5 Petunjuk yang Harus Dilalui oleh Setiap Manusia - Tebuireng Online
5 Petunjuk yang Harus Dilalui oleh Setiap Manusia

Oleh: KH. Djunaidi Hidayat*
اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن، يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Melalui khutbah ini mari kita mantapkan komitmen dan kesungguhan kita dalam menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Kita jalankan segala hal yang diperintah oleh Allah (المَأْمُوْرَاتُ). Baik perintah-Nya berupa (الوَاجِبَاتُ) yakni hal-hal yang memang harus kita lakukan. Maupun perintah yang bersifat (المَنْدُوْبَات) yakni yang perkara-perkara dianjurkan untuk mengerjakannya.
Serta kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah (المَنْهْيَات). Baik larangan yang memang harus ditinggalkan, maupun hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan, yakni al-makruhat (dimakruhkan). Hal tersebut menjadi modal bagi kita untuk mendapatkan kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat. Insya Allah, jika kita melakukannya, maka memperoleh kebahagiaan dalam dunia dan akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah. Komitmen dan kesungguhan kita dalam menjaga keimanan adalah indikasi dan pertanda bahwa kita akan bisa mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya, baik dalam kehidupan dunia ini termasuk nanti dalam kehidupan akhirat.
Manusia diciptakan dengan kemuliaan yang berbeda dengan makhluk-makhluk yang lain. Salah satu bentuk kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah pemberian akal dan pikiran yang memandu kita untuk memahami kehidupan secara utuh. Allah memberikan panduan kepada manusia ini agar mereka senantiasa berada kesempurnaan dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan ini. Oleh karena itu, Allah memberikan lima bentuk hidayah.
Yang pertama manusia diberikan hidayah berupa fitrah ilahiyyah. Ketika seorang anak manusia dilahirkan, maka ia mendapatkan sesuatu yang secara otomatis ada dalam dirinya. Seperti seorang bayi yang menangis ketika sakit, tertawa ketika gembira, atau hal-hal lain yang dapat dilakukan oleh bayi tanpa melalui proses pendidikan.
Yang kedua, dalam kehidupan ini Allah memberikan hidayatul khawasi. Allah memberikan petunjuk kepada setiap indera yang kita miliki. Panca indera yang kita miliki ini telah diberikan petunjuk oleh Allah agar dapat berfungsi secara baik di dalam kehidupan ini. Otomatis kulit kita bisa merasakan panas dan dingin, begitu pula lidah kita bisa merasa, hidung dapat membau, dan telinga dapat mendengar. Semuanya berjalan secara otomatis tanpa melalui proses pembelajaran.
Namun, kedua hidayah di atas tidak hanya diberikan oleh Allah kepada manusia saja, termasuk juga kepada makhluk yang diciptakan oleh Allah. Yang mana hal tersebut berjalan sesuai dengan sunnatullah pada alam semesta ini. Bahkan, kalau indera yang diberikan diberikan oleh Allah kepada binatang berkembang jauh lebih cepat daripada indera manusia. Ketika binatang lahir keluar dari induknya, maka ia sudah mampu berjalan, makan, tanpa proses merangkak, berdiri, sebagaimana manusia pada umumnya.
Yang ketiga yakni hidayatul aqli. Hidayah ini hanya diberikan oleh Allah kepada manusia saja. Pemberian ini tidak dimiliki oleh makhluk lain, bahkan malaikat sekalipun. Manusia diberikan akal sehingga ia punya kemampuan memahami kehidupan ini secara penuh dan mampu memperkuat inderanya. Mata manusia ini bisa memandang benda yang secara umum tak mampu dilihat ketika disertai dengan ilmu dan teknologi. Kemampuan manusia bergerak itu dapat melampaui binatang tercepat sekalipun ketika pergerakan itu disertai dengan ilmu dan teknologi.
Artinya kemampuan binatang, misalnya, itu diciptakan oleh Allah sudah final sejak ia dilahirkan. Hal ini berbeda dengan kemampuan manusia yang dibekali juga oleh akal sebagai alat untuk memahami kehidupan ini dengan pendidikan, ngaji, kajian, atau riset. Kemampuan kita memahami itulah yang dapat menjadikan kita sebagai manusia dapat menaklukkan alam semesta ini. Bahkan bisa mengalahkan kekuatan apa pun di luar diri kita yang semula kekuatan ini ketika kita dilahirkan jauh lebih kuat.
Sehingga saat diri kita ilmoni, indera kita diilmoni, maka kita dapat terbang jauh lebih tinggi daripada burung apa pun, kita bisa menyelam jauh lebih ke dalam ketimbang penyelaman bintang apa pun dalam lautan, kita bisa bercakap-cakap jarak jauh yang mungkin hari kemarin kita rasa mustahil. Dan itu tidak dimiliki oleh Allah selain manusia.
Akan tetapi hal itu tidak cukup. Manusia perlu untuk memahi hidayah yang keempat yakni hidayah al-din. Kalau akal mampu merumuskan apa yang terjadi dalam siklus kehidupan alam yang berulang-ulang yang disebut sebagai sunnatullah seperti dalam ayat wa lan tajid lisunnatillahi tabdila (Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah). Allah menciptakan kehidupan ini secara berterusan tanpa perubahan. Kapan saatnya kita harus bekerja, kapan saatnya tumbuhan itu kita tanam, semua adalah sunnah.
Tetapi itu tidak cukup, sebab tak semua kehidupan dalam dunia ini bisa kita jangkau dengan logika dan akal pikiran kita. Petunjuk agama itu diberikan oleh Allah secara riwayatan dan naqliyyatan. Sebab hidayah al-din ini tak bisa dipahami hanya melalui petunjuk akal saja. Perkara yang berhubungan dengan hari akhir, pembalasan, surga, neraka, dan hal-hal lain yang bersifat ghaib hanya dapat diketahui melalui Rasul-Nya kepada kita.
Memahami agama belum cukup, apakah seorang manusia dijamin menjadi baik hanya dengan kemampuannya memahami agama dengan baik? Belum. Maka di sinilah fungsi hidayah yang kelima, yakni hidayah al-taufiq wa al-mau’nah. Hidayah ini merupakan hak prerogatif Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya.
Orang yang berilmu dalam agama belum tentu ia beriman kepada Allah. Begitupun orang yang paham ngaji belum tentu ia bisa menjadi baik. Apalagi seseorang yang belum punya ilmu. Oleh karena itu, mintalah kepada Allah bahwa ilmu yang kita miliki itu akan mampu mendorong diri kita terus menjadi lebih baik. Orang yang punya ilmu agama dengan disertai oleh taufik dan maunah dari Allah, makai ia tidak hanya pintar saja, tapi juga benar.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Pentranskip: Yuniar Indra Yahya
Editor: Rara Zarary
- TAG