Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Memuliakan Ibu - NU Online

Berbagi Informasi
By -
0

 

Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Memuliakan Ibu

NU Online  ·  Selasa, 23 Desember 2025 | 19:00 WIB

Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Memuliakan Ibu

Ilustrasi ibu dan anak. Sumber: Canva/NU Online.

Zainuddin Lubis

Penulis

Dalam Islam, seorang ibu adalah sosok yang sangat mulia. Bahkan dalam satu riwayat dijelaskan bahwa surga berada di bawah telapak kaki seorang ibu. Hal ini untuk menunjukkan betapa sangat mulianya seorang ibu. 


Untuk itu, Teks khutbah Jumat berikut berjudul, “Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Memuliakan Ibu. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! 


Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أمَّا بَعْدُ. فَإِنِّيْ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قَالَ اللهُ تعالى: وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ 


Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas limpahan nikmat dan karunia Allah, pada siang hari ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul dan melaksanakan salat Jumat secara berjamaah.

Baca Juga

Khutbah Jumat: Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan


Syukur pada hakikatnya adalah ungkapan rasa terima kasih kita kepada Allah atas segala nikmat yang telah Dia berikan. Namun sering kali, besarnya nikmat Allah baru benar-benar kita rasakan ketika nikmat itu telah berkurang atau bahkan hilang. Misalnya nikmat kesehatan, yang baru terasa begitu berharga saat kita jatuh sakit, terlebih ketika sakit yang berat. Untuk memahami nikmat sehat, cukuplah kita bertanya kepada saudara-saudara kita yang berada di rumah sakit.


Allah SWT berfirman:


وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ


Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.

Allah juga menegaskan bahwa rasa syukur akan mendatangkan tambahan nikmat, sedangkan kufur nikmat akan berujung pada azab yang pedih. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Ibrahim ayat 7:

Baca Juga

Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman


وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ۝٧


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.’”

Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebab kelak, di hari yang sangat berat, syafaat beliau itulah yang kita harapkan. Hari yang oleh Al-Qur’an digambarkan dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 88:


يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ


Artinya: “(Yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi bermanfaat.


Sebagai hamba Allah, kita sering kali merasa jauh dari semangat ibadah. Ketaatan pun melemah; shalat masih sering terlewat, puasa pun belum sempurna. Dalam keterbatasan dan kekhilafan itulah kita berharap syafaat Nabi Muhammad SAW sebagai penolong, sebagai bentuk ampunan, keringanan, dan rahmat dari Allah ta'ala.


Selaku khatib, sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk mengajaka pribadi khususnya, hadirin sekalian umumnya untuk meningkatkan iman dan takwa. Syekh Ahmad bin Muhammad ass-Shawi dalam kitab Hasyiah ash-Shawi ala al-Jalalain jilid 4 halaman 39 terdapat satu nasihat bijak dari Luqman al Hakim, tentang pentingnya takwa dalam kehidupan manusia dalam menempuh hidup dalam dunia ini. Ia berkata;  


يَا بُنَيَّ إِنَّ الدُّنْيَا بَحْرٌ عَمِيقٌ يَغْرَقُ فِيهِ نَاسٌ كَثِيرٌ، فَلْتَكُنْ سَفِينَتُكَ فِيهَا تَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، وَحَشْوُهَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَشِرَاعُهَا التَّوَكُّلُ عَلَى اللَّهِ لَعَلَّكَ تَنْجُو

Artinya; "Wahai anakku sesungguhnya dunia adalah lautan yang sangat dalam. Banyak manusia terjebak dan tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah iman sebagai sampan, takwa kepada Allah sebagai layar agar engkau tak tenggelam dalam gemerlap lautan dunia ini”.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Dalam Islam, seorang ibu merupakan sosok yang sangat mulia. Islam memosisikan seorang ibu sebagai sosok yang mendapat kehormatan lebih dibandingkan ayah. 


Imam al-Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman meriwayatkan kisah seorang laki-laki dari Yaman yang menggendong ibunya di atas pundaknya saat thawaf mengelilingi Ka'bah. 


Setelah itu, ia bertanya kepada Abdullah bin Umar, “Apakah dengan perbuatanku ini aku telah membalas jasa ibuku?” 


