Kisah Tragis Perampas Rezeki Nelayan yang Kehilangan Segalanya - NU Online
Kisah Tragis Perampas Rezeki Nelayan yang Kehilangan Segalanya
NU Online · Ahad, 28 Desember 2025 | 19:10 WIB
Kolomnis
Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam salah satu karyanya menceritakan suatu kisah tentang seorang dzalim yang senantiasa mengambil milik orang lain secara paksa. Bertahun-tahun ia melakukan perbuatan keji itu hingga akhirnya dari perbuatan tersebut ia mendapatkan balasan yang akan ia sesali selama-lamanya.
Dalam kisahnya, Imam Ibnu Hajar menuturkan bahwa terdapat seorang lelaki tanpa tangan berteriak di tengah keramaian kota, “Siapa pun yang melihatku, janganlah sekali-kali menzalimi orang lain!”
Melihat laki-laki paruh baya itu sangat tersiksa, akhirnya ada orang yang mendekatinya karena penasaran, kemudian bertanya, “Saudaraku, apa yang terjadi padamu? Bagaimana kisahmu bisa menjadi seperti ini?” Lalu ia pun mulai bercerita dengan suara parau tentang pengalaman pahit yang pernah ia jalani dalam hidupnya.
Ia mengisahkan masa lalunya sebagai seorang penindas, dan tak segan mengambil hak orang lain dengan paksa. Dan suatu hari, ia melihat seorang nelayan yang baru saja menangkap ikan besar. Matanya berbinar ingin memilikinya. “Berikan ikan itu padaku!” perintahnya.
Namun si nelayan menolak, karena hasil tangkapan ikan yang ia dapatkan akan dibawa ke rumahnya untuk dimakan bersama dengan keluarganya. Akhirnya laki-laki penindas tersebut memukul sang nelayan dan merampas ikan tersebut. Dan saat itulah bencana mulai mendatangi dalam hidupnya.
Saat sang penindas membawa ikan itu pulang, tiba-tiba ikan itu menggigit jempolnya dengan gigitan yang sangat kuat. Ia pun merasakan rasa sakit yang hebat hingga kemudian melemparkan ikan itu, tapi jempolnya sudah terluka parah. Dan pada malam harinya, rasa sakitnya begitu hebat hingga ia tak bisa tidur. Tangannya membengkak dan tubuhnya demam.
Baca Juga
Kisah Uwais Al Qarni, Pemuda Istimewa di Mata Rasulullah
Maka keluarlah ia untuk mendatangi seorang dokter dengan tujuan untuk pergi berobat agar rasa sakit yang ia alami segera sembuh. Namun ketika bertemu, sang dokter kaget kemudian berkata:
“Ini adalah awal dari gangrene, yaitu kondisi matinya jaringan tubuh akibat tidak mendapat pasokan darah yang cukup. Kau harus memotong jempolmu. Jika tidak, maka seluruh tanganmu akan mati kemudian membusuk.”
Maka dengan berat hati, ia pun memotong jempolnya. Tapi bencana belum berakhir. Rasa sakit itu menjalar ke telapak tangannya. Maka sang dokter berkata, “Potonglah telapak tanganmu, atau kau akan mati!” Ia pun memotongnya. Namun rasa sakit yang ia alami seperti kutukan yang tak berkesudahan, rasa sakit itu terus merambat hingga pergelangan lalu ke lengan bawah.
“Potonglah sampai siku!” kata sang dokter kembali, maka ia memotongnya lagi. Tapi malapetaka belum usai. Rasa sakit itu naik ke lengan atas hingga terasa membakar dagingnya. “Potonglah seluruh tanganmu dari bahu, atau kau akan mati!” Akhirnya dengan putus asa, ia memotong seluruh tangannya.
Setelah kejadian itu, seorang bijak kemudian mendatanginya dan berkata:
لَوْ كُنْت رَجَعْت مِنْ أَوَّلِ مَا أَصَابَك الْأَلَمُ إلَى صَاحِبِ السَّمَكَةِ فَاسْتَحْلَلْت مِنْهُ وَاسْتَرْضَيْته وَلَا قَطَعْت يَدَك، فَاذْهَبْ الْآنَ إلَيْهِ وَاطْلُبْ رِضَاهُ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ الْأَلَمُ إلَى بَدَنِك
Baca Juga
Gus Dur dan Kisah Wirid Surat al-Fatihah 100 Kali
Artinya, “Seandainya sejak pertama kali rasa sakit itu menimpamu engkau segera kembali kepada pemilik ikan itu, lalu meminta kehalalan darinya dan memohon keridaannya, niscaya engkau tidak perlu memotong tanganmu. Maka sekarang pergilah kepadanya dan mintalah keridaannya, sebelum rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhmu.”
Mendengar nasihat tersebut, ia pun bergegas mencari sang nelayan dengan penuh penyesalan. Ketika akhirnya bertemu, ia jatuh bersujud dan menangis, kemudian mencium kaki si nelayan dan berkata, “Demi Allah, maafkan aku!”
Sang nelayan terkejut. “Siapa kau?” tanyanya. “Aku orang yang merampas ikanmu dulu,” jawab lelaki itu sambil menunjukkan tangannya yang sudah hilang. Melihat keadaan itu, sang nelayan langsung menangis dan berkata: “Aku sudah memaafkanmu.”
Lelaki itu bertanya lagi, “Apakah kau pernah mendoakan keburukan untukku?” Sang nelayan mengangguk. “Ya.” Berikut doanya:
اللَّهُمَّ هَذَا تَقَوَّى عَلَيَّ بِقُوَّتِهِ عَلَى ضَعْفِي وَأَخَذَ مِنِّي مَا رَزَقْتَنِي ظُلْمًا فَأَرِنِي فِيهِ قُدْرَتَك
Artinya, “Ya Allah, orang ini menindasku dengan kekuatannya atas kelemahanku, dan ia mengambil dariku rezeki yang Engkau anugerahkan kepadaku dengan cara yang zalim. Maka perlihatkanlah kekuasaan-Mu atas dirinya.”
Mendengar jawaban tersebut, lelaki itu pun menunduk sambil menangis sejadi-jadinya. Kemudian berkata dengan penuh penyesalan, “Allah telah menjawab doamu, dan sekarang aku bertobat. Aku tak akan lagi berbuat zalim untuk menindas dan mengambil hak orang lain.”
Sejak hari itu, lelaki tanpa tangan itu tak lagi hidup seperti sebelumnya. Ia tidak lagi berjalan dengan dada membusung dan mata yang memandang rendah orang lain karena tubuhnya sudah cacat. Dan kisah ini kemudian diabadikan oleh Imam Abul Abbas Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair, cetakan Beirut: Darul Fikr, tahun 1987 M/1407 H, jilid II, halaman 203.
Dari kisah ini, terdapat pelajaran berharga yang dapat kita petik darinya, bahwa setiap perbuatan zalim akan mendapatkan balasan yang setimpal, baik di dunia maupun di akhirat. Kisah ini menjadi cermin bagi kita semua untuk senantiasa berhati-hati dalam bertindak, serta senantiasa menjauhi segala bentuk penindasan. Wallahu a’lam bisshawab.
---------
Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.