Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah; Tentang Perdamaian Sejati - Lirboyo

Pendahuluan
Di tengah porak-porandanya fitnah dunia yang semakin memecah belah umat. Sejatinya, banyak peristiwa menarik dalam peradaban umat islam—yang acap kali—orang islam sendiri melupakannya, yang salah satunya adalah peristiwa perjanjian Hudaibiyah. Di dalamnya, banyak pelajaran menarik, terutama tentang sikap Rasulullah yang berhasil menciptakan perdamaian sejati.
Peristiwa ini tidak hanya menggambarkan ketegangan antara umat islam dan orang-orang kafir Quraisy, tapi juga menunjukkan betapa Rasulullah sangat amat mengedepankan perdamaian.
Baca juga: Pelajaran dan Cerita Singkat Perang Bani Quraizhah
Awal Mula
Kesepakatan yang juga terkenal dengan sebutan “shulh al-hudaibiyah” tersebut bermula dari rencana sekitar 1.400 sahabat Rasulullah Saw untuk menunaikan ibadah umrah.
Akan tetapi, orang-orang kafir Quraisy Mekah tidak rela. Mereka berupaya menghalangi pintu masuk kota Mekah dengan kekuatan militer yang cukup besar. Rasulullah Saw yang tidak menginginkan peperangan pun lantas mengambil jalan perundingan.
Hasil perjanjian Hudaibiyah
Hasilnya, pada bulan Dzulqa’dah 6 H, perjanjian Hudaibiyah diputuskan, di antara butir-butirnya adalah sebagai berikut:
- Kedua belah pihak setuju mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun, dan umat Islam harus menunda umrahnya sampai setahun mendatang.
- Orang-orang kafir Quraisy Mekah uang memasuki Madinah mendapat jaminan perlindungan keamanan.
- Orang-orang kafir Quraisy Mekah yang tidak seizin walinya bergabung bersama Rasulullah Saw, maka harus dikembalikan kepada mereka.
- Pengikut Rasulullah Saw yang murtad dan bergabung dengan orang-orang kafir Quraisy, tidak akan dikembalikan kepada Rasulullah.
- Pengikut Rasulullah Saw yang memasuki Mekah mendapat jaminan perlindungan keamanan.
- Siapapun boleh mengadakan persekutuan dengan Rasulullah Saw dan orang-orang kafir Quraisy. [Baca: Abu Zahrah, Khatam an-Nabiyyin, (CD: al-Maktabah asy-Syamilah), II/244.
Baca juga: Hari Kartini dan Emansipasi Wanita
Sikap Rasulullah agar menciptakan perdamaian
Hanya saja, perundingan ini sempat berlangsung alot dan cenderung merugikan umat Islam. Sempat muncul penolakan-penolakan dari para sahabat terkait dengan isi dan redaksi pembuka perjanjian yang Rasulullah Saw usulkan, sebagaimana keterangan dalam kitab Shahih al-Bukhari:
فجَاءَ سُهَيْلُ بنُ عَمْرو فَقَالَ هاتِ اكْتُبْ بَيْنَنا وبيْنَكُمْ كِتاباً فَدَعا النبيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم الْكاتِبَ فَقَالَ النبيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم اكْتُبْ بسْمِ الله الرَّحْمانِ الرَّحِيمِ
…Kemudian Suhail bin ‘Amr (perwakilan orang-orang kafir Quraisy) datang, lalu ia berkata: “Tulislah perjanjian di antara kami dan kalian”. Lalu Nabi memanggil juru tulis dan berkata: “Tulislah Bismillahirrahmanirrahim’ (atas nama Allah Maha Rahman lagi Maha Rahim).”
قَالَ سُهَيْلً أمَّا الرَّحْمانُ فَوالله مَا أدْرِي مَا هُوَ ولَكِنْ اكْتُبُ باسْمِكَ اللَّهُمَّ كَما كُنْتَ تَكْتُبُ
Suhail berkata: “Ar-Rahman? Aku tak mengenal Dia. Tulis saja ‘Bismika Allahumma’ seperti biasanya.”
فَقَالَ المُسْلِمُونَ وَالله لَا نَكْتُبُهَا إلاَّ بِسْم الله الرَّحْمانِ الرَّحِيم
Umat Islam (yang mengikuti proses perundingan tidak terima dengan protes ini) berkata: “Demi Allah, kami tidak akan menulis selain ‘Bismillahirrahmanirrahim’.”
فَقَالَ النبيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم اكْتُبْ باسْمِكَ اللَّهُمَّ ثُمَّ قالَ هَذَا مَا قاضاى علَيْهِ مُحَمَّدٌ رسولُ الله
Nabi berkata: “Tulis saja ‘Bismika Allahumma”. Nabi kemudian menyambung: “Tulis lagi: ‘Hadza ma qadla ‘alaih Muhammad Rasulullah’ (Inilah ketetapan Muhammad Rasulullah).”
فَقَالَ سُهَيْلٌ وَالله لَوْ كُنَّا نعْلَمُ أنَّكَ رسولُ الله مَا صَدَدْنَاكَ عنِ البَيْتِ وَلَا قاتَلْنَاكَ ولاكِنْ اكْتُبْ مُحَمَّدُ بنُ عَبْدِ الله
Suhail berkata: “Demi Allah, seandainya kami mengakui engkau adalah Rasulullah (utusan Allah), kami tak akan menghalangimu mengunjungi Ka’bah. Jadi tulis saja ‘Muhammad bin Abdullah’.”
فَقَالَ النبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَالله إنِّي لرَسولُ الله وإنْ كَذَّبْتُمُونِي اكْتُبْ مُحَمَّدُ بنُ عَبْدِ الله
Nabi berkata: “Demi Allah, aku adalah Rasulullah meskipun kalian mengingkarinya. Tulislah ‘Muhammad bin Abdullah’ saja”. (HR. Bukhari No. 2529)
Tanggapan ulama mengenai peristiwa ini
Ibnu Hisyam menanggapi peristiwa bersejarah ini dalam kitab Sirah an-Nabawiyah-nya dengan ungkapan:
“Demikianlah, demi menghindari pertikaian dan pertumpahan darah, Rasulullah sangat menjunjung tinggi sikap yang dapat menimbulkan perdamaian. Perdamaian menjadi prioritas utama.
Meski isi kesepakatan sangat mengurangi kebesaran nama agama pada tataran simbolis dan terkesan merugikan umat Islam.
Namun pada akhirnya, Rasulullah mengedepankan perdamaian melalui perjanjian Hudaibiyah agar membawa kemaslahatan yang nyata bagi umat islam dan tersebarnya agama Islam tanpa melalui cara-cara kekerasan.” [Baca: Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, (CD: al-Maktabah asy-Syamilah) IV/291.]
Baca juga: Peristiwa Haji Wada’
Pelajaran yang dapat diambil
Ada beberapa pelajaran dari peristiwa pejanjian Hudaibiyah ini, di antaranya:
- Selalu mengedepankan sikap perdamaian dalam memutuskan kedua belah pihak yang sedang berselisih;
- Menerapkan sikap toleransi dengan non-muslim;
- Harus berusaha menurunkan ego agar terciptanya perdamaian;
- Mengalah bukan berarti kalah, terkadang juga salah satu cara agar bisa memenangkan pertandingan meskipun tercapai di masa yang akan datang.
Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar