Khutbah Jumat: Bijak Bermedia Sosial dan Menumbuhkan Empati di Masa Bencana
NU Online · Selasa, 9 Desember 2025 | 21:00 WIB

Ilustrasi bermedia sosial. Sumber: Canva/NU Online.
Penulis
Etika berperilaku di media sosial saat bencana menuntut setiap individu mengedepankan empati, menjaga validitas informasi, dan menghormati privasi serta martabat para korban. Media sosial harus benar-benar menjadi sarana informasi yang membantu mempercepat penanganan darurat dan memperkuat solidaritas. Bukan sebaliknya, menambah beban melalui hoaks, sensasi, atau pelanggaran etika.
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul: “Khutbah Jumat: Media Sosial, Etika dan Empati di Tengah Bencana”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Baca Juga
Khutbah Jumat: 4 Permata dalam Diri Manusia dan yang Membinasakannya
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam beraktivitas di media sosial. Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian dari keseharian kita, bahkan ketika masyarakat sedang menghadapi bencana dan musibah.
Ketika kesedihan menyelimuti saudara-saudara kita yang diuji oleh Allah, menjaga adab dan etika dalam bermedia sosial menjadi sangat penting agar setiap informasi yang kita sebarkan bukan menambah kepanikan atau membuka aib, tetapi justru menjadi sarana menolong, menguatkan, dan menjaga martabat mereka.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Islam mengingatkan bahwa setiap ucapan dan tindakan, termasuk yang kita bagikan melalui layar ponsel, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Maka kita harus menjadikan media sosial sebagai ladang amal kebaikan, terlebih di saat saudara kita membutuhkan uluran tangan dan empati yang tulus. Kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan bukan dalam dosa dan kemaksiatan.
Allah berfirman:
Khutbah Jumat: Syukur dalam Nikmat, Sabar dalam Musibah
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ
Artinya: “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS Al-Maidah: 2)
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Di tengah bencana dan musibah, media sosial sering menjadi ruang pertama bagi masyarakat untuk mencari informasi, menunjukkan kepedulian, dan berkoordinasi dalam menyalurkan bantuan. Namun, kecepatan arus informasi di dunia digital juga membawa risiko yang besar, seperti penyebaran hoaks, pelanggaran privasi korban, hingga terjadinya sensasi yang dapat melukai perasaan keluarga terdampak.
Karena itu, diperlukan etika berperilaku yang baik dalam bermedia sosial saat terjadi bencana. Prinsip utama yang harus dipegang adalah empati dan penghormatan terhadap martabat manusia. Unggahan mengenai kondisi korban harus dipastikan tidak mengekspos identitas maupun luka fisik mereka secara berlebihan, terlebih tanpa izin.
Selain itu, verifikasi kebenaran informasi menjadi kewajiban penting setiap pengguna. Sebelum membagikan berita atau gambar, pastikan sumbernya jelas, tanggal dan lokasinya akurat, serta telah dikonfirmasi oleh lembaga resmi seperti BPBD, BNPB, aparat keamanan, atau dinas kesehatan. Jika sedikit saja muncul keraguan, lebih baik menahan diri untuk tidak membagikannya.
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat: 6)
Media sosial seharusnya menjadi sarana yang konstruktif seperti menyebarkan informasi keselamatan, jalur evakuasi, pembukaan posko bantuan, atau kebutuhan logistik yang sudah terverifikasi. Penggalangan donasi pun harus dilakukan secara transparan menggunakan rekening resmi lembaga kemanusiaan serta disertai laporan pertanggungjawaban agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Dalam kondisi genting, tindakan ceroboh seperti menyebarkan lokasi tim penyelamat atau operasi evakuasi yang tidak valid dapat membahayakan banyak pihak sehingga harus dihindari. Begitu pula dengan konten yang hanya mengejar jumlah like (suka) atau atau viewer (penonton), yang secara etika tidak memiliki nilai bantuan dan bahkan dapat memperburuk trauma korban.
Selain itu, pengguna media sosial perlu memahami bahwa penyebaran gambar dan video yang menampilkan kondisi traumatis dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi penonton maupun keluarga korban. Ketika hendak mengunggah testimoni atau foto seseorang yang terdampak bencana, penting sekali memastikan izin secara jelas dan menghormati keputusan mereka jika menolak.
Pada saat yang sama, literasi digital masyarakat perlu terus ditingkatkan agar tidak mudah terprovokasi oleh rumor, terlebih dalam situasi di mana informasi palsu dapat memicu kepanikan massal. Pasalnya di era AI atau Artificial Intelligence saat ini, produk tulisan, gambar, sampai dengan video sangat gampang diproduksi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Seharusnya kita menjadikan media sosial untuk hal positif seperti menggalang bantuan. Saudara kita yang terkena bencana merupakan kalangan dhuafa yang membutuhkan uluran tangan kita. Bayangkan jika kita diposisi mereka. Pastilah kita akan merasakan kepedihan mereka. Jangan sampai terlintas pula dalam pikiran kita menganggap bahwa bencana ini adalah adzab terlebih menyebarkan narasi ini di media sosial. Empati dan kemanusiaanlah yang harus kita kuatkan untuk membantu mereka.
Allah berfirman dalam QS An-Nisa' ayat 114:
لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍ ۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا
Artinya: “Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Dengan menjaga etika bermedia sosial di tengah bencana, kita telah menjadi bagian yang membantu proses penanganan berjalan lebih efektif sekaligus menjaga martabat korban dan keluarga mereka. Media sosial harus kita jadikan sebagai jembatan kemanusiaan, bukan sumber kekacauan informasi.
Karena itu, sebelum menekan tombol “bagikan”, jadikan tiga pertanyaan ini sebagai pedoman. Apakah informasi ini benar? Apakah bermanfaat bagi orang lain? dan Apakah tetap menghormati korban? Jika jawabannya belum pasti “ya”, maka langkah paling bijak adalah menyaring atau memperbaikinya terlebih dahulu. Etika sederhana ini dapat menjadi kontribusi nyata kita dalam meringankan beban saudara-saudara yang tertimpa musibah.
Rasulullah SAW telah mengingatkan:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Artinya: “Cukuplah seseorang itu sebagai pendusta (pembohong), ketika dia menceritakan semua (berita) yang dia dengar.” (HR. Muslim)
Semoga kita bisa bijak dalam menggunakan media sosial khususnya di tengah bencana yang melanda. Semoga saudara-saudara kita senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran dalam melewati cobaan berat ini. Semoga kita menjadi bagian orang yang mampu membantu meringankan beban mereka. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
H Muhammad Faizin, Ketua PCNU Pringsewu, Provinsi Lampung.