalam keimanan sepanjang waktu.
Selain itu, ibadah lainnya yang harus tetap dirawat semangatnya ketika Ramadhan usai adalah itikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Ibadah ini mengajarkan keluarga mengenai kedisiplinan dan kedekatan kepada Allah SWT demi meraih malam Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya, “Rasulullah SAW melakukan itikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Setelah Ramadhan usai, semangat menyisihkan waktu untuk beribadah secara intens dapat diteruskan, misalnya dengan mengadakan waktu khusus untuk muhasabah atau berdoa bersama keluarga, agar tetap menjaga kedekatan dengan Allah SWT di hari-hari setelah Ramadhan berlalu.
Kebiasaan baik yang dilatih selama Ramadhan, seperti kebersamaan dan ibadah, merupakan benih keberkahan yang dapat terus dipelihara oleh keluarga meskipun bulan suci telah berlalu. Keluarga ibarat ladang yang subur, di mana orang tua berperan sebagai pengelola yang menjaga agar nilai-nilai Islami tetap tumbuh dan berkembang.
Walhasil, Ramadhan mengajarkan pentingnya kebersamaan dalam beribadah. Nilai-nilai positif ini dapat dijaga melalui rutinitas keluarga, dengan harapan terciptanya keharmonisan dan kebaikan yang berkelanjutan sepanjang tahun. Wallahu a’lam.
Ustadzah Tuti Lutfiah Hidayah, Alumni Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar