Kisah Rasulullah Membangun Masjid Nabawi: Gotong Royong dan Pemanfaatan Tenaga Ahli
Nabi Muhammad Membantu Kerja Bakti (Ro’an) Bersama Para Sahabat
Dalam satu riwayat, diceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah ikut membantu kerja bakti bersama para sahabat. Hal ini ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) dalam musnad-nya merekam bagaimana proses pembangunan kedua (renovasi) Masjid Nabawi di era Rasulullah saw. melalui kisah riwayat Abu Hurairah ra.
عن أبي هريرة، أنهم كانوا يحملون اللبن إلى بناء المسجد، ورسول الله ﷺ معهم، قال: فاستقبلت رسول الله ﷺ وهو عارض لبنة على بطنه، فظننت أنها قد شقت عليه، قلت: ناولنيها يا رسول الله، قال: «خذ غيرها يا أبا هريرة، فإنه لا عيش إلا عيش الآخرة». (رواه أحمد)
Artinya: “Abu Hurairah mengisahkan bahwa para sahabat tampak sibuk mangangkut batu bata untuk pembangunan masjid, sementara Rasulullah ikut serta dengan mereka. Lalu, saya menoleh ke arah Rasulullah yang sedang menahan batu bata dengan perutnya. Saya mengira beliau merasa terlalu berat dengan batu itu, dan saya menawarkan, ‘Berikan kepada saya batu itu, wahai Rasulullah,’ tapi beliau justru menjawab, ‘Ambil yang lain saja, Aba Hurairah. (Saya melakukan ini sebab) tidak ada kehidupan hakiki kecuali kehidupan akhirat.” (Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, vol. 14 [Tanpa Kota: Muassasah ar-risalah, 2001], hlm. 512)
Imam al-Bukhari dalam Sahih-nya juga merekam proses pembangunan Masjid Nabawi melalui sudut pandang Abu Said al-Khudri ra.
عن عكرمة قال لي ابن عباس ولابنه علي: انطلقا إلى أبي سعيد فاسمعا من حديثه، فانطلقنا فإذا هو في حائط يصلحه، فأخذ رداءه فاحتبى، ثم أنشأ يحدثنا حتى أتى على ذكر بناء المسجد، فقال: كنا نحمل لبنة لبنة وعمار لبنتين لبنتين، فرآه النبي ﷺ، فينفض التراب عنه.
Artinya: “Ikrimah mengisahkan: Ibn Abbas menyuruhku dan putranya bernama Ali untuk menemui Abu Sa’id al-Khudri agar mendengar hadis darinya. Kami berdua berangkat menemui Abi Said dan kami mendapati beliau sedang menyiram kebunnya. Beliau bergegas mengambil selendangnya dan duduk bersama kami lalu bercerita tentang pembangunan Masjid (Nabawi): ‘Kami pada saat itu mengangkut batu bata satu demi satu, sementara Ammar (bin Yasar) mengangkut batu bata dua-dua sekaligus. Saat Nabi melihat Ammar, beliau mengibaskan debu-debu yang menempel di badan Ammar.” (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 1993], hlm. 171).
Dalam riwayat Amr bin al-Ash ra., Nabi berkata kepada Ammar seraya mengibaskan debu di badan Ammar:
انك لحريص على الأجر، وانك لمن أهل الجنة وانك لتقتلك الفئة الباغية
Artinya: “Kamu semangat sekali kalau urusan pahala, dan kamu termasuk ahli surga. Kelak kamu akan dibunuh oleh sekelompok pemberontak.” (Ibn Rajab al-Hanbali, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, vol. 3 [Madinah: Maktabah al-Guraba, 1996], hlm. 307)
Dalam sebagian riwayat lain Nabi berkata kepada Ammar:
يا عمار ألا تحمل لبنة كما يحمل أصحابك؟ قال: إني أريد الأجر من الله، قال: فجعل ينفض التراب عنه
Artinya: “Ammar, angkutlah batu bata satu-satu seperti kawan-kawan yang lain (jangan dua-dua).’ Ammar menjawab, ‘Sesungguhnya aku menginginkan pahala dari Allah.’ Lalu Nabi mengibaskan debu yang menempel pada Ammar.” (Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, vol. 14 [Tanpa Kota: Muassasah ar-risalah, 2001], hlm. 368)
Hadis-hadis ini merupakan bukti sejarah bahwa tradisi gotong-royong (roan) dalam membangun fasilitas umum sudah diteladankan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabat-sahabatnya ra.
Nabi Muhammad Tetap Melibatkan Tenaga Ahli dalam Pembangunan
Dalam proses pembangunan Masjid Nabawi, hadir juga perwakilan dari Klan Bani Hanifah yang berdomisili di Yamamah, sebuah kawasan di antara Makkah dan Yaman. Salah seorang dari mereka bernama Talq bin Ali al-Hanafi al-Yamami menceritakan pengalamannya:
بنيت المسجد مع رسول الله ﷺ فكان يقول: قربوا اليمامي من الطين، فإنه أحسنكم له مسا وأشدكم له سبكا
Artinya: “Saya (Talq bin Ali) membangun masjid bersama Rasulullah saw. Lalu beliau bersabda: ‘Mohon kalian semua menyerahkan tanah liat kepada orang Yamamah ini, sebab ia lebih bagus sentuhanya dan lebih keras adukannya dari pada kalian.” (Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Beirut:Dar al-Ma’rifah, 1379 H], hlm. 543)
Dalam sebagian riwayat, Talq bin Ali mengatakan:
أتيت رسول الله – ﷺ – وهم يؤسسون مسجد المدينة. قال: وهم ينقلون الحجارة. قال: فقلت يا رسول الله، ألا ننقل كما ينقلون؟ قال: «لا، ولكن اخلط لهم الطين يا أخا اليمامة، فأنت أعلم به» . قال: فجعلت أخلطه، وهم ينقلونه.
Artinya: “Saya (Talq bin Ali) mendatangi Rasulullah saw. Di saat beliau dan para sahabat yang lain sedang membangun Masjid Madinah. Tampak mereka sedang sibuk mengangkut batu-batu. Lalu saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah saya juga ikut mengangkut batu seperti mereka?’ Beliau menjawab, ‘Jangan, sebaiknya kamu mengaduk tanah liat saja, wahai Saudara dari Yamamah, sebab kamu lebih tahu perihal tanah liat.’ Maka aku pun bergegas mengaduk tanah liat, sementara sahabat yang lain bertugas mengangkut.” (Ibn Rajab al-Hanbali, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, vol. 3 [Madinah: Maktabah al-Guraba, 1996], hlm. 304).
Dalam sebagian riwayat yang lain, Talq bin Ali mengatakan:
فأخذت المسحاة فخلطت الطين فكأنه أعجبه، فقال: دعوا الحنفي والطين، فإنه أضبطكم للطين.
Artinya: “Saya (Talq bin Ali) langsung mengambil sekop dan mulai mengaduk tanah liat. Mungkin caraku bekerja ini membuat Rasulullah kagum hingga beliau bersabda, ‘Biarkan orang keturunan Bani Hanifah ini berkecimpung dengan tanah liat, sebab ia lebih ahli dalam hal ini dari pada kalian.” (Ibn Rajab al-Hanbali, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, vol. 3 [Madinah: Maktabah al-Guraba, 1996], hlm. 307).
Di samping itu, Nabi Muhammad saw. menyuruh seorang pengrajin kayu untuk membuatkan mimbar masjid. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Sahih al-Bukari.
عن جابر أن امرأة قالت: يا رسول الله، ألا أجعل لك شيئا تقعد عليه؟ فإن لي غلاما نجارا، قال: إن شئت، فعملت المنبر
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bahwa seorang perempuan berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, bagaiman kalau aku buatkan tempat duduk untukmu? Aku memiliki hamba sahaya pengrajin kayu.’ Lalu Rasulullah menjawab, ‘Kalau kamu bersedia, buatkan mimbar.” (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 1993], hlm. 449).
Namun, karena terlalu lama menunggu selesainya mimbar itu, Nabi perlu menegaskan kembali dengan mengutus seseorang.
عن سهل قال: بعث رسول الله ﷺ إلى امرأة أن مري غلامك النجار يعمل لي أعوادا أجلس عليهن
Artinya: “Diriwayatkan dari Sahl bahwa Rasulullah saw. mengirim untusan kepada seorang perempuan untuk menyuruh hamba sahayanya yang pengrajin kayu agar membuat tempat duduk.” (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 1993], hlm. 449).
Dari hadis ini, Imam Ibn Hajar al-Asqalani menyimpulkan bahwa melibatkan tenaga ahli dalam mengerjakan sesuatu termasuk sesuatu yang dianjurkan. Beliau menegaskan:
ومنه تؤخذ مشروعية الاستعانة بغيره من الصناع
Artinya: “Dari sini dapat diambil kesimpulan perihal anjuran meminta bantuan ahli di bidangnya.” (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 1993], hlm. 449).
Pahala Amal Jariah Membangun Masjid, Madrasah dan Asrama Pondok Pesantren
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda:
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة: إلا من صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له (رواه مسلم)
Artinya: “Jika seseorang telah meninggal dunia maka amalnya sudah terputus (tidak ada pencatatan pahala) kecuali dari tiga hal: (1) sedekah jariah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak saleh yang mendoakan kebaikannya.” (Muslim bin al-Hajaj, Sahih Muslim, vol. 5 [Turki: Dar at-Taba’a al-Amirah, 1334 H], hlm. 74)
Pemaknaan “sedekah jariah” secara luas mencakup pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat, seperti masjid, madrasah, pondok pesantren dan lain sebagainya. Imam Muzhiruddin az-Zaidani (w. 727 H) dalam menafsiri hadis di atas mengatakan:
إذا مات الإنسان لا يكتب له بعد موته أجر وثواب؛ لأن الأجر جزاء العمل الصالح، والعمل ينقطع بموت الرجل إلا إذا فعل فعلا في الحياة يدوم خيره، وإذا كان كذلك يلحقه أجره، وذلك ثلاثة أشياء: أحدها: الصدقة الجارية وهي وقف أرض أو دار على المسلمين أو على شخص واحد أو بناء مسجد أو مدرسة أو رباط، أو حفر بئر وغير ذلك مما ينتفع به الناس
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia maka tidak ada pencatatan pahala setelah kematiannya, sebab pahala merupakan balasan atas amal baik seseorang, sementara setelah kematian tidak dapat berbuat amal apapun. Terkecuali jika semasa hidupnya pernah berbuat suatu hal yang manfaatnya terus berlanjut maka pahalanya akan terus mengalir. Perbuatan tersebut ada tiga. Pertama, sedekah jariah, yakni mewakafkan sebidang tanah atau bangunan untuk masyarakat muslim atau perorangan; membangun masjid, madrasah, asrama (tempat tinggal untuk yang membutuhkan); menggali sumur dan fasilitas bermanfaat lainnya.” (Muzhiruddin az-Zaidani, al-Mafatih fi Syarh al-Masabih, vol. 1 [Tanpa Kota: Dar an-Nawadir, 2012], hlm. 302)
Imam Ibn Mulaqqan (w. 804 H) Syarh Bukhari menyampaikan:
التعاون في بنيان المسجد من أفضل الأعمال؛ لأن ذلك مما يجزى الإنسان أجره بعد مماته
Artinya: “Gotong-royong dalam pembangunan masjid termasuk amal paling utama, sebab balasan pahalanya tetap mengalir setelah kematian.” (Ibn al-Mulaqqan, at-Taudih li Syarh al-Jami’ as-Sahih, vol. 5 [Damaskus: Dar an-Nawadir, 2008], hlm. 535)
Nilai pahala menyumbangkan tenaga secara cuma-cuma tentu lebih besar dibandingkan pahala menyumbangkan tenaga secara bertarif (dibayar). Imam Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) dalam Fath al-Bari menegaskan:
ومن بناه بالأجرة لا يحصل له هذا الوعد المخصوص لعدم الإخلاص وإن كان يؤجر في الجملة
Artinya: “Keistimewaan pahala yang telah dijanjikan tidak dapat digapai oleh seseorang yang membangun (masjid) dengan suatu imbalan (bayaran), karena dianggap tidak ikhlas dalam beramal. Meskipun secara umum juga tetap mendapatkan pahala.” (Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, vol. 1 [Beirut:Dar al-Ma’rifah, 1379 H], hlm. 545)
Maka dari keterangan di atas, ada teladan dan pelajaran yang bisa kita amalkan sesuai dengan yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dalam membangunt tempat ibadah yang diperuntukkan bagi banyak orang Islam. Maka sekarang di pondok pesantren tidaklah mengherankan jika para santri pondok pesantren memiliki semangat yang berkobar ketika ro’an atau kerja bakti, dalam membangun asrama, membersihkan asrama dan sebagainya, yang memang tujuan utamanya ialah ibadah kepada Allah SWT.
Penulis: Muhammad Afin, S.Ag, Ma’had Aly Lirboyo.
Editor: Muh. Sutan