Kultum Ramadhan: Jangan Lewatkan Waktu Terbaik untuk Kembali kepada Allah

Sebagai manusia, kesalahan dan dosa adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dosa kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan-Nya, meskipun bagi sebagian kalangan hal ini jarang terjadi.
Di sisi lain, hati manusia masih sering merasa tidak menerima ketentuan Allah, berprasangka buruk terhadap-Nya, merasa tidak puas atas pemberian-Nya, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk menghapus kesalahan dan dosa dengan berbagai cara, seperti istighfar, berbuat baik, dan sebagainya. Allah memahami kelemahan manusia dalam menghindari kesalahan dan dosa, sehingga Dia telah mempersiapkan ampunan yang begitu besar. Hal ini ditegaskan dalam surat Ali ‘Imran ayat 133:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Artinya: "Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa."
Syekh asy-Sya’rawi menjelaskan dalam kitab Tafsirnya, atau sering disebut dengan Khawathirusy Sya’rawi, Juz 3, halaman 1752, bahwa menggapai ampunan Allah tidak bisa ditunda-tunda, karena manusia tidak dapat mengetahui apakah ia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah di hari esok atau tidak. Manusia tidak tahu kapan ia akan meninggalkan dunia, sehingga harus mempersiapkan kehidupan setelah kematian agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di fase kehidupan berikutnya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan suci, mulia, penuh berkah, dan kebaikan. Salah satu kebaikan yang Allah berikan di bulan Ramadhan adalah ampunan-Nya. Oleh karena itu, bulan ini harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menggapai ampunan Allah. Nabi bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, Juz 1, halaman 16:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Barang siapa yang berpuasa dengan penuh keyakinan dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni."
Hadits ini menggambarkan betapa Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Pemaaf, dengan memberikan ampunan terhadap seluruh dosa seseorang yang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan penuh keyakinan dan mengharapkan rida-Nya.
Dosa yang akan diampuni tidak disebutkan secara spesifik dalam hadits ini, sehingga beberapa ulama memahami bahwa kata "dosa" dalam hadits ini mencakup seluruh dosa seseorang. Namun, mayoritas ulama berpendapat, berdasarkan dalil dan ketentuan agama lainnya, bahwa yang diampuni adalah dosa kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, Juz 4, halaman 116:
وَقَوْلُهُ مِنْ ذَنْبِهِ اسْمُ جِنْسٍ مُضَافٌ فَيَتَنَاوَلُ جَمِيعَ الذُّنُوبِ إِلَّا أَنَّهُ مَخْصُوصٌ عِنْدَ الْجُمْهُورِ
Artinya: "Sabda Nabi 'dari dosanya' merupakan nama suatu jenis yang disandarkan pada seseorang, sehingga mencakup seluruh dosa, meskipun mayoritas ulama berpendapat bahwa hanya dosa-dosa tertentu yang dimaksud dalam hadits ini."
Dengan menahan makan, minum, dan berhubungan suami istri, yang merupakan rukun puasa, seseorang dapat mendapatkan ampunan Allah dari dosa-dosa kecil yang telah dilakukan, serta memiliki harapan untuk mendapatkan ampunan dari dosa-dosa besar.
Hal ini karena Allah melihat kebaikan manusia sebagai sesuatu yang perlu diapresiasi dengan yang lebih baik. Oleh karena itu, selain diberikan pahala karena melaksanakan ibadah puasa dengan baik, manusia juga diberikan pengampunan atas dosa-dosa yang telah lalu.
Allah menilai kebaikan manusia sebagai perwujudan tekad untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga kesalahannya patut diampuni. Perbuatan baik dapat menghapus perbuatan buruk, sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 114:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
Artinya, "Sesungguhnya kebaikan dapat menghapuskan kesalahan."
Seluruh amal ibadah yang dilakukan seorang hamba di bulan Ramadhan, seperti puasa, salat malam (Tarawih dan Witir), menghidupkan malam Lailatul Qadar, dan sebagainya, akan menghasilkan ampunan Allah.
Ada alasan kuat mengapa Allah memberikan ampunan melalui ibadah Ramadhan, yaitu bahwa ampunan merupakan rahasia Allah yang diberikan kepada orang-orang pilihan-Nya. Dalam hal ini, Imam Al-Mula ‘Ali al-Qari mengutip pendapat Imam ath-Thibi dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Juz 4, halaman 1362:
وَقَالَ الطِّيبِيُّ: رَتَّبَ عَلَى كُلٍّ مِنَ الْأُمُورِ الثَّلَاثَةِ أَمْرًا وَاحِدًا، وَهُوَ الْغُفْرَانُ تَنْبِيهًا عَلَى أَنَّهُ نَتِيجَةُ الْفُتُوحَاتِ الْإِلَهِيَّةِ وَمُسْتَتْبَعٌ لِلْعَوَاطِفِ الرَّبَّانِيَّةِ قَالَ - تَعَالَى - ﴿إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا - لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ﴾ [الفتح: ١ - ٢] الْآيَةَ
Artinya: "Imam Ath-Thibi berkata, Nabi menyatukan tiga perkara (puasa, mendirikan salat malam, dan menghidupkan malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan) dengan satu hal, yaitu ampunan Allah. Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa ampunan Allah adalah hasil dari penyingkapan Ilahi dan buah dari sifat kelembutan Tuhan, sebagaimana Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Kami telah membukakan kemenangan yang nyata bagimu – supaya Allah mengampunimu’ (Al-Fath: 1-2).”
Semoga puasa Ramadhan tahun ini menjadi ajang bagi kita untuk mendapatkan ampunan Allah, sehingga kita kembali suci dan bersih dari segala macam noda, sebagaimana saat kita dilahirkan ke dunia. Amin, ya Rabbal ‘alamin.
Dr. Fatihunnada, Lc., M.A., Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah wal 'Arabiyyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar