Romadhon,
Kultum Ramadhan: Merawat Semangat Ibadah Setelah Ramadhan

Bulan suci Ramadhan tahun ini tak terasa hampir pergi. Padahal, seakan baru kemarin ia menyapa kita. Ia berjalan seperti angin, berlalu begitu cepat. Tapi sayang, kita terlalu santai dan lambat meresponsnya, tidak memanfaatkan waktu bersamanya dengan baik. Bahkan banyak waktu terlewati begitu saja. Banyak amalan yang luput, kadang kita juga melewati hari-hari Ramadhan ini seperti hari-hari biasa di bulan lain.
Potret Para Sahabat dan Ulama Salaf ketika Berada di Penghujung Ramadhan
Dalam kitab Lathaiful Ma’arif, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, menyatakan bahwa para sahabat dan ulama salaf adalah orang-orang yang paling antusias dalam menyempurnakan dan melakukan hal terbaik dalam beramal.
Selain itu, mereka juga sangat antusias agar amal mereka diterima dan merasa takut jika amal tersebut ditolak. Mereka itulah sekelompok manusia yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,” (QS. al-Mu’minun: 60).
Menurut Imam Ibnu Rajab, para sahabat dahulu berdoa selama enam bulan sebelum Ramadhan agar Allah mempertemukan mereka dengannya, dan enam bulan setelahnya mereka berdoa agar amal mereka diterima, (Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 1424 H], hlm. 209).
Setelah Ramadhan: Menjaga Semangat Ibadah Sepanjang Tahun
Bulan suci Ramadhan itu bagaikan seorang kekasih, yang kehadirannya selalu dinantikan dan kepergiannya selalu membuat kesedihan serta kerinduan. Maka tidak mengherankan, jika tiba saatnya harus berpisah dengan Ramadhan, para sahabat dan ulama salaf bersedih, berharap agar dapat dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan. Oleh karena itu, Imam Ibnu Rajab, dalam kitab Lathaiful Ma’arif-nya berkata:
كَيْفَ لَا تَجْرِيْ لِلْمُؤْمِنِ عَلَى فِرَاقِ رَمَضَان دُمُوْعٌ؟ وَهُوَ لَا يَدْرِيْ هَلْ بَقِيَ لَهُ في عُمرِهِ إليه رُجُوعٌ
Artinya: “Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menetes air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, sementara ia tak tahu pasti, apakah di sisa umurnya masih bisa berjumpa dengan bulan suci tersebut,” (hlm. 217).
Akan tetapi yang lebih penting dari pada itu semua adalah jangan sampai ungkapan kesedihan dan tangisan kita dengan perginya bulan Ramadhan adalah hanya kepura-puraan saja atau sekedar ikut-ikutan saja. Kita buktikan perpisahan dengan bulan Ramadhan dengan tetap melakukan ibadah-ibadah yang sudah sering dilakukan di bulan Ramadhan atau minimal tidak kita tinggalkan secara total.
Bahkan Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya berjudul Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in, menyatakan bahwa salah satu dari kesepuluh amaliah sunah Ramadhan adalah melanjutkan amaliah-amaliah yang telah dilakukan di bulan Ramadhan di bulan-bulan berikutnya (Nihayahtuz Zain, [Beirut, Darul Kutub al-Islamiyyah: tt], hlm. 190).
Oleh karena itu, Sayyid Abdullah al-Haddad juga pernah berkata,
لاَ تَسْكُب الدَّمَعَاتِ لِرَحِيْلِ رَمَضَانَ، فَرَمَضَانُ سَيَعُوْدُ، وَلَكِن اسْكُبْ الدَّمَعَاتِ خَشْيَةَ أَنْ يَعُودَ رَمَضَانُ وَ أنْتَ رَاحِلٌ
Artinya, “Kau tak perlu menyucurkan air mata karena kepergian Ramadhan, sebab bulan Ramadhan pasti akan kembali. Tapi cucurkanlah air mata karena khawatir ketika Ramadhan datang kembali, tapi kau telah pergi (sudah meninggal/ belum meninggal tapi telah pergi dari sebuah ketaatan).”
Masih Ada Asa agar Semua Tak Sia-sia
Sejatinya, sebelum bulan Ramadhan pergi, kita masih mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan target-target yang belum terlaksana, walaupun waktu yang tersisa begitu singkat, seperti mengkhatamkan al-Qur’an, memperbanyak sedekah, dan lain sebagainya.
Kalau kita ibaratkan, hari-hari akhir Ramadhan ini seperti babak final dalam sebuah kompetisi, para peserta semakin sedikit. Hanya mereka yang bersungguh-sungguh dan istiqamah berhasil lolos dari babak sebelumnya.
Layaknya seekor kuda pacu, yang mana jika sudah mendekati garis finis, ia akan mengerahkan segenap tenaganya untuk meraih kemenangan. Oleh karena itu, jika kita merasa tak baik dalam menyambut bulan Ramadhan, maka marilah melakukan yang baik di detik-detik perpisahan dengannya.
Do’a Akhir Ramadhan
Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi dalam salah satu kesempatan pernah berkata dengan mengutip sebuah hadits, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika berpisah dengan bulan suci Ramadhan berdoa sebagai berikut:
أَللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنْ صِيَامِنَا إِيَّاهُ، فَإِنْ جَعَلْتَهُ فَاجْعَلْنِيْ مَرْحُوْمًا وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ مَحْرُوْمًا
Artinya: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan bulan Ramadhan tahun ini sebagai bulan Ramadhan terakhir dalam hidupku. Namun, jika Engkau menjadikannya sebagai Ramadhan terakhir bagiku, maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi dan jangan jadikan aku orang yang Engkau murkai."
Lalu, Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi mengutip riwayat dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, dari Nabi Muhammad SAW, bahwa barang siapa yang membaca doa ini di malam terakhir bulan Ramadhan, maka ia akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan: yakni menjumpai bulan Ramadhan mendatang atau pengampunan dan rahmat Allah. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar