Kultum Ramadhan: I’tikaf 10 Malam Terakhir, Kunci Meraih Keutamaan Lailatul Qadar

Di 10 malam terakhir Ramadhan, kesempatan luar biasa menanti bagi siapa pun yang ingin meraih kesempurnaan ibadah. Salah satunya adalah dengan melakukan i’tikaf, sebuah amalan sunnah yang memberikan banyak keutamaan, terutama dalam mencari Lailatul Qadar. Apa sebenarnya i'tikaf itu, dan mengapa amalan ini sangat dianjurkan di 10 malam terakhir Ramadhan? Simak penjelasan berikut yang akan membuka wawasan dan semangat kita untuk memaksimalkan ibadah di penghujung Ramadhan.
Ramadhan tak terasa memasuki paruh terakhirnya. Meski demikian, ibadah yang kita jalani janganlah sampai kendor, seperti awal-awal Ramadhan. Salah satu amalan sunnah di sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah memperbanyak i'tikaf di masjid.
Kendati termasuk amalan sunnah yang bisa dilakukan kapan saja, tetapi khususnya di bulan Ramadhan, i’tikaf lebih dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir. Keutamaannya pun sangat besar, terlebih menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar.
Apa itu I’tikaf?
Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazimemaparkan pengertian i’tikaf baik secara etimologi maupun terminologi:
وَهُوَ لُغَةً الإقامَةُ عَلَى الشَّيْءِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ، وَشَرْعًا إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ
Artinya, “Secara etimologi, i’tikaf adalah menetapi sesuatu yang baik atau jelek. Adapun secara terminologi syara’ i’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu.” (Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 142).
Keutamaan I’tikaf
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw bahkan menyatakan bahwa i’tikaf di 10 malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
Artinya, “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir.” (HR Ibnu Hibban).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya, "Dari Aisyah ra, isteri Nabi saw menuturkan, 'Sesungguhnya Nabi saw melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Artinya, "Dari Ubay bin Ka'ab ra berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beri’tikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari'.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Waktu Dianjurkannya I’tikaf
Sebenarnya, i’tikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan shalat. Hukum asal i’tikaf adalah sunnah, tapi bisa menjadi wajib apabila dinazarkan. Kemudian, hukumnya bisa menjadi haram bila dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh bila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin.
Melaksanakan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, lebih diutamakan utama dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah. Karena dirahasiakan itulah, maka siapa pun dari kita harus senantiasa mengisi malam-malam Ramadhan dengan berbagai amaliah, baik wajib maupun sunnah, dengan tujuan agar tidak terlewatkan.
Syarat-Syarat I’tikaf
Merujuk penjelasan Syekh Ibnu Qasim, i’tikaf yang telah dijelaskan di atas memiliki dua syarat. Syarat pertamanya adalah niat. Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i’tikaf tersebut dinazarkan.
Adapun syarat yang kedua adalah bertempat/berdiam diri di masjid. Dalam syarat berdiam diri ini, tidak cukup hanya sebatas kira-kira waktu thuma’ninah saja, namun harus ditambah sekira diamnya tersebut dinamakan ‘berdiam diri’. (Al-Ghazi, 142-143).
Macam-Macam I'tikaf dan Niatnya
I'tikaf ada tiga macam, yakni:
- I’tikaf mutlak. Orang yang hendak beri'tikaf cukup berniat sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى
Artinya, "Aku berniat i'tikaf di masjid ini karena Allah."
- I’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus. Misalnya sehari, semalam penuh, atau selama satu bulan, berikut niatnya:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا / لَيْلًا كَامِلًا / شَهْرًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya, "Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah."
- I’tikaf yang dinazarkan
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Artinya, "Aku berniat i'tikaf di masjid ini fardhu karena Allah."
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Artinya, "Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah."
Sebagai catatan, dalam i'tikaf mutlak, apabila seseorang keluar dari masjid tanpa maksud kembali, kemudian kembali, maka harus membaca niat lagi. I'tikaf yang kedua setelah kembali itu dianggap sebagai i'tikaf baru. Hal ini berbeda bila seseorang memang berniat kembali, baik kembalinya ke masjid semula maupun ke masjid lain, maka niat sebelumnya tidak batal dan tidak perlu niat baru.
I’tikaf bukan hanya sekadar berdiam di masjid, tetapi merupakan langkah mendalam untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Di 10 malam terakhir Ramadhan, saat yang penuh berkah ini, mari manfaatkan kesempatan untuk menggapai keutamaan Lailatul Qadar.
Semoga dengan melaksanakan i'tikaf, kita menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Allah, dan mendapatkan rahmat-Nya di bulan yang suci ini. Amin. Wallahu a'lam.
Ustadz M Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar