Ikhtiar Nenek Munira Menuju Ka'bah Bermodalkan Dua Petak Sawah

Aceh Besar, NU Online
Garis senyum itu merekah perlahan di wajah yang dihiasi kerutan pengalaman. Namun, di balik senyum itu, terpancar mata yang mulai berkaca-kaca, menyimpan haru yang tak terperi.
Suara Nenek Munira, wanita kelahiran tahun 1951 dari Desa Lawe Cureh, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, terdengar sedikit parau, sesekali tertahan oleh emosi yang membuncah saat ia mulai menceritakan perjuangan seorang hamba untuk menggapai panggilan suci ke Baitullah.
Sejak tahun 2006, selepas kepergian sang suami yang meninggalkan dua petak sawah sebagai warisan, Nenek Munira memanggul tanggung jawab. Dengan tekun dan gigih, ia mengelola lahan itu, mencurahkan tenaga dan peluh demi menghidupi diri dan keluarga.
Namun, di sela-sela kesibukan bertani, tersimpan sebuah niat yang tak pernah pudar untuk menjejakkan kaki di Tanah Haram, Makkah al-Mukarramah, mengikuti jejak para nabi, dan menyempurnakan rukun Islam.
"Saya sudah menabung sejak tahun 2012," ungkap Nenek Munira dengan nada yang kini mulai mantap, seolah mengenang kembali setiap keping Rupiah yang ia sisihkan, kepada NU Online pada Ahad (11/5/2025).
Ia mengungkapkan hasil tabungan tersebut bukan hanya dari hasil panen, tetapi juga dari uluran kasih sayang anak-anaknya. Pundi-pundi impian itu, perlahan namun pasti, terisi.
Keinginan untuk menunaikan ibadah haji sebenarnya sudah lama bersemi di hatinya. Namun, berbagai rintangan silih berganti datang menghampiri. "Dulu, belum terbayang rasanya bisa berangkat ke Tanah Suci. Tapi, ketika mengantar kakak ipar berangkat haji, hati ini seperti tersentil," kenangnya. Sebuah pertanyaan sederhana namun sarat makna berbisik dalam benaknya, "Kapan tiba giliran saya dipanggil?," tambah nek Munira
Takdir Allah swt memang indah. Saban hari, jika musim haji tiba, sayap-sayap maskapai yang mengangkut jamaah haji ke Tanah Suci terlihat jelas dari sawah tempa tempat ibu lima anak itu bekerja. Terlihat jelas yang hanya berjarak 15 KM dari Banda Sultan Iskandar Muda (SIM).
"Ya dari situ, saya mulai merasakan getaran di hati, ada rasa sedih juga. Dari sana, saya mulai menabung sedikit demi sedikit," jelasnya.
Setelah bertahun-tahun menabung dengan sabar, penantian itu akhirnya berbuah manis. Tahun ini nama Munira diumumkan ikut berangkat oleh Kemenag Aceh untuk menjadi tamu Allah pada 29 Mei 2025 mendatang, dengan keberangkatan melalui kloter 11. Kabar gembira itu ia dapatkan dari seorang keponakan yang juga mendaftar sebagai calon jemaah haji. Betapa terkejut dan bahagianya ia ketika melihat namanya tertera dalam daftar calon tamu Allah tahun ini.
Di usianya yang kini memasuki senja, kesehatan menjadi perhatian utama. Namun, lagi-lagi, Nenek Munira merasakan sentuhan keajaiban. "Alhamdulillah, saya lewat dan dinyatakan sehat pada proses pemeriksaan kesehatan. Alhamdulillah sehat sekarang," tuturnya penuh syukur. Ia mengenang masa mudanya ketika kakinya sempat mengalami cedera. "Meskipun dulu kaki saya sempat cidera, tapi Alhamdulillah ini tidak mengganggu. Kaki ini tidak selalu sakit, hanya sesekali," imbuhnya dengan nada optimis.
Kini, doa dan harapan terus dipanjatkan. "Semoga tidak ada kendala lagi ke depan, dan saya berdoa dan berharap bisa sampai ke Tanah Suci. Saya selalu berdoa semoga lancar, supaya kaki ini bisa berjalan meski ada sedikit cedera," lirihnya.
Perjalanan hidup Nenek Munira tidaklah mudah. Ia telah ditinggal oleh sang suami tercinta pada tahun 2002, ketika anak terakhirnya masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Namun, cobaan itu tidak memadamkan semangatnya untuk mewujudkan impian mulia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar