Karbala, Kemenangan Sejati Sayyidina Husain - Lirboyo

Hari itu, kala Rasulullah sedang di rumah Sayyidah Ummu Salamah, ada Husain kecil yang sedang bermain-main dengan kakeknya. Begitu indah pemandangan ini di mata Ummu Salamah, sang kakek membiarkan cucunya bermain di pangkuan.
Namun, keindahan itu tiba-tiba memudar begitu saja. Ummu Salamah memperhatikan dengan seksama tangan mulia rasulullah yang sedang menggenggam tanah sembari mata mulia beliau berlinangkan air mata. Kedua mata Ummu Salamah pun ikut berkaca-kaca sembari bertanya-tanya, pada akhirnya kala Husain kecil keluar, pertanyaan itupun tak sanggup jika hanya Ummu Salamah simpan:
“Demi bapak dan ibuku, wahai rasulullah aku memperhatikan, engkau menggenggam tanah ditangan sembari menangis?”
Rasulullah pun menjawab:
“ketika aku bermain dengan Husain, sementara ia bermain di dekapanku. Jibril mendatangiku kemudian memberiku tanah ini, tanah tempat terbunuhnya cucuku, maka dari itu aku menangis.”
Lantas, Ummu Salamah menyimpan tanah tersebut di sebuah botol kecil. Hingga tiba waktunya, yaitu pada hari Assyura tahun 61 Hijriyah. Tanah yang sedari awal berwarna merah berubah menjadi merah darah. Beliau akhirnya teringat suatu hal, hari yang begitu memilukan, di mana rasa curiga, salah faham dan nafsu kekuasaan bercampur menjadi satu melewati batas akal setiap umat muslim. Sayyidina Husain Ra. cucu kesayangan Rasulullah harus syahid di tangan mereka yang mengaku sebagai umat kesayangan kakeknya sendiri.
Baca juga: Bolehkah niat puasa Asyura disatukan dengan Qadla?
Peringatan Syekh Abd Al-Qodir Al-Jaelani
Sampai hari ini kemarahan atas tragedi itupun masih terasa, berbagai acara peringatan guna mengingat kejadian itu. Namun di balik itu semua Syekh Abd Al-Qodir Al-Jaelani memberikan peringatan kepada seluruh umat muslim untuk tidak berlarut-larut bersedih atas kejadian yang menjadi kemenangan sejati Sayyidina Husain Ra.
Peringatan itu muncul untuk menolak statmen salah sebagian ummat muslim:
وَقَدْ طَعَنَ قَوْمٌ عَلَىٰ مَنْ صَامَ هَذَا ٱلْيَوْمَ ٱلْعَظِيمَ وَمَا وَرَدَ فِيهِ مِنَ ٱلتَّعْظِيمِ. وَزَعَمُوا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ صِيَامُهُ لِأَجْلِ قَتْلِ ٱلْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا فِيهِ. وَقَالُوا: يَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ ٱلْمُصِيبَةُ فِيهِ عَامَّةً لِجَمِيعِ ٱلنَّاسِ لِفَقْدِهِ فِيهِ، وَأَنْتُمْ تَتَّخِذُونَهُ يَوْمَ فَرَحٍ وَسُرُورٍ. وَتَأْمُرُونَ فِيهِ بِالتَّوْسِعَةِ عَلَى ٱلْعِيَالِ وَٱلنَّفَقَةِ ٱلْكَثِيرَةِ، وَٱلصَّدَقَةِ عَلَى ٱلْفُقَرَاءِ وَٱلضُّعَفَاءِ وَٱلْمَسَاكِينِ. وَلَيْسَ هَذَا مِنْ حَقِّ ٱلْحُسَيْنِ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ عَلَىٰ جَمَاعَةِ ٱلْمُسْلِمِينَ.
“Sekelompok orang ada yang mencela terhadap mereka yang berpuasa pada hari agung ini serta terhadap keutamaan-keutamaan riwayat tentangnya. Mereka mengklaim bahwa tidak boleh berpuasa pada hari tersebut karena hari terbunuhnya Al-Husain bin Ali ra. Mereka berkata: “Seharusnya musibah pada hari itu dirasakan oleh seluruh manusia karena kehilangan, sementara kalian menjadikannya sebagai hari kegembiraan dan kebahagiaan. Kalian memerintahkan untuk memperluas nafkah kepada keluarga, membelanjakan harta dengan banyak, serta bersedekah kepada orang-orang fakir, lemah, dan miskin. Padahal hal itu bukanlah termasuk hak Al-Husain ra. atas kaum Muslimin.”
Baca juga: Niat Puasa Tasua dan Asyura beserta Dalil dan Tata Caranya
Yang Sebenarnya Harus Dilakukan
وَهَٰذَا ٱلْقَائِلُ خَاطِئٌ وَمَذْهَبُهُ قَبِيحٌ فَاسِدٌ، لِأَنَّ ٱللَّهَ تَعَالَى ٱخْتَارَ بِسِبْطِ نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ ﷺ ٱلشَّهَادَةَ فِي أَشْرَفِ ٱلْأَيَّامِ وَأَعْظَمِهَا وَأَجَلِّهَا وَأَرْفَعِهَا عِندَهُ، لِيَزِيدَهُ بِذَٰلِكَ رِفْعَةً فِي دَرَجَاتِهِ وَكَرَامَاتِهِ، مُضَافَةً إِلَىٰ كَرَامَتِهِ وَبَلَّغَهُ مَنَازِلَ ٱلْخُلَفَاءِ ٱلرَّاشِدِينَ ٱلشُّهَدَاءِ بِٱلشَّهَادَةِ.
“Dan orang yang berkata demikian adalah keliru, serta madzhab-nya buruk dan rusak. Karena sesungguhnya Allah Ta‘ala telah memilih cucu Nabi-Nya Muhammad Saw. untuk memperoleh syahid pada hari yang paling mulia, paling agung, paling luhur, dan paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya. Hal itu agar Allah menambah derajat dan kemuliaannya melalui peristiwa tersebut, sebagai tambahan dari kemuliaan yang telah ia miliki. Dan Allah mengantarkannya ke tingkatan para khalifah yang mendapat petunjuk dan para syuhada dengan kesyahidan itu.”
Beliau menegaskan, tidak selayaknya peristiwa tersebut terus menerus kita peringati sebagai hari yang memilukan. Cukup bagi ummat muslim untuk menjadikannya sebagai pengingat dan pelajaran. Dan yang terpenting, peristiwa tersebut sejatinya menunjukkan kemenangan sejati Sayyidina Husain, Allah ingin menunjukkan betapa mulianya cucu kesayangan Rasulullah di sisisnya. Allah menjemput kekasihnya di hari yang begitu mulia. Sebagaimana Allah menjemput kekasih agung dan sahabat agunnya, Nabi Muhammad dan Abu Bakar di hari mulai, hari senin, hari di mana amal seorang hamba di angkat ke langit.
Sebagaimana di hari as-Syura, Allah Swt. menyelamatkan para nabi terdahulu dari musuh-musuhnya, Kapal Nabi Nuh akhirnya berhenti setelah sekian lama terombang ambing, menghancurkan orang-orang kafir, menciptakan langit dan bumi. Hari di mana Allah Swt. menciptakan moyang para manusia, Nabi Adam As.
Baca juga : Hukum Menambah Uang Belanja di Hari Asyura
Allah Menyiapkan Pahala Berpuasa Di Hari Itu
وَمَا أَعَدَّ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ لِمَنْ صَامَهُ مِنَ ٱلثَّوَابِ ٱلْجَزِيلِ وَٱلْعَطَاءِ ٱلْوَافِرِ ٱلْكَثِيرِ، وَتَكْفِيرِ ٱلذُّنُوبِ وَتَمْحِيصِ ٱلسَّيِّئَاتِ، فَصَارَ عَاشُورَاءُ بِمَثَابَةِ بَقِيَّةِ ٱلْأَيَّامِ ٱلشَّرِيفَةِ كَٱلْعِيدَيْنِ وَٱلْجُمُعَةِ وَعَرَفَةَ وَغَيْرِهَا. ثُمَّ لَوْ جَازَ أَنْ يُتَّخَذَ هَٰذَا ٱلْيَوْمُ مُصِيبَةً لَٱتَّخَذَهُ ٱلصَّحَابَةُ وَٱلتَّابِعُونَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ، لِأَنَّهُمْ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنَّا وَأَخَصُّ بِهِ. وَقَدْ وَرَدَ عَنْهُمْ ٱلْحَثُّ عَلَى ٱلتَّوْسِعَةِ عَلَى ٱلْعِيَالِ فِيهِ وَٱلصَّوْمِ فِيهِ.
“Dan apa yang telah Allah Ta‘ala siapkan bagi orang yang berpuasa pada hari itu berupa pahala yang besar, pemberian yang melimpah dan banyak, pengampunan dosa, serta penghapusan kesalahan – menjadikan hari ‘Āsyūrā’ seperti hari-hari mulia lainnya, seperti dua hari raya (‘Īdul-Fiṭr dan ‘Īdul-Aḍḥā), hari Jumat, hari ‘Arafah, dan yang lainnya.
Kemudian, seandainya boleh menjadikan hari ini sebagai hari musibah dan berkabung, tentu para sahabat dan tabi‘in ra. sudah melakukannya, karena mereka lebih dekat dan lebih memiliki hubungan khusus dengan al-Ḥusain daripada kita.
Telah diriwayatkan pula dari mereka anjuran untuk memperluas nafkah kepada keluarga pada hari itu dan untuk berpuasa padanya.”
Sumber:
‘Abd al-Qādir al-Jīlānī, Al-Ghuniyah li-Ṭālibī Ṭarīq al-Ḥaqq, tahqiq: Ṣalāḥ ibn Muḥammad ibn ‘Uwāyḍah, cet. 1, Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1417 H / 1997 M. hal: 92-94.
Abu Muhammad al-Ṭayyib ibn ʿAbd Allāh ibn Aḥmad ibn ʿAlī Bāmakhromah al-Hijrānī al-Ḥaḍramī al-Syāfiʿī, Qalādat al-Naḥr fī Wafayāt Aʿyān al-Dahr, Jeddah: Dār al-Minhāj, cet. 1, 1428 H/2008 M. hal. 396, jilid: 1.
Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo
0 Komentar