Kajian Hadits: Saat Jabatan diserahkan Pada yang Bukan Ahlinya - NU Online

Central Informasi
By -
0

 

Kajian Hadits: Saat Jabatan diserahkan Pada yang Bukan Ahlinya

NU Online  ·  Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:35 WIB

Kajian Hadits: Saat Jabatan diserahkan Pada yang Bukan Ahlinya

Saat Jabatan diserahkan Pada yang Bukan Ahlinya (freepik)

Alwi Jamalulel Ubab

Kolomnis

Gelombang kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani bencana di Sumatra beberapa waktu terakhir bukan sekadar luapan emosi sesaat. Ia adalah akumulasi dari rasa tidak aman, ketidakpastian, dan perasaan ditinggalkan oleh negara. 

Ketika relawan, aktivis, dan masyarakat sipil bergerak cepat, negara justru terlihat tertatih, lamban dalam distribusi bantuan, abai pada pemulihan fasilitas publik, dan minim pendampingan bagi korban pascabencana.

Situasi ini layak dibaca bukan hanya sebagai problem teknis birokrasi, tetapi juga sebagai persoalan mendasar tentang amanah jabatan dan kompetensi kepemimpinan. Dalam konteks inilah ajaran Islam, khususnya hadits Nabi, menawarkan kritik moral yang relevan dan tajam terhadap kekuasaan yang lalai.

Amanah sebagai Prinsip Kepemimpinan

Khutbah Jumat: Pentingnya Menjaga Amanah Ilmu

Islam menempatkan amanah sebagai fondasi utama kekuasaan. Jabatan bukan hak istimewa, melainkan beban tanggung jawab. Al-Qur’an mengingatkan secara tegas:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

Baca Juga

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 58: Urgensi Menjaga Amanah

Artinya; “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan jangan pula mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Ayat ini tidak berhenti pada dimensi ibadah personal, tetapi merambah ke wilayah publik. Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir Al-Munir, menafsirkan amanah sebagai seluruh tanggung jawab yang dibebankan Allah kepada manusia, termasuk kewajiban menegakkan keadilan dan menjaga hak sesama, terlebih hak mereka yang berada dalam kondisi paling rentan, seperti korban bencana.

Baca Juga

Khutbah Jumat: Pemimpin Amanah yang Diharapkan Allah dan Rasulullah

Ia menegaskan:

والأمانة: الأعمال التي ائتمن الله عليها العباد من الفرائض والحدود… وتضييع حقوق الآخرين

Artinya; “Amanah mencakup seluruh pekerjaan yang Allah titipkan kepada hamba-Nya berupa kewajiban dan hukum. Mengkhianatinya berarti meninggalkan kewajiban agama dan menyia-nyiakan hak orang lain.” (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Damaskus: Darul Fikr, 2009 M, jilid V, hlm. 314).

Dalam konteks kebencanaan, pembiaran, kelambanan, dan ketidakcakapan kebijakan bukanlah kesalahan netral. Ia adalah bentuk penyia-nyiaan amanah.


Tanda Kehancuran dalam Hadits Nabi

Rasulullah Saw bahkan mengaitkan langsung kehancuran sebuah tatanan dengan pengelolaan amanah yang buruk. Dalam hadits sahih riwayat Imam Bukhari, Nabi menyampaikan peringatan yang sangat jelas:

فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Artinya; “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.”


Ketika ditanya bagaimana amanah itu disia-siakan, Nabi menjawab:

إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Artinya; “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Imam Bukhari)

Hadits ini bukan retorika eskatologis semata, melainkan kritik struktural terhadap kekuasaan. Negara runtuh bukan hanya karena niat jahat, tetapi sering kali karena inkompetensi yang dilembagakan. Para pejabat yang ditunjuk lalai, dan kurang kompentesi, sehinga kebijakan yang lahir tidak memihak pada masyarakat. 


Ketika Kekuasaan Kehilangan Kompetensi

Ulama klasik membaca hadits riwayat Imam Bukhari di atas, sebagai peringatan keras bagi para pemegang kekuasaan. Ibnu Bathal, dalam kitab Syarah Shahih Bukhari, menyebut bahwa pemimpin adalah pihak yang paling berat memikul amanah karena mereka mengelola nasib banyak orang.

Ia menulis:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ القَوْمَ، جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ، فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ لَمْ يَسْمَعْ، حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ: «أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ» قَالَ: هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Artinya: Dari Abi Hurairah ra, berkata: Suatu waktu Nabi Muhammad Saw berada di satu tempat dan berdialog dengan kaumnya, datang seorang Arab badui bertanya kepada Nabi. Ia berkata: “Kapan hari kiamat terjadi?”. Rasulullah Saw melanjutkan dialognya dengan kaumnya. 

Sebagian kaum berkata: “Nabi mendengar apa yang diucapkan Arab Badui namun Nabi tidak menyukainya”. Sebagian yang lain berkata: “Nabi tidak mendengarnya, sampai ia menyelesaikan dialognya”. Nabi Muhammad bertanya: “Mana tadi yang bertanya terkait hari kiamat?”. “Saya ya Rasul”, Arab Badui menjawabnya.

Rasulullah Saw bersabda: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah kehancuran. Arab Badui bertanya: “Bagaimana amanat disia-siakan?”, Rasulullah Saw menjawab: “Saat suatu persoalan diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran”. (Ibnu Bathal, Syarah Shahih al-Bukhari, Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003 M, juz I, hlm. 138)

Dalam terang pandangan ini, kritik terhadap lambannya penanganan bencana tidak bisa dianggap sekadar “ketidaksabaran publik”. Ia adalah alarm moral atas kemungkinan salah urus kekuasaan, ketika jabatan strategis diisi bukan berdasarkan keahlian, melainkan pertimbangan lain yang jauh dari kepentingan rakyat.

Pandangan dalam tulisan ini, seyogianya bukan seruan untuk meniadakan negara, melainkan panggilan untuk mengembalikan negara pada hakikatnya: pelayan amanah publik. Dalam Islam, kekuasaan yang gagal menjalankan mandat rakyat bukan hanya problem administratif, tetapi persoalan etika dan tanggung jawab di hadapan Tuhan.

Jika amanah terus diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka kehancuran bukanlah kutukan langit, melainkan konsekuensi logis dari kelalaian manusia sendiri. Kita berharap, masyarakat Indonesia diberikan pejabat yang amanah dan mengerti kehendak rakyat. 

-------

Alwi Jamalulel Ubab, Penulis Keislaman Nu Online

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default