Gus Yahya Buka Suara soal Santri 'Nguli' Bangun Pesantren: Bukan Eksploitasi, Tapi...- VIVA

Dunia Berita
By -
0

 

Gus Yahya Buka Suara soal Santri 'Nguli' Bangun Pesantren: Bukan Eksploitasi, Tapi...

Sabtu, 11 Oktober 2025 - 00:22 WIB
Oleh :

Sumber :
    Share :

    Jakarta, VIVA – Tradisi santri yang ikut kerja bakti atau roan dalam pembangunan pesantren menjadi sorotan publik usai insiden ambruknya bangunan mushala tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.

    Baca Juga :

    Di tengah ramai perbincangan soal peran santri dalam proyek pembangunan pesantren, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan bahwa hal tersebut bukan bentuk eksploitasi.

    Menurut Gus Yahya, keterlibatan santri dalam kerja bakti merupakan bagian dari tradisi pendidikan karakter di pesantren yang menanamkan nilai gotong royong dan pengabdian. Ia menegaskan, tugas santri bersifat membantu, sementara pekerjaan utama tetap dikerjakan oleh para tukang.

    Baca Juga :

    “Santri itu punya tiga hal utama, yaitu tholabul ilmi, tazkiyatun nafs, dan jihad fi sabilillah. Jadi, kegiatan di pesantren bukan hanya belajar untuk mengisi otak dengan pengetahuan, tetapi juga melatih diri dalam berkhidmat, membersihkan jiwa, serta memberikan pelayanan dengan niat yang tulus,” ujar Gus Yahya dikutip NU online.

    Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

    Photo :

      Ia menilai kerja bakti santri sejalan dengan budaya gotong royong masyarakat Indonesia yang sudah mengakar sejak lama.

      “Kalau kerja bakti, ya sama saja seperti di kampung, bersih-bersih got itu juga kerja bakti. Masa dianggap mempekerjakan orang kampung?” katanya usai kegiatan kick off Hari Santri di Gedung PBNU, Kramat, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025).

      Lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan bahwa pembangunan di lingkungan pesantren dilakukan untuk kepentingan para santri sendiri, seperti pembangunan madrasah untuk kegiatan belajar atau asrama tempat mereka tinggal.

      “Membuat gedung untuk madrasah itu untuk kegiatan belajar mereka. Membangun kamar-kamar juga untuk tempat tinggal mereka sendiri. Jadi, ini soal tradisi pesantren, bukan soal mempekerjakan santri,” jelasnya.

      Ia menegaskan, pesantren bukanlah lembaga bisnis yang mencari keuntungan, melainkan lembaga pendidikan berbasis pengabdian dan keikhlasan.

      “Justru hal itu menjadi contoh bagaimana kita menghadapi masa dan tantangan bersama dengan bersatu dan bekerja sama,” pungkasnya.

      Waketum MUI: Budaya Santri Ngecor Gedung di Pesantren Sudah Sejak Lama

      Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud menuturkan bahwa budaya santri membangun gedung di pesantren sudah ada sejak dulu dan merupakan bagian dari tradisi hidup di lingkungan pesantren.

      “Saya orang pesantren, dari pesantren zaman dulu salaf. Yang bangun kombongan, kalau sekarang itu dormitory atau asrama santri. Kalau dari zaman saya pesantren dulu, yang bangun itu santri,” ujar Marsudi saat hadir dalam program tvOne.

      Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud

      Photo :

        Marsudi menjelaskan, tradisi tersebut sudah berlangsung turun-temurun dan biasanya dilakukan secara gotong royong. Bahkan, para santri kerap membuat sendiri bahan bangunan seperti batu bata.

        “Itu dari zaman dulu begitu. Bahkan ketika mau bikin batanya, bata untuk bangun, ya kita roan. Roan itu kerja bakti. Kerja bakti itu ya kita bikin batanya sendiri, dibakar kemudian dibangun,” sambungnya.

        Ia menambahkan, kebiasaan itu kerap dilakukan berdasarkan asal daerah para santri.

        “Misalnya kayak gini, santri dari Cilacap, ada 50 atau 100 orang, nanti akan membangun asrama kombongan itu, dinamakan santri Cilacap. Santri dari Kebumen, dari Purwokerto, atau dari kota mana, nanti nge-grup sendiri, bikin kombongan sendiri,” jelasnya.

        Meski begitu, KH Marsudi menekankan pentingnya melibatkan tenaga ahli bangunan agar risiko dapat diminimalisir.

        “Ketika membangun, kemudian konsultasi dengan orang-orang ahlinya itu pasti. Karena ketika kita sudah mempunyai rencana mau membangun, ya tanyakan kepada ahlinya,” ujarnya.

        KH Marsudi pun mengingatkan pentingnya keseimbangan antara ikhtiar dan doa dalam setiap proses pembangunan.

        “Ikat dulu untanya, baru tawakal. Artinya apa? Hitung segala risikonya dulu. Siapa yang bisa ngitung itu? Ya arsitek, orang yang tahu bangunan. Itu intinya,” tegasnya.

        Posting Komentar

        0 Komentar

        Posting Komentar (0)
        6/related/default