Romadhon
Kultum Ramadhan: 2 Motivasi untuk Memaksimalkan Ibadah di Bulan Suci
Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat berkah dan mulia. Bulan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Selain itu, pada bulan suci Ramadhan umat Islam juga diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh.
Melihat realitas sangat berkah dan mulianya bulan Ramadhan, kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan di bulan suci ini, agar bulan tersebut berlalu tanpa sia-sia. Setidaknya ada 2 motivasi untuk memaksimalkan ibadah di bulan suci Ramadhan, yaitu:
1. Merenungkan hikmah puasa Ramadhan
Syekh Hasan Muhammad Masyath dalam kitab Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan halaman 5, memberikan catatan kaki atas ayat yang menjelaskan kewajiban berpuasa, yakni pada surat al-Baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Syekh Hasan Masyath berpendapat, frasa لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ merupakan penjelasan Allah mengenai hikmah dan rahasia (sirr) dari ibadah puasa. Lebih jauh, beliau juga mengatakan bahwa alasan Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk berpuasa adalah agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Harapannya, dengan bertakwa kepada Allah, umat Islam akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat.
Kewajiban ibadah puasa merupakan salah satu upaya agar orang-orang beriman dapat naik derajatnya menjadi orang-orang yang bertakwa (orang-orang yang selalu menjaga dirinya dari bahaya dunia dan akhirat, dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya).
Dengan lebih merenungkan hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa di bulan Ramadhan, seseorang akan termotivasi untuk lebih mengoptimalkan dan memaksimalkan ibadah di bulan suci Ramadhan.
2. Merenungkan pahala
Syekh Hasan Muhammad al-Masyath dalam kitab yang sama juga memaparkan satu pembahasan khusus tentang motivasi agar seseorang melaksanakan puasa Ramadhan dan qiyamul lail dengan ikhlas. Pada pembahasan tersebut, beliau memaparkan sebuah hadits Nabi yang berbunyi:
عن أبي هريرة قال: كَانَ رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يُرَغِّبُ في قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ، فيقولُ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ». رواه الشيخان
Artinya: "Dari Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah saw menganjurkan supaya senang mengerjakan shalat di malam bulan Ramadhan, tanpa menyuruh orang-orang dengan paksaan. Beliau bersabda: "Barangsiapa yang melakukan qiyamu Ramadhan, yakni melakukan shalat di bulan Ramadhan karena didorong keimanan dan keinginan memperoleh keridhaan Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Syekh Hasan, redaksi hadits yang berbunyi, مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad saw dalam hadits tersebut hanya sekadar memberikan anjuran, tanpa mewajibkannya. Meski sekadar anjuran, namun hal ini bersifat anjuran yang bisa mendatangkan suatu kebahagiaan bagi orang yang melaksanakannya.
Adapun maksud dari redaksi مَنْ قَامَ رَمَضَانَ adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan melaksanakan shalat. Menurut Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani seperti yang dikutip Syekh Hasan, maksud qiyamu lail pada diksi tersebut adalah yang penting menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan cara apapun bentuknya.
Sedangkan menurut Imam An-Nawawi, maksud qiyam dalam redaksi hadits tersebut adalah melaksanakan shalat Tarawih. Namun shalat Tarawih ini hanya salah satu contoh dari qiyam, bukan berarti bahwa qiyam dapat terlaksana dengan melaksanakan shalat Tarawih saja.
Masih menurut Syekh Hasan al-Masyath, maksud dari redaksi, إيمَانًا adalah mengimani Allah swt dengan benar. Adapun maksud redaksi, وَاحْتِسَابًا adalah melakukan ibadah hanya karena mengharapkan ridha Allah swt. bukan karena ingin dilihat oleh manusia.
Kemudian menurut beliau, makna dari redaksi غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ seperti yang dikutip dari pendapat Imam An-Nawawi, adalah diampuninya dosa-dosa kecil bagi orang yang telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya. (Syekh Hasan Muhammad al-Masyath, Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, hlm. 78-79)
Dengan lebih merenungkan pahala yang akan didapatkan bagi orang yang beribadah ikhlas karena Allah, seseorang akan lebih termotivasi untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan ibadah yang dilakukannya selama bulan Ramadhan.
Walhasil, dari paparan di atas, dapat kita ketahui bahwa di antara motivasi agar kita dapat memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan, adalah dengan merenungkan hikmah yang terkandung dalam puasa Ramadhan dan merenungkan pahala yang akan didapat bagi orang yang beribadah ikhlas karena Allah swt.
Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar