0
News
    Home Featured Spesial Imam Syafi'i Rojab

    Rajab: Wafatnya Imam Syafi’i dan Cahaya Ilmu yang Tak Padam - NU Online

    4 min read

     

    Rajab: Wafatnya Imam Syafi’i dan Cahaya Ilmu yang Tak Padam

    imam-syafi'i

    Tanpa terasa, kita kembali betemu lagi dengan bulan Rajab—salah satu bulan yang Allah muliakna (asyhur al-ḥurum), sekaligus bulan yang harum namanya karena menyimpan peristiwa agung Isra’ Mi’raj.  Secara etimologis, kata Rajab berasal dari akar kata at-tarjīb yang bermakna at-ta’ẓīm—pengagungan [Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran, (Beirut: DKI), vol. 4 hal. 129].

    Namun, Rajab tidak hanya berhenti pada satu episode monumental itu. Dalam catatan sejarah Islam, bulan ini juga memuat sejumlah peristiwa penting lain, salah satunya adalah wafatnya pendiri mazhab Syafi’iyyah, yakni Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i— seorang ulama besar yang ajarannya hingga kini menjadi rujukan utama oleh masyarakat Muslim Indonesia.

    Kelahiran Imam Syafi’i

    Imam as-Syafi’i lahir pada tahun 150 H, tahun yang sama dengan wafatnya Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Beliau lahir di kota Gaza, Palestina—ada pula riwayat yang menyebutkan di ‘Asqalan. Kedua kota tersebut termasuk wilayah yang oleh Allah muliakan dan berjarak sekitar dua mil dari Masjid al-Aqsha (Bait al-Muqaddas).

    Kondisi tidak meruntuhkan semangat belajar

    Pada usia dua tahun, Imam as-Syafi’i dibawa ibunya ke Mekah. Sejak kecil beliau hidup dalam keadaan yatim, diasuh oleh sang ibu dengan keterbatasan ekonomi dan kondisi hidup yang sangat sederhana. Namun, keterbatasan tersebut tidak sedikit pun meredupkan semangat beliau dalam menuntut ilmu. Sejak usia belia, Imam as-Syafi’i tekun berguru kepada para ulama besar di Mekah. Bahkan, karena tidak mampu membeli kertas, beliau kerap menuliskan keterangan-keterangan penting di tulang-belulang, lalu mengumpulkannya dalam sebuah wadah besar hingga penuh—sebuah potret asketisme ilmiah yang nyaris sulit kita bayangkan pada masa kini.

    Pencapaian Imam Syafi’i kecil

    Dengan ketekunan dan kedalaman ilmunya, Imam as-Syafi’i sejak usia belia telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia tujuh tahun, beliau telah menghafal Al-Qur’an; pada usia sepuluh tahun, beliau berhasil menghafal al-Muwaṭṭa’ karya Imam Malik; dan ketika menginjak usia empat belas tahun, beliau telah mampu untuk memberikan fatwa.

    Alasan Imam Syafi’i memilih mendalami ilmu fikih

    Syaikh Mush’ab bin ‘Abdillah az-Zabiri meriwayatkan bahwa pada fase awal perjalanan intelektualnya, Imam as-Syafi’i terlebih dahulu menekuni syair, kisah-kisah Arab, dan disiplin sastra. Setelah itu barulah beliau secara serius mendalami fikih. Alasan beliau menggeluti fikih karena pada suatu hari, ketika Imam as-Syafi’i sedang berkendara, ia melantunkan sebuah bait syair. Seorang sekretaris ayah az-Zabiri menegurnya dengan cambuk seraya berkata, “Orang sepertimu justru merendahkan kehormatannya dengan perbuatan semacam ini. Tidakkah kau belajar ilmu fikih?” Teguran tersebut mengguncang batin Imam as-Syafi’i dan membekas kuat dalam diri beliau. Sejak peristiwa itu, beliau