Abdullah bin Umar menjawab, “Belum. Semua itu belum mampu membalas, bahkan satu tarikan napas ibumu saat menahan sakit ketika melahirkan.”


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Pada hadits lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, suatu hari, seorang sahabat bernama Muawiyah bin Hidah, datang kepada Rasulullah SAW dengan satu pertanyaan penting, “Wahai Rasulullah, kepada siapa aku harus berbakti terlebih dahulu?


Tanpa ragu, Rasulullah SAW menjawab,“Ibumu.” Sahabat itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?


Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu.” 


Untuk ketiga kalinya ia bertanya, “Kemudian siapa lagi?”


Dan Rasulullah SAW tetap menjawab, “Ibumu.”


Barulah pada pertanyaan keempat, Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian ayahmu, lalu kerabat terdekat.


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari jilid 10 halaman 415 menjelaskan bahwa kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada ibunya memiliki porsi tiga kali lebih besar dibandingkan kepada ayahnya. Hal ini karena ibu menanggung beban yang sangat berat, mulai dari masa kehamilan, proses melahirkan, hingga menyusui. Tiga fase tersebut merupakan bentuk pengorbanan besar yang hanya dialami oleh seorang ibu.


Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 14, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Ayat ini menekankan besarnya pengorbanan seorang ibu yang mengandung dalam keadaan lemah yang terus bertambah, lalu menyusui anaknya selama dua tahun. Pengorbanan ini menunjukkan betapa besar jasa orang tua yang wajib dihormati dan disyukuri.


وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya, "Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.) (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali."

Syekh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labib jilid 2 halaman 237 menjelaskan bahwa ayat tersebut berisi perintah Allah Swt agar seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Perintah ini mengingatkan kita pada besarnya pengorbanan seorang ibu. Sejak mengandung hingga melahirkan, ibu menanggung beban yang sangat berat. Selama masa kehamilan, kondisi fisiknya semakin melemah seiring bertambah besarnya janin di dalam rahim. Semakin lama kehamilan berlangsung, semakin berat pula beban, rasa lelah, dan penderitaan yang harus dirasakan oleh seorang ibu.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir, jilid 15, hal. 50 menjelaskan bahwa berbakti kepada orang tua adalah kewajiban besar bagi setiap manusia, dan di antara keduanya, ibu memiliki kedudukan yang sangat istimewa.


Mengapa demikian? Karena pengorbanan seorang ibu tidak bisa diukur dengan apa pun. Selama sembilan bulan, seorang ibu mengandung anaknya dalam kondisi penuh kelemahan. Tubuhnya lelah, pikirannya terbebani, namun kasih sayangnya tidak pernah berkurang. 


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Setelah melahirkan, perjuangan itu tidak berhenti. Ia menyusui, merawat, menjaga, dan membesarkan anaknya, dari lemah tak berdaya hingga mampu berdiri dan melangkah sendiri. Semua itu dilakukan tanpa pamrih, dengan cinta yang tulus dan doa yang tak pernah putus. Karena itulah, Islam menempatkan bakti kepada orang tua—terutama ibu—sebagai amal yang sangat agung.


Maka wajar, jika Nabi mengatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Nabi bersabda;


الجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ


Artinya; Artinya: “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”


Atau ada hadits yang shahih lain, yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i;


معاوية بن جاهمة: أنه جَاءَ النَّبِيَّ صلَّى الله عليه وآله وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ، فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَالْزَمْهَا؛ فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلِهَا


Artinya; Dari Mu‘awiyah bin Jahmah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Suatu ketika ia datang kepada Nabi Saw dan berkata,
“Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berjihad, dan aku datang kepadamu untuk meminta nasihat.”


Maka Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau masih memiliki seorang ibu?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW pun bersabda; “Tetaplah engkau berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga berada di bawah telapak kakinya.”


Sejatinya hadits ini menegaskan bahwa kedudukan seorang ibu sangatlah mulia. Ali ibn Sultan Muhammad al-Qari, dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, Jilid 8, halaman 678 mengatakan bahwa berbakti kepada ibu adalah salah satu jalan untuk meraih surga. 


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Adapun maksud hadits ini menggunakan kiasan "surga berada di bawah telapak kaki ibu" untuk menggambarkan betapa pentingnya kedudukan seorang ibu.  


Imam Munawi dalam kitab Faidul Qadir, Jilid 3, halaman 361 menyebutkan keridhaan seorang ibu, bisa mengantarkan anak-anaknya masuk ke surga. Oleh karena itu, anak-anak harus berusaha untuk mendapatkan keridhaan ibu dengan cara bersikap rendah hati, berbakti, dan menyayangi ibunya. 


Berbakti dan penghormatan kepada ibu dalam Islam tidak dibatasi oleh waktu, tempat, maupun keyakinan. Kendatipun seorang ibu beragama non-Muslim, Islam tetap mengakui jasa besarnya karena telah melahirkan dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, seorang anak tetap berkewajiban untuk menghormatinya.


Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah ditanya oleh Asma’ binti Abu Bakar mengenai apakah ia tetap diperbolehkan berbakti kepada ibunya yang masih dalam keadaan musyrik. Nabi saw. bersabda bahwa hal tersebut tetap dianjurkan meskipun orang tua berbeda keyakinan dengan anaknya. Nabi SAW bersabda:


أَخْبَرَتْنِي أَسْمَاءُ بِنْتُ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ: أَتَتْنِي أُمِّي رَاغِبَةً فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَصِلُهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهَا: لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ


Artinya: "Telah mengabarkan kepadaku Asma' binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, 'Ibuku datang kepadaku dalam keadaan ingin (bertemu) pada masa Nabi saw. Lalu aku bertanya kepada Rasulullah, apakah aku boleh menyambung silaturahmi dengannya?' Beliau menjawab, 'Ya.' Ibnu Uyainah berkata, 'Maka Allah menurunkan Q.S. al-Mumtahanah [60] ayat 9: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama.'"


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah…

Untuk itu, mari kita renungi cinta dan kasih kepada orang tua, terutama ibu, yang telah berjasa dalam kehidupan kita hingga hari ini. Ibu adalah sosok pahlawan sejati dan bentuk pengorbanan yang nyata. Jasanya abadi hingga akhir hayat.

Lalu muncul sebuah pertanyaan penting dalam hidup kita: apakah masih bisa berbakti kepada orang tua yang telah meninggal dunia?

Pertanyaan ini ternyata sudah pernah disampaikan langsung kepada Rasulullah SAW. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat, datang seorang laki-laki dari kaum Anshar. Dengan penuh adab, ia bertanya,


Wahai Rasulullah, apakah aku masih bisa berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuaku yang telah meninggal?


Rasulullah SAW pun menjawab dengan penuh kasih sayang, “Iya, bisa. Ada empat hal yang dapat kamu lakukan.” Pertama, mendoakan kedua orang tua. Doa anak yang saleh adalah cahaya yang terus mengalir untuk mereka di alam kubur.

Kedua, memohonkan ampunan kepada Allah SWT untuk keduanya. Istighfar dari seorang anak menjadi sebab diangkatnya derajat orang tua di sisi Allah.


Ketiga, menunaikan janji-janji mereka dan memuliakan sahabat-sahabatnya. Dengan menjaga amanah dan hubungan baik yang pernah mereka bangun, kita sedang melanjutkan kebaikan mereka. Dan keempat, menyambung silaturahim dengan orang-orang yang terhubung dengan kita melalui ayah dan ibu.


Karena tanpa mereka, kita tidak akan memiliki hubungan tersebut. Lalu Rasulullah SAW menegaskan, “Itulah bentuk bakti yang harus kamu lakukan setelah kedua orang tuamu meninggal dunia.” Maka, berbakti kepada orang tua tidak berhenti ketika mereka wafat. Selama doa masih terpanjat, silaturahim masih terjaga, dan kebaikan mereka terus kita lanjutkan, pahala bakti itu akan terus mengalir, baik untuk mereka, maupun untuk kita.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ، لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II 

 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى


 فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا

إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
 اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ 

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default