Saat Mati Kita Ditanya Tentang Nabi Muhammad, Seberapa Kenal Kita Padanya?
Khutbah Jum’at oleh: Ustadz Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, MA.,Hum.
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
وقال النبي صلى الله عليه وسلم اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Hadirin Jamaah Jum’at yang dimuliakan oleh Allah
Pada kesempatan yang penuh berkah ini, pertama, kami hendak mengingatkan diri pribadi secara khusus, sekaligus mengajak jamaah kaum muslimin untuk bersama-sama meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT. Kita tingkatkan terus komitmen kita, usaha kita, dan upaya-upaya kita untuk selalu menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya sebisa mungkin dan semaksimal mungkin, serta menjauhi segenap larangan-larangan-Nya.
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Pada kesempatan ini, kita masih berada di bulan Rabiul Awal, yakni sebuah bulan yang menjadi wadah kebiasaan kita sebagai umat Islam di Indonesia guna merayakan Maulid Nabi; peristiwa agung berupa kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW. Merayakan di sini tentu bukan hanya bermakna beramai-ramai, sebab dalam Bahasa Indonesia arti kata raya adalah besar dan agung. Misal; Indonesia Raya, artinya Indonesia yang agung dan besar. Begitu pula kata ini dipilih untuk frasa merayakan Maulid Nabi, sebagai terjemahan dari kata dzikra atau ihtifal.
Kemudian secara harfiah dzikra mempunyai arti mengingat-ingat. Tentu mengingat-ingat adalah usaha untuk mengambil suatu pelajaran yang besar. Sementara kata ihtifal diartikan dengan kata haflah yang bermakna adalah seremonial dan ramai-ramai. Namun, bahasa yang dipilih oleh pendahulu kita adalah “merayakan” yang mana arti dasarnya yakni mengagungkan. Tentu patut bagi kita dalam momen yang penuh berkah ini kita mengevaluasi sudah seberapa “raya” kah hati kita ini dalam mengagungkan Rasulullah SAW? sudah seberapa agung beliau di hati kita? Karena sejatinya peringatan Maulid Nabi bertujuan untuk itu.
Sehingga Maulid yang kita lakukan betul-betul punya legitimasi dasar kuat, serta hasil yang juga sangat manis. Mengingat Maulid Nabi pada prinsipnya dapat menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan kita. Terutama, Iman kepada Rasul-rasul Allah, termasuk menjadi penguat terhadap rukun iman ke-5; yakni iman kepada hari akhir.
Sebagai bentuk upaya merayakan Maulid, marilah memperhatikan satu hadis riwayat Sayyidah Aisyah. Suatu ketika Sayyidah Aisyah kedatangan tamu perempuan Yahudi. Tamu tersebut bermaksud untuk untuk minta makan. Lalu ketika perempuan Yahudi ini meminta makan, ia sambil mendoakan Sayyidah Aisyah dan keluarganya supaya dilindungi dari fitnah dajjal dan ujian besar berupa azab kubur. Seketika itu Sayyidah Aisyah terdiam sejenak. Selanjutnya terjadi percakapan Sayyidah Aisyah dengan Rasulullah SAW. Berikut percakapan Aisyah dan Rasulullah:
فلم أزل أحبسها حتى جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم
Aku masih terus menahan perempuan itu hingga Rasulullah datang.
Saat Rasulullah tiba, Aisyah bertanya:
يا رسول الله ما تقول هذه اليهودية
Wahai Rasulullah, apa maksud ucapan perempuan Yahudi ini?.
Lalu Rasulullah bertanya kembali,
وما تقول
Bilang apa dia?
Aisyah menjawab,
تقول أعاذكم الله من فتنة الدجال ومن فتنة عذاب القبر
Dia bilang semoga Allah melindungi dari fitnah dajjal dan azab kubur
Mendengar jawaban itu Rasulullah SAW langsung menimpali dengan doa yang sama persis dengan yang dikatakan oleh perempuan Yahudi. Lalu kata Nabi,
أمّا فتنة الدّجّال فإنّه لم يكن نبي إلاّ حذر أمّته
Fitnah Dajjal memang sudah menjadi peringatan nabi-nabi dulu kepada umatnya sejak dulu
وسأحدثكم بحديث لم يحذره نبي أمّته إنّه أعور وإنّ الله ليس بأعور مكتوب بين عينيه كافر يقرأه كل مؤمن
Ciri-ciri fisik Dajjal itu buta matanya, kemudian di antara kedua matanya itu ada tanda “kafir” yang bisa dilihat oleh umat mukmin
فأمّا فتنة القبر فبي تفتنون وعنّي تسألون
Adapun fitnah (ujian) kubur nanti adalah kalian ditanya tentang aku. Fitnah menurut Imam Al-Mubarakhfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi yaitu kondisi gemetar saat menghadapi pertanyaan dua malaikat di alam barzah. Maknanya, kita akan ditanya di alam kubur nanti tentang Rasulullah SAW. Tentu pertanyaan-pertanyaan itu bukan hanya sekedar menjawab ‘siapa nabimu?’, melainkan jawaban-jawaban itu sudah harus kita siapkan sejak saat ini. Sehingga penting bagi kita untuk mempersiapkan diri dalam upaya menghadapi fitnah kubur dalam momen Maulid ini.
Mari kita pada momen maulid ini di samping banyak melantunkan shalawat kepada Nabi, sekaligus mengevaluasi apakah shalawat kit aini, sudahkah berbuah pada rasa mengagungkan dan kecintaan kepada Nabi SAW? Sudahkah menambah semangat kita untuk selalu mengikuti ajaran-ajaran yang beliau tinggalkan, serta mempelajari sunnah-sunnahnya?
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Pentranskip: Yuniar Indra Yahya
Editor: Rara Zarary