Khutbah Jumat: Tenang dalam Takdir dan Teguh dalam Ikhtiar
NU Online · Rabu, 24 September 2025 | 21:00 WIB
Ilustrasi beban yang berat. Sumber: Canva/NU Online.

Kolomnis
Hidup tidak hanya tentang berusaha, tapi juga tentang menerima dengan lapang dada. Kita dituntut untuk berikhtiar sebaik mungkin, namun hasil akhirnya selalu berada dalam kuasa Allah swt. Maka tenang dalam menerima takdir serta teguh dalam melakukan ikhtiar merupakan ciri khas dari orang-orang beriman. Mereka tidak mudah patah ketika gagal, dan tidak pula lalai ketika berhasil.
Naskah khutbah Jumat berikut ini dengan judul, “Tenang dalam Takdir dan Teguh dalam Ikhtiar”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
Khutbah Jumat: 4 Resep Hidup Bahagia
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْزَلَ الْأَحْكَامَ لِإِمْضَاءِ عِلْمِهِ الْقَدِيمِ، وَأَجْزَلَ الْإِنْعَامَ لِشَاكِرِ فَضْلِهِ الْعَمِيمِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْبَرُّ الرَّحِيمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ بِالدَّيْنِ الْقَوِيمِ، الْمَنْعُوتُ بِالْخُلُقِ الْعَظِيمِ. صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ وَالتَّسْلِيمِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الْكَرِيْمِ، فَإِنِّي أُوْصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْحَكِيْمِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: قُلْ لَّنْ يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Puji syukur alhamdulillahi rabbil alamin, atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah swt berikan kepada kita semua, mulai dari nikmat iman, sehat, nikmat akal untuk merencanakan ikhtiar, hingga nikmat hati untuk menerima segala takdir. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Rasulullah Muhammad SAW, allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala alih wa shahbih.
Selanjutnya, sudah menjadi amanah bagi kami selaku khatib pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk senantiasa mengingatkan diri kita semua akan pentingnya meneguhkan iman dan merawat takwa dalam kehidupan sehari-hari. Karena iman dan takwa itulah yang akan meneduhkan hati ketika gelisah menghampiri kita, serta menguatkan langkah ketika lelah mulai melanda. Dan hanya takwa pula yang akan menjadi bekal kita menuju akhirat nanti. Allah SWT berfirman:
Baca Juga
Khutbah Jumat: Berbuat Baik kepada Tetangga
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الأَلْبَابِ
Artinya, “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat,” (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Hidup merupakan perpaduan antara usaha dan menerima. Kita seringkali menghadapi situasi yang membuat hati gundah karena usaha yang belum membuahkan hasil, cobaan yang datang bertubi-tubi, atau masa depan yang terasa tidak pasti. Dalam menghadapi keadaan-keadaan seperti ini, Islam mengajarkan kita tentang tenang dalam takdir serta teguh dalam ikhtiar.
Tenang dalam takdir tidak berarti menyerah dan tidak melakukan apa-apa, tetapi meyakini bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Namun tenang dalam menerima takdir harus diiringi dengan sikap yang teguh dalam berikhtiar, karena ia akan menjadi bukti bahwa kita tidak hanya berpangku tangan menunggu takdir, tetapi berusaha untuk meraih yang terbaik. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya, “Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal,” (QS Ali ‘Imran, [3]: 159).
Ayat ini mengajarkan kepada kita perihal keseimbangan antara ikhtiar dan tawakal, sehingga kita bisa tenang dalam menerima takdir tetapi tetap teguh dalam melakukan ikhtiar. Dan apabila kita sudah mampu menyeimbangkan keduanya, maka Demikianlah buah dari iman yang tertanam dalam diri kita.
Tangan kita menanam, mengolah tanah, memilih bibit yang baik, menyirami, memberi pupuk, bahkan melindungi tanaman dari kemungkinan gangguan. Semua itu adalah ikhtiar nyata yang tidak boleh ditinggalkan. Namun setelah itu, hati kita harus tetap bergantung kepada Allah dan menyerahkan hasilnya kepada-Nya, karena tanpa izin dari-Nya tidak ada satu pun usaha yang akan berhasil.
Inilah makna sejati dari tekad yang dibarengi tawakal, yaitu melakukan ikhtiar sekuat tenaga, kemudian pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT. Penjelasan ini sebagaimana tertulis dalam kitab Tafsir asy-Sya’rawi, jilid III, halaman 184, Syekh Mutawalli asy-Syarawi mengatakan:
اَلْجَوَارِحُ تَعْمَلُ وَالْقُلُوْبُ تَتَوَكَّلُ! اَلْجَوَارِحُ تَقُوْلُ: نَزْرَعُ، نَحْرُثُ، نَأْتِي بِالْبَذْرِ الْجَيِّدِ، نُرْوِي، نَضَعُ سَمَاداً وَنَفْتَرِضُ أَنَّ الصَّقِيْعَ قَدْ يَأْتِي وَنَخْشَى عَلىَ النَّبَاتِ مِنْهُ فَنَأْتِي بِقَشٍّ وَنَحْوِهِ وَنُغَطِّيْهِ. كُلُّ هَذِهِ عَمَلُ الْجَوَارِحِ. وَبَعْدَ ذَلِكَ، الْقُلُوْبُ تَتَوَكَّلُ
Artinya, “Anggota badan bekerja dan hati bertawakal! Anggota badan berkata: ‘Kami menanam, membajak, membawa benih yang baik, menyirami, memberi pupuk, dan kami mengira bahwa embun beku mungkin datang lalu kami khawatir terhadap tanaman karenanya, maka kami membawa jerami dan sejenisnya untuk menutupinya.’ Semua ini adalah kerja anggota badan (ikhtiar). Setelah itu, barulah hati bertawakal.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Setelah kita memahami bahwa ikhtiar harus berjalan beriringan dengan tawakal, ada satu nasihat penting dari Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari. Beliau mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam kegelisahan yang berlebihan, karena sering kali manusia terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya sudah berada di bawah kendali Allah. Akibatnya, hati menjadi lelah, pikiran menjadi berat, dan kita kehilangan ketenangan dalam hidup. Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Syarhul Hikmah, halaman 17, mengatakan:
أرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيرِ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لاَ تَقُم بِهِ لِنَفْسِكَ
Artinya, “Tenangkanlah dirimu dari perencanaan yang berlebihan, sebab apa yang sudah dijamin oleh selain kamu (Allah), engkau tidak perlu sibuk memikirkannya.”
Maksud nasihat di atas adalah Imam Ibnu Athaillah mengajak kita untuk berhenti dari kebiasaan membebani diri dengan rencana-rencana yang justru bertentangan dengan hakikat penghambaan. Seperti ketika kita terus berkata, “Seandainya aku lakukan ini, pasti hasilnya akan begini.” Padahal Allah telah menetapkan segala sesuatu sejak zaman azali. Lantas, mengapa kita masih mengurus ulang apa yang sudah Allah urus dengan sempurna? Sedangkan kita sadar, kemampuan kita sangat terbatas.
Namun perlu kita bedakan, bahwa yang dilarang adalah perencanaan yang disertai kecemasan dan penolakan terhadap takdir. Adapun perencanaan yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah, justru sangat dianjurkan. Bahkan Imam Ibnu Athaillah juga menyebutkan dalam kitab yang sama,
اَلتَّدْبِيْرُ نِصْفُ الْمَعِيْشَةِ
Artinya, “Perencanaan yang baik adalah separuh dari kehidupan.”
Inilah fondasi penting bagi kita semua sebagai seorang hamba. Kita tetap berikhtiar dengan sekuat tenaga, namun hati tidak boleh lepas dari tawakal. Kita harus tetap berusaha, tapi tidak larut dalam cemas. Kita tetap harus memiliki rencana, tapi tetap percaya bahwa hasil akhirnya tergantung takdir yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Demikianlah khutbah yang dapat kami sampaikan pada hari ini. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk teguh dalam berikhtiar, diberi kesabaran dalam menerima takdir, serta memiliki hati yang lapang untuk selalu ridha atas ketentuan-Nya. Dan semoga khutbah ini menjadi pengingat yang membawa berkah dan manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.