Pidato Lengkap Ketum PBNU tentang Semangat Hari Santri dan Amanat Persatuan KH Hasyim Asy‘ari - NU Online

Central Informasi
By -
0

 

Pidato Lengkap Ketum PBNU tentang Semangat Hari Santri dan Amanat Persatuan KH Hasyim Asy’ari

NU Online  ·  Senin, 20 Oktober 2025 | 18:00 WIB


Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan pidato dalam acara Kick-Off Hari Santri, di Gedung PBNU, Jakarta, pada Jumat, 10 Oktober 2025. (Foto: NU Online/Suwitno)

Ahmad Naufa

Penulis

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi menggelar Kick Off Hari Santri 2025 yang mengusung tema Mengawal Indonesia MerdekaMenuju Peradaban Mulia di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Jumat, 10 Oktober 2025.


Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf didaulat memberi pidato arahan. Berikut arahan lengkap kiai yang karib disapa Gus Yahya itu.


***


Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.

Alhamdulillāh wa syukrulillāhwas shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulānā Muhammad ibni Abdillāhwa 'alā ālihi wa shahbihi wa man wālāhAmma ba’ad.

Baca Juga

Pidato Lengkap Gus Yahya: Khidmah yang Masuk Akal bagi NU


Yang mulia Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Miftachul Akhyar, athālallāhu baqā’ah. Yang saya hormati teman-teman dari jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Wakil Ketua Umum (PBNU) Kiai Amin Said Husni. Para ketua (PBNU), ada Pak Kiai Ulil Abshar Abdalla, Pak Rumadi Ahmad, Pak Ahmad Faisal, Pak Suaedy. Ada ketua (PBNU) yang tua sekali, Kiai Masyhuri Malik. Ada para wakil sekjen (PBNU) yang juga hadir bersama kita di sini. Para pimpinan lembaga-lembaga di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang saya hormati. Alhamdulillah. Juga dari banom-banom. Ini hadir pimpinan pusat banom-banom bersama kita juga di sini. Alhamdulillah.


Tiga elemen santri

Menjadi santri itu adalah sa’yun syāmil, perjuangan yang utuh yang menggabungkan sekurang-kurangnya tiga elemen utama, yaitu thalabul ‘ilmitazkiyatun nafs, dan jihād fi sabīlillāh. Jadi, orang menjadi santri itu kalau dia mau menggerakkan dirinya untuk thalabul ‘ilmi, mencari ilmu—dulu disebut menuntut ilmu, tapi kita khawatir nanti dianggap ilmu ini punya salah sehingga dituntut-tuntut, maka kita maknai dengan mencari ilmu, tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa. Karena, lebih dari sekadar mereka yang belajar di dalam lingkungan lembaga-lembaga sekuler atau di dalam lingkungan lembaga-lembaga pendidikan yang dikatakan formal atau lebih modern, santri itu belajar tidak hanya dengan mengisi akalnya saja, tapi juga diiringi dengan riyadlah untuk membersihkan jiwanya. Jadi kalau cuma belajar dengan menyerap ilmu pengetahuan saja, itu belum santri. Santri itu belajarnya dibarengi dengan tirakat. Ini karena dedikasi total kepada ilmu sehingga ilmu itu betul-betul diperjuangkan secara lahir dan batin.  Dan, elemen utama yang ketiga, jelas adalah jihad  sabīlillāh, karena seluruh keberadaan kita semua sebagai makhluk ini adalah untuk menghamba kepada Allah subhānahu wa ta’ālā, dan puncak dari penghambaan itu adalah jihad  sabīlillāh.


Semangat Hari Santri

Pada tahun ini kita mengambil tema atau tagline untuk Hari Santri kita: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Mulia. Kenapa? Karena Hari Santri itu sendiri ditetapkan dengan merujuk kepada Resolusi Jihad yang diumumkan oleh Nahdlatul Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945; seruan Perang Sabil untuk menolak upaya penjajah untuk kembali menjajah Tanah Air ini, untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Maka semangat dasar dari Hari Santri itu adalah semangat untuk mempertahankan, menjaga, membela, dan terus memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia, cita-cita Negara Proklamasi.

