Tidak Hadir Saat Kurban Disembelih, Apakah Kurban Tetap Sah dan Berpahala? Ini Penjelasan Ulama - NU Online - Opsiinfo9

Post Top Ad

demo-image

Tidak Hadir Saat Kurban Disembelih, Apakah Kurban Tetap Sah dan Berpahala? Ini Penjelasan Ulama - NU Online

Share This
Responsive Ads Here

 

Tidak Hadir Saat Kurban Disembelih, Apakah Kurban Tetap Sah dan Berpahala? Ini Penjelasan Ulama

kurban-freepik00_1747651714

Korban adalah salah satu ibadah yang dilakukan secara rutin oleh umat Islam secara kolektif setiap satu tahun. Karena dilakukan secara bersama-sama di seluruh dunia, maka ibadah kurban menjadi salah satu syi'ar agama Islam.
 

Secara hukum fiqih, kurban bagi umat Islam hukumnya sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) bagi setiap muslim yang memiliki harta lebih dari kebutuhannya beserta keluarga selama hari raya Idul Adha dan hari tasyriq. Sedangkan bagi Rasulullah saw, kurban hukumnya wajib. (Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyatul Bajuri, [Jeddah, Darul Minhaj: 2016], juz IV, halaman 360).
 

Allah swt memerintahkan Rasulullah saw untuk mengikuti ajaran datuknya, yakni Nabi Ibrahim as. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat An-Nahl ayat 123:
 

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
 

Artinya, "Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): 'Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif' dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah".
 

Meski mayoritas ahli tafsir mengatakan yang dimaksud agama Ibrahim as adalah tauhidnya, yakni tidak menyekutukan Allah swt, namun ada beberapa ulama yang berpendapat lain sebagaimana dikutip Imam Al-Baghawi:
 

وقال أهل الأصول : كان النبي صلى الله عليه وسلم مأمورا بشريعة إبراهيم إلا ما نسخ في شريعته ، وما لم ينسخ صار شرعا له
 

Artinya, "Para ulama ushul berpendapat bahwa Rasulullah saw diperintahkan mengikuti syariat Nabi Ibrahim as, kecuali bagian yang di-naskh (diganti), syariat Ibrahim as yang tidak di-naskh, menjadi syariat Rasulullah saw juga." (Tafsirul Baghawi, [Beirut, Dar Ihya'it Turatsil 'Arabi: 2000], juz III, halaman 102).
 

Pendapat ini menemukan relevansinya ketika kita melihat bahwa beberapa syariat Islam tampak identik dengan syariat Nabi Ibrahim as, seperti khitan, meramaikan Ka'bah, dan kurban.
 

Dahulu kala Nabi Ibrahim as diperintahkan menyembelih putranya. Saat akan melakukannya, Allah swt memerintahkan agar Ibrahim as menyembelih kambing sebagai gantinya. Kisah ini kemudian menjadi bahan renungan ('ibrah) bagi setiap Muslim, khususnya bagi yang melaksanakan kurban. Betapa Ibrahim as sangat teguh memegang imannya dan menempatkan Allah swt sebagai prioritas utama, mengalahkan apapun yang sangat ia cintai, termasuk seorang anak. 
 

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Anas ra, beliau menceritakan bagaimana Rasulullah saw menyembelih kurbannya:
 

ضَحَّى النَّبِيُّ  صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِه
 

Artinya, "Rasulullah menyembelih dua kambing berwarna putih, aku melihatnya meletakkan telapak kaki di atas bagian samping leher kedua kambing tersebut. Beliau menyebut nama Allah, membaca takbir, kemudian menyembelih." (HR Al-Bukhari).
 

Berdasarkan hadits ulama menyimpulkan, orang yang berkurban apabila laki-laki, maka sunnah menyembelih kurbannya sendiri.
 

Namun sayangnya, tidak semua orang bisa melaksanakan kesunahan seperti itu. Karena menyembelih hewan, apalagi kambing, sapi, dan unta, adalah pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan?
 

Syekh Ibrahim Al-Bajuri dalam Hasyiyah-nya menjelaskan:
 

ويسن للمرأة أن توكّل في ذبحها ؛ كما في المجموع، ومثلها: الخنثى، وكذلك من لم يحسن الذبح. ويسن لمن وكل في ذبحها أن يشهدها ؛ لأنه صلى الله عليه وسلم قال لفاطمة الله عنها: قومي إلى أضحيتك فاشهديها فإنه بأول قطرة من دمها يغفر لك ما سلف من ذنوبك. رواه الحاكم وصحح إسناده
 

Artinya, "Perempuan, khuntsa, dan laki-laki yang tidak bisa menyembelih sunnah mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelih, sebagaimana keterangan dalam kitab Al-Majmu' karya An-Nawawi.
 

Bagi orang yang mewakilkan penyembelihan sebagaimana disebutkan sebelumnya, sunnah menyaksikan penyembelihan kurbannya. Karena Rasulullah saw memerintahkan pada Fathimah ra:

"Bangun dan saksikanlah penyembelihan kurbanmu, sesungguhnya dengan tetesan pertama darah kurban tersebut, dosa-dosamu yang telah lalu akan diampuni." Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim, dan sanadnya dinilai shahih". 

(Al-Bajuri, IV/361).
 

Berdasarkan penjelasan Al-Bajuri, orang yang tidak menyembelih kurbannya sendiri dianjurkan untuk menyaksikan penyembelihannya. Ketentuan ini berdasarkan sabda Rasulullah saw pada putrinya, Fathimah ra.
 

Namun, Tetap saja tidak semua orang dapat menyaksikan penyembelihan kurbannya. Sebabnya beragam. Ada yang karena tidak tega atau takut melihat darah, ada yang karena tempatnya jauh, misalnya ia berkurban di luar kota tempat tinggalnya, ada juga yang tidak bisa hadir karena ada suatu hal yang tak bisa ditinggal, atau penyebab lain. Lalu bagaimana keabsahan ibadah kurbannya?
 

Dari penjelasan Al-Bajuri di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak menghadiri penyembelihan kurbannya, ibadah kurbannya tetap sah dan pahala kurbannya tetap utuh, karena menyaksikan penyembelihan kurban adalah sebuah anjuran, bukan kewajiban. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages