Pesantren Tak Sekadar Tempat Belajar, Tapi Pusat Tafakur dan Pembentukan Karakter
Kamis, 9 Oktober 2025 | 21:30 WIB
Ketua LD PBNU KH Abdullah Syamsul Arifin (kiri). (Foto: NOJ/ Mokh Faisol)

Pasuruan, NU Online Jatim
Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Abdullah Syamsul Arifin, menegaskan bahwa pesantren bukan hanya tempat belajar bagi santri, tetapi pusat lembaga tafakur dan pembentukan karakter.
Penegasan itu disampaikan saat acara Silaturahim Pengurus Pondok Pesantren se-Kabupaten Pasuruan. Kegiatan dalam rangka Hari Santri 2025 itu dipusatkan di halaman Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RSNU) Kabupaten Pasuruan, Rabu (08/10/2025).

“Pesantren sejatinya bukan hanya tempat belajar fikih dalam arti ilmu, tetapi lembaga tafakur tempat santri ditempa agar memahami agama secara menyeluruh,” ujar Gus Aab, sapaan karibnya.
Baca Juga
Tabuhan Rebana Tandai Kick Off Rangkaian Hari Santri 2025 Pasuruan
Ia menjelaskan, pesantren memadukan tiga pilar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dari akidah lahir ilmu kalam, dari syariah muncul berbagai cabang ilmu hukum, dan dari akhlak berkembang tasawuf. Ketiganya menjadi fondasi dalam pendidikan pesantren.

“Pesantren melahirkan santri yang tidak hanya tahu hukum agama, tetapi juga mampu berpikir mendalam, memiliki kepekaan sosial, dan siap menjadi inzar al-qaum di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Gus Aab menegaskan, proses pembelajaran di pesantren dirancang untuk menjawab tantangan kekinian sekaligus masa depan yang selama ini jarang diketahui atau bahkan tidak tahu.
“Pesantren bukan hanya ready to use, tapi ready for life. Yakni, siap hidup dalam berbagai situasi, karena di sana dibangun karakter, bukan sekadar pengetahuan,” jelasnya.
Baca Juga
Ta’lim dan Ta’allum, Keistimewaan Pendidikan Ala Pesantren
Ia juga menyoroti riset dari Universitas Gadjah Mada yang menunjukkan 67 persen lulusan perguruan tinggi bekerja tidak sesuai dengan bidangnya. Menurutnya, hal ini menunjukkan adanya krisis relevansi dan ketahanan mental lulusan.
“Berbeda dengan santri. Mereka terbiasa beradaptasi, mandiri, dan memiliki daya juang tinggi. Itu yang membuat mereka mampu menghadapi realitas hidup dengan ketangguhan spiritual dan sosial,” tegasnya.
Baca Juga
Profil Berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan
Ia menyebutkan bahwa sistem pendidikan pesantren telah lama menanamkan konsep soft skill education, jauh sebelum istilah itu populer di dunia akademik modern. Disebutkan, secara alami santri telah belajar komunikasi, kemampuan adaptasi, kerja sama, dan pemecahan masalah melalui kegiatan bahsul masail yang menjadi tradisi pesantren.
“Di pesantren besar seperti Sidogiri, semua santri belajar hidup bersama dalam satu sistem yang sama. Ini membentuk kemampuan komunikasi dan adaptasi lintas perbedaan,” jelasnya.
Dirinya menerangkan, pesantren juga menanamkan mental tangguh dan tanggung jawab sosial kepada santri. Bahkan, pesantren merupakan lembaga pendidikan berbasis masyarakat, sehingga ia mandiri dan kegiatannya akan terus berjalan tanpa harus bergantung kepada pemerintah.
“Kalau perguruan tinggi negeri dihentikan dananya setahun saja, mungkin akan lumpuh. Tapi pesantren tetap hidup, karena ia mandiri dan berakar pada masyarakat,” pungkasnya.