Baca Juga

Pidato Lengkap Ketum PBNU: Perjuangan Menuntut Keadilan dengan Rahmah


Presiden Prabowo Subianto pada suatu kesempatan mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu diproklamasikan di Jakarta dan ujian pertama terjadi di Surabaya, yaitu dengan Perang Surabaya menghadapi Sekutu yang membawa NICA datang untuk menjajah kembali di Indonesia ini. Dan kita bisa katakan: yang mengerjakan ujiannya itu adalah santri. Saya kira itu pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan dengan 22 Oktober sebagai Hari Santri; semangatnya adalah mengawal Indonesia merdeka.


Visi peradaban mulia

Indonesia merdeka itu bukan hanya sekadar mengumumkan kemerdekaan kita sendiri saja, bukan hanya sekadar mengklaim Nusantara ini sebagai wilayah milik kita sendiri. Bukan sekadar itu. Tapi kita bisa lihat bahwa visi Negara Proklamasi, visi dari Indonesia merdeka itu sebetulnya adalah visi tentang peradaban yang mulia bagi seluruh umat manusia. Ini dengan jelas bisa kita lihat, misalnya, di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di paragraf pertamanya saja sudah langsung dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Hak segala bangsa. Ini menunjukkan bahwa klaim kemerdekaan itu, oleh Indonesia ini, bukan klaim hanya untuk bangsa Indonesia saja, tapi klaim kemerdekaan untuk segala bangsa.


Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Jelas sekali bahwa ini adalah visi tentang peradaban yang lebih mulia bagi seluruh umat manusia; peradaban yang diwarnai dengan kesetaraan martabat di antara bangsa-bangsa; peradaban yang diteguhkan di dalamnya keadilan bagi seluruh umat manusia. Ini jelas merupakan visi tentang peradaban mulia bagi seluruh umat manusia.


Maka kita ingin menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama dengan segenap santri-santri yang menjadi kader-kadernya, yang hidup dalam jamaahnya, menjadi warganya, kita semua, ingin mengabdikan diri untuk mengawal Indonesia merdeka ini menuju cita-cita dasarnya, yaitu mewujudkan peradaban yang mulia bagi seluruh umat manusia.

Baca Juga

Pidato Lengkap Gus Yahya: Ada Bermacam Titik Capaian yang Diprioritaskan Seseorang


Hari Santri 2025 terdesentralisasi

Bapak Ibu, saudara-saudara sekalian.

Hari Santri kita tahun ini—setelah kita lakukan diskusi dengan segenap pengurus; beberapa waktu yang lalu digelar rapat gabungan syuriah dan tanfidziyah untuk membicarakan Hari Santri ini—kita sampai pada keinginan untuk melaksanakan peringatan Hari Santri ini dalam bentuk dan warna yang agak berbeda dari yang lalu-lalu. Kalau biasanya kemarin-kemarin kita mengadakan peringatan Hari Santri nasional ini dengan model yang cenderung terpusat, dengan satu event besar diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dengan apel besar, dengan berbagai macam inisiatif,—pernah ada, misalnya, kirab bendera merah putih dari ujung ke ujung wilayah Indonesia; ini semuanya kegiatan-kegiatan yang memang bernuansa terpusat—untuk tahun ini, kita ingin supaya lebih bisa lebih semarak penyelenggaraan peringatan Hari Santri ini, maka kita arahkan agar peringatan Hari Santri diselenggarakan secara tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jadi terdesentralisasi, tidak tersentralisasi lagi, tapi terdesentralisasi.


Kita meminta kepada seluruh jajaran kepengurusan Nahdlatul Ulama di semua tingkatan untuk masing-masing membuat inisiatif peringatan kegiatan-kegiatan untuk memperingati Hari Santri nasional ini berbagai bentuknya.


Lembaga-lembaga di lingkungan pengurus besar Nahdlatul Ulama ini juga sudah mengembangkan sejumlah inisiatif dalam rangka memperingati Hari Santri ini, mulai dari kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Istighotsah dan lain-lain. RMI dan JATMAN saya kira sudah mempersiapkan kegiatan-kegiatan itu. Kemudian juga kegiatan-kegiatan berupa forum-forum halaqah atau diskusi di antara, khususnya, para santri dan para kiai. Ada juga seperti Lembaga Pendidikan Ma'arif (NU) yang akan menggelar perkemahan internasional di Malang dengan apel puncaknya pada tanggal 22 Oktober nanti. Kemudian juga ada berbagai macam kegiatan sosial yang diinisiasi oleh LAZISNU, baik berupa bantuan-bantuan langsung kepada masyarakat maupun dalam kerja sama dengan lembaga-lembaga yang lain seperti Lembaga Kesehatan (NU) atau Lembaga Kemaslahatan Keluarga (NU) dengan berbagai bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan nanti.

Baca Juga

Pidato Lengkap Ketum PBNU Gus Yahya saat Peluncuran Aplikasi Digdaya Persuratan NU


Nah, pengurus-pengurus wilayah dan pengurus cabang (NU) di seluruh Indonesia dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga di lingkungan PBNU yang menginisiasi kegiatan nasional ini, sehingga nanti kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga di lingkungan PBNU ini bisa diselenggarakan di tingkat wilayah dan cabang (NU) seluruh Indonesia. Dan juga bisa meng-create sendiri, mengkreasi sendiri kegiatan-kegiatan di lingkungan masing-masing.


Kemarin bahkan ada gagasan untuk menjadikan Hari Santri ini lebih merakyat. Bisa saja ranting-ranting (NU) menggelar lomba lomba seperti 17 Agustus itu. Kalau kemarin ada lomba makan kerupuk dalam rangka 17 Agustus, kita bisa bikin lomba makan terong dalam rangka Hari Santri, misalnya. Ini hal yang bisa dilakukan supaya ada keterlibatan yang lebih kuat dari masyarakat di tingkat akar rumput.


Semuanya kita ikhtiarkan untuk menghadirkan suatu momentum yang membuat seluruh bangsa ini kembali teringat pada perjuangan untuk kemerdekaan bangsa dan negara yang kita cintai ini, agar segenap bangsa ini teringat akan tanggung jawab kita semua untuk mengawal kemerdekaan ini hingga ujung tercapai cita-citanya. Ini yang ingin kita lakukan.


Amanat persatuan KH Hasyim Asy’ari

Maka, Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian yang saya hormati, kita juga perlu menyadari dan memperhatikan betapa tantangan-tantangan yang kita hadapi sebagai satu bangsa, hari-hari ini tidaklah mudah. Dinamika di lingkungan internasional kita cenderung semakin problematis. Sementara, di dalam negeri kita juga masih harus mengatasi berbagai masalah-masalah yang ada pada diri kita sendiri.

Baca Juga

Pidato Lengkap Gus Yahya di Gorontalo: Pemerintah Wajib Ikhtiarkan Kesejahteraan Rakyat


Mari kita terus serukan kepada segenap masyarakat, segenap bangsa, bahwa ini adalah kepentingan perjuangan bersama kita. Kita harus berjuang bersama supaya kita bisa selamat bersama. Kita harus berjuang bersama supaya kita bisa berhasil bersama.


Maka seruan yang paling mendasar dari peringatan Hari Santri nasional ini adalah seruan untuk bersatu. Seruan untuk bersatu. Mari kita mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk menggalang persatuan nasional dalam rangka bersama-sama menghadapi tantangan bersama yang memang tidak mudah. Tidak ada satu pihak pun, satu elemen, satu kelompok yang mampu menghadapinya sendirian—walaupun dengan sumber daya besar-besaran. Ini adalah tantangan-tantangan yang harus dihadapi bersama. Ini adalah perjuangan yang harus dijalankan bersama.


