Santri di Pulau Kangean Desak PT KEI Hentikan Rencana Eksplorasi Tambang Migas
NU Online · Senin, 20 Oktober 2025 | 16:30 WIB
Aksi Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSASS) Rayon Kangean mendesak pemerintah segera membatalkan seluruh aktivitas PT Kangean Energy Indonesia (KEI) Ltd di Pulau Kangean. (Foto: dok. IKSASS)

Jakarta, NU Online
Penolakan terhadap rencana eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, semakin menguat.
Rayon Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafi’iyah (IKSASS) Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mendesak SKK MIGAS, Menteri ESDM, serta Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengevaluasi, meninjau kembali dan membatalkan seluruh proses kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi.
Ketua Rayon IKSASS, Mahmudi, mengatakan bahwa aktivitas pertambangan migas berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang serius, seperti gangguan lahan, emisi gas rumah kaca, tumpahan minyak, kebocoran pipa gas, serta kerusakan ekosistem laut.
Baca Juga
Masyarakat Sekitar Tolak Penambangan Migas di Pulau Kangean
Menurutnya, kegiatan survei seismik 3D multizona Kangean Barat yang meliputi wilayah daratan, pesisir, dan laut dangkal berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat.
"Kegiatan survei seismik 3D yang sedang berlangsung saat ini berdampak merusak tatanan sosial yang sangat nyata bagi masyarakat Kangean, seperti saling fitnah, adu domba, serta berpotensi melahirkan gerakan sporadis-anarkis yang dapat mengganggu ketertiban dan merusak fasilitas umum," kata Mahmudi dalam keterangan diterima NU Online di Jakarta, dikutip pada Senin (20/10/2025).
Ia menilai, pemerintah dan perusahaan mengabaikan kondisi sosial masyarakat setempat dengan tidak melibatkan mereka secara penuh serta tidak menghormati hak-hak warga.
"Padahal menurut perundang-undangan yang berlaku, Pulau Kangean tergolong dalam pulau kecil yang seharusnya terbebas dari segala kegiatan aktivitas Pertambangan Minyak dan Gas," jelasnya.
Mahmudi juga menuntut Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo untuk menerbitkan kebijakan tentang penghentian kegiatan seluruh proses kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan migas di Pulau Kangean yang tergolong Pulau Kecil.
Baca Juga
PBNU dan Tambang: Dinamika Sikap NU dalam Satu Dekade
"Menuntut pertanggungjawaban Perusahaan dan Pemerintah terhadap perubahan kondisi sosial Masyarakat Pulau Kangean saat ini untuk dipulihkan ke keadaan semula (damai, makmur sentosa)," sambungnya.
Beberapa waktu terakhir, keberadaan kapal-kapal survei seismik 3D milik PT Kangean Energy Indonesia (KEI) di perairan sekitar Pulau Kangean memicu kegaduhan di tengah warga.
Aktivitas survei yang tetap dilanjutkan meskipun menuai protes luas, dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi masyarakat setempat, hingga membuat hubungan sosial warga menjadi tegang dan memunculkan berbagai tuduhan di internal masyarakat.
Masyarakat Kepulauan Kangean melakukan unjuk rasa menolak penambangan Migas yang rencananya akan dilakukan di Pulau Kangean bagian barat.
Penolakan ini disampaikan dengan unjuk rasa yang dilakukan dengan pawai panjang (long march) dari SMP 1 Arjasa menuju perempatan Karang Loar dan berakhir di Kantor Kecamatan Arjasa pada Senin (16/6/2025).
Unjuk rasa penolakan itu didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pada pasal 35 dinyatakan tentang larangan aktivitas penambangan migas di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta merugikan masyarakat.
Pulau Kangean merupakan salah satu dari gugusan Kepulauan Kangean yang terdiri dari 91 pulau, hanya 27 pulau berpenghuni. Pulau ini dikenal karena kekayaan alamnya, termasuk potensi cadangan gas alam dan sumber daya laut, serta memiliki daya tarik wisata bahari seperti pantai berpasir putih dan keindahan bawah laut.
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, mengungkapkan tingginya risiko tambang.
Di selat Madura, katanya, pernah terjadi minyak tumpah karena kebocoran pipa pada 2010 yang cemari laut. Tak hanya lingkungan, nelayan atau masyarakat pesisir pun terdampak.
Tangkapan ikan di Kabupaten Sampang Pamekasan saat itu menurun. Sedangkan di Kangean, jika terjadi kebocoran/tumpahan minyak, maka ikan-ikan akan bermigrasi ke arah Sulawesi.
"Nelayan kecil yang jangkauannya ini kan enggak sampai bisa lebih dari 10 mil begitu. Karena kapal-kapalnya kecil, terbatas," katanya.
Sementara itu, Manajer Public and Government Affairs (PGA) KEI, Kampoi Naibaho, menyatakan bahwa aspek lingkungan hidup akan tetap dijaga sebagai prinsip utama dalam pelaksanaan kegiatan seismik.
Kampoi mengakui bahwa survei seismik 3D merupakan bagian dari kegiatan eksplorasi sebagai upaya Pemerintah Republik Indonesia menemukan cadangan migas baru, di tengah kondisi penurunan produksi saat ini.
"Kegiatan seismik merupakan tahapan awal dari proses eksplorasi migas," katanya, sebagaimana dilansir Kompas.