Kultum Ramadhan: Hidup di Dunia, Sebuah Persinggahan Menuju Keabadian

Hidup di dunia ibarat seorang musafir yang menempuh perjalanan panjang, yang singgah sejenak di sebuah persinggahan, lalu melanjutkan langkahnya kembali menuju tujuan sejati, yakni akhirat.
Begitulah Rasulullah SAW menggambarkan kehidupan dunia. Dunia bukanlah tempat tinggal abadi, melainkan hanya tempat pemberhentian sementara sebelum sampai di tujuan akhir.
Rasulullah SAW pernah bersabda dan memberi nasihat kepada salah satu sahabat, yaitu Abdullah bin Umar, atau yang biasa dikenal dengan Ibnu Umar. Berikut nasihatnya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW pernah memegang pundakku seraya bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara.’ Ibnu Umar juga pernah berkata: ‘Bila engkau berada di waktu sore, janganlah menunggu waktu pagi, dan bila engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu,’” (HR Al-Bukhari).
Hadits tersebut mengajarkan kita untuk memandang dunia dengan perspektif seorang musafir yang sadar betul bahwa kehidupan dunia hanya sementara. Dengan kesadaran itu, seorang musafir tidak akan terlalu terlena dengan gemerlapnya dunia, juga tidak akan terlalu terikat dengan kenyamanan sementara yang ditawarkan oleh tempat ini.
Singgahnya manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menambah banyak bekal menuju kehidupan sejati yang ada di akhirat kelak. Dengan waktu yang sangat terbatas ini, manusia seharusnya mampu memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik mungkin. Karena kita tidak pernah tahu kapan anugerah waktu dan kesehatan yang Allah berikan kepada kita ini akan berakhir.
Rasulullah SAW juga bersabda mengenai dua hal yang sering melalaikan manusia:
عَنِ ابْنِ عباس رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: (نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ). رواه البخاري
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda: 'Dua kenikmatan yang terlalaikan oleh banyak orang, yaitu nikmat sehat dan waktu luang',” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah SAW secara jelas berpesan kepada kita untuk menjadi orang asing di dunia ini atau berperan sebagai seorang pengembara. Hal ini mengisyaratkan bahwa hati kita jangan sampai bertaut secara berlebihan kepada dunia.
Kita juga harus sadar bahwa waktu kita di dunia ini terbatas, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu kapan waktunya kembali kehadirat Allah SWT. Sedangkan kematian adalah hal yang pasti datang, yang datangnya tanpa tanda, tanpa aba-aba, dan tanpa permisi.
Allah SWT juga bersumpah di dalam firman-Nya yang berkaitan tentang pentingnya waktu:
وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran,” (QS. Al-‘Ashr: 1-3).
Mengutip dari Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, kata al-‘Ashr (العصر) pada ayat tersebut terambil dari kata ‘ashara (عصر) yakni menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam darinya tampak ke permukaan atau keluar (memeras). (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, [Tangerang Selatan: Pusat Studi Al-Qur'an, 2023], Aplikasi Tafsir Al-Mishbah versi 12.3).
Dari kata ‘ashara (عصر) tersebut, juga muncul kata al-‘ashir (العصير) yang berarti jus, yakni minuman yang terbuat dari perasan buah. Sedangkan sumpah Allah dalam ayat tersebut juga menggunakan akar kata yang sama.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pesan tersembunyi dari Allah melalui ayat tersebut. Allah mengisyaratkan melalui ayat ini agar kita semua memanfaatkan waktu serta usia yang telah Allah anugerahkan dengan hal-hal yang baik yang membawa keberkahan dan manfaat bagi kehidupan kita, di dunia maupun akhirat.
Dengan demikian, korelasi dari hadits tentang menjadi asing di dunia ini, dan juga ayat Al-Qur’an mengenai pentingnya waktu, dapat kita pahami bahwa hidup di dunia ini merupakan sebuah perjalanan yang terbatas oleh waktu.
Hadits tentang menjadi asing di dunia juga menekankan bahwa kita tidak boleh terlalu terikat dengan kehidupan duniawi yang sementara ini, karena pada akhirnya kita hanyalah musafir yang sedang melintasi sebuah tempat singgah.
Sedangkan QS. Al-‘Ashr: 1-3 menunjukkan bahwa waktu adalah aset yang tidak bisa dikembalikan, dan manusia yang menyia-nyiakannya tanpa tujuan akhirat akan merugi. Korelasi antara keduanya adalah pemahaman bahwa kehidupan dunia bukan sekadar tempat untuk mengumpulkan harta atau mengejar kenyamanan, tetapi lebih kepada bagaimana kita mengelola waktu dengan bijak untuk menyiapkan bekal akhirat.
Seorang musafir yang cerdas tidak akan membuang waktunya di persinggahan dengan kesia-siaan, dia akan memastikan bahwa setiap langkahnya membawa manfaat untuk tujuan akhirnya.
Begitu pula dalam kehidupan ini, kita harus menjalani setiap hari dengan kesadaran bahwa waktu yang kita habiskan tidak akan kembali. Kesibukan dunia seharusnya tidak membuat kita lalai terhadap tujuan sejati berupa mencari ridha Allah dan memastikan bahwa perjalanan kita di dunia tidak berakhir dalam kerugian.
Oleh karena itu, hidup sebagai orang asing di dunia bukan berarti menjauh dari aktivitas duniawi, tetapi memastikan bahwa setiap detik yang kita jalani berkontribusi untuk kehidupan abadi yang sesungguhnya.
Mari kita jadikan dunia ini sebagai ladang kita dalam beramal baik untuk perbekalan kita pada kehidupan selanjutnya. Mari kita isi kehidupan kita yang sementara ini dengan banyak hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Demikian. Wallahu A’lam.
Ustadzah Arny Nur Fitri, Mahasiswi UIN Jakarta dan Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar