Hukum Tepuk Tangan dalam Majelis Ilmu | Tebuireng Online

Dunia Berita
By -
0

 

Hukum Tepuk Tangan dalam Majelis Ilmu | Tebuireng Online

Pernahkah kamu menghadiri sebuah kajian atau ceramah agama, lalu di tengah-tengah penyampaian ustadz yang menyentuh atau lucu, jamaah langsung memberikan tepuk tangan meriah? Atau bahkan kamu sendiri pernah melakukannya? Fenomena ini makin sering terjadi, terutama di acara kajian yang disiarkan di TV atau media sosial. Tapi pertanyaannya, bolehkah sebenarnya memberi tepuk tangan di tengah-tengah majelis ilmu?

Dalam budaya kita, tepuk tangan sering dianggap sebagai bentuk apresiasi. Dalam kacamata fikih, adakah batasan hukum dan etika dalam menghadiri majelis ilmu? Apakah tepuk tangan termasuk adab yang baik atau justru menyimpang dari tradisi para ulama? Artikel ini akan membahas secara ringan namun mendalam, apa sebenarnya hukum tepuk tangan saat ceramah, dan bagaimana seharusnya sikap kita sebagai penuntut ilmu.

Tepuk Tangan, Antara Budaya dan Agama

Di zaman sekarang, tepuk tangan jadi hal yang wajar untuk menunjukkan rasa kagum atau setuju. Kita bisa lihat sendiri, di konser, seminar umum, atau acara TV, tepuk tangan hampir selalu muncul sebagai bentuk penghargaan. Sudah jadi bagian dari kebiasaan masyarakat modern. Hanya saja, meski itu menjadi suatu kebiasaan, yang perlu menjadi perhatian selanjutnya adalah mengenai hukum bertepuk tangan itu sendiri, menurut kacamata fikih. Apakah diperbolehkan, atau malah statusnya adalah sesuatu yang perlu dihindari? Misalkan tidak diperbolehkan, apakah ada kondisi tertentu, misalnya di dalam ceramah, majelis ilmu dan lainnya, hukum ketidakbolehan tersebut bisa berubah (kondisional)?

Untuk memahami hukum dasar mengenai tepuk tangan, berikut penjelasan Imam Bajuri di dalam Hasyiah ‘ala Fath al-Qarib mungkin bisa menjadi jawaban:

وَاخْتَلَفَ فِي التَّصْفِيقِ خَارِجَ الصَّلَاةِ فَقِيلَ يَحْرُمُ بِقَصْدِ اللَّعْبِ وَيُكْرَهُ بِلَا قَصْدِ اللَّعْبِ وَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَ الرَّمْلِي وَقِيلَ يُكْرَهُ وَلَوْ بِقَصْدِ اللَّعْبِ وَإِنْ كَانَ فِيْهِ نَوْعُ طَرَبٍ وَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ فِي شَرْحِ الْإِرْشَادِ وَقِيلَ يَحْرُمُ إِنْ قَصَدَ بِهِ التَّشَبُّهَ بِالنِّسَاءِ لِأَنَّهُ مِنْ وَظِيفَتِهِنَّ وَإِلَّا كُرِهَ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penjelasan keterangan di atas sebagaimana berikut: Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum tasfiq (tepuk tangan) di luar salat: Pertama, ada yang berpendapat: haram jika dilakukan dengan tujuan main-main (bercanda), dan makruh jika tidak dengan tujuan main-main. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Ar-Ramli. Kedua, pendapat lain menyatakan: makruh meskipun dengan tujuan main-main, apalagi jika ada unsur hiburan atau kesenangan (ṭarab) di dalamnya. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Ibnu Hajar dalam Syarḥ al-IrsyādKetiga, ada pula yang berpendapat: haram jika tepuk tangan dilakukan dengan niat menyerupai wanita, karena tepuk tangan adalah kebiasaan (fungsi khas) mereka. Namun jika tidak dengan niat tersebut, maka hukumnya makruh.

Jadi, secara dasar, terkait hukum tepuk tangan sendiri (di luar salat), ulama berbeda pendapat. Hanya saja, yang perlu digarisbawahi adalah perbedaan di atas jika status tepuk tangan bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan. Dengan kata lain, tidak ada motif untuk bertepuk tangan.

Pandangan Ulama tentang Tepuk Tangan di Majelis Ilmu

Lalu, bagaimana jika bertepuk tangan dilandasi adanya kebutuhan, semisal dalam kasus ceramah, supaya lebih semangat dalam proses mendengarkan ilmu, atau menambah semangat saat prosesi zikir, dan lain sebagainya? Imam Bajuri di dalam kitab yang sama, menjelaskan:

فَإِنْ احْتِيجَ إِلَيْهِ لِتَهِيجَ الذِّكْرِ كَمَا يَفْعَلُهُ الْفُقَرَاءُ أَوْ لِضَبْطِ الْأَنْعَامِ كَمَا يَفْعَلُهُ الْفُقَهَاءُ فِي اللَّيَالِي أَوْ لِتَدْرِيسٍ كَمَا يَفْعَلُهُ الْمُدَرِّسُوْنَ فِي الدَّرْسِ لَمْ يَحْرُمُ بَلْ رُبَّمَا كَانَ مَطْلُوْبًا

Dari keterangan di atas maka bisa kita pahami jika tepuk tangan itu dibutuhkan untuk: Pertama, untuk membangkitkan semangat zikir, seperti yang dilakukan oleh kalangan fuqarāʼ (ahli tasawuf atau para sufi). Kedua, atau untuk mengatur irama hewan ternak, seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli fikih pada malam hari. Ketiga, atau untuk keperluan mengajar, seperti yang dilakukan oleh para pengajar saat pelajaran berlangsung. Maka hukumnya tidak haram, bahkan bisa jadi dianjurkan (diperbolehkan dengan nilai positif) jika memang ada kebutuhan tersebut.

Jadi, dari keterangan di atas maka bisa kita simpulkan dalam kasus ceramah, tepuk tangan bisa dilegalkan, bahkan dianjurkan, jika memang ada kebutuhan. Namun, jika tanpa dasar atau motif, maka kembali ke hukum asal, bahwa ulama masih berbeda pendapat mengenainya.

Baca Juga: 3 Macam Pencari Ilmu Menurut Al-Ghazali, Kajian Bidayatul Hidayah Seri #2

Penulis: Moch. Vicky Shahrul Hermawan

Editor: Muh. Sutan

Tags:

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default