Maka, amanat Rais Akbar Hadratussyekh Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari untuk Nahdlatul Ulama ini harus kita kembangkan, kita perluas wilayahnya menjadi seruan untuk segenap bangsa Indonesia. Hadratussyekh mengamanatkan: Udhulūha—ay udhulū hādzihil jam’iyyahjam’iyyata Nahdlatil Ulama’—bil mahabbati wa widād wal ulfati wal ittihād wal ittishāli bil arwāhi wal ajsād. Masuklah kalian semua di dalam jam'iyah Nahdlatul Ulama ini dengan sayang dan cinta, bil mahabbati wal widād.


Jadi kalau sampeyan tidak bisa menyayangi sesama NU, lebih baik tidak usah ikut NU saja. Kalau Pak Ulil (Abshar Abdalla) tidak bisa menyayangi Pak Fahmi (Akbar Idris), tidak usah ikut NU saja. Ikut yang lain saja. Karena perintahnya kita harus masuk NU ini bil mahabbati wal widād.


Wal ulfati wal ittihād, dengan rukun dan bersatu. Wal itthasli bil arwāhi wal ajsād, dan menyambungkan bukan saja jasad secara fisik saja—kita bertemu, berkumpul seperti ini—tetapi secara rohani kita harus bersambung satu sama lain.

Baca Juga

Pidato Lengkap Ketum PBNU Gus Yahya tentang 3 Matra NU di Konferwil PWNU Jawa Timur 2024


Apakah itu berarti bahwa kita harus menafikan perbedaan apa pun yang ada di antara kita? Ya tidak. Apa kita harus mengingkari adanya perbedaan-perbedaan di antara kita? Tidak demikian. Perbedaan-perbedaan itu sesuatu yang niscaya yang tidak bisa dihindari. Perbedaan pandangan, perbedaan pendapat, perbedaan pendapatan, ini jelas tidak bisa dihindari.


Orang cenderung berpikir bahwa untuk bisa bersatu maka perbedaan-perbedaan itu harus diselesaikan dulu. Orang cenderung berpikir demikian. Kenapa susah bersatu? Karena ada perbedaan-perbedaan. Maka perbedaan-perbedaan itu harus diatasi dulu supaya bisa bersatu.


Tapi Hadratussyekh langsung memerintahkan kita untuk bersatu dulu: Udhulūha bil mahabbati wa widād wal ulfati wal ittihād. Bersatu dulu, baru kalau ada masalah kita selesaikan. Justru ada banyak masalah yang muncul gara-gara kita tidak bisa bersatu. Karena kita tidak mau bersatu, maka muncul masalah-masalah yang sebetulnya tadinya tidak ada. Masalah itu tidak ada, bahkan substansinya tidak ada, tapi gara-gara tidak mau bersatu, masalah diada-adakan.


Maka, mari kita ikuti saja amanat perintah dari Hadratussyekh ini: Udhulūha bil mahabbati wa widād wal ulfati wal ittihād wal ittishāli bil arwāhi wal ajsād.


Dan ini tidak cukup hanya untuk Nahdlatul Ulama saja, mari kita ajak seluruh bangsa Indonesia ini. Udhulū ‘ālamil Indonesia bil mahabbati wal widād. Mari sesama bangsa ini kita pupuk terus kasih sayang dan cinta sesama. Bil ulfati wal ittihād, kerukunan dan kebersatuan. Persatuan dan kesatuan. Dan mari kita sambung sambung satu sama lain, bukan hanya secara fisik saja, bukan secara akal saja, tapi juga dalam jiwa. Mari kita bersatu lahir batin, bersatu jiwa dan raga.


Semoga dengan itu kemudian Allah subhānahu wa ta'ālā menurunkan pertolongannya sebagaimana dijanjikan: Yadullāh ma’al jamā’ahYadullāh ma’al jamā’ah. Kalau mau ditolong, bersatulah. Amīn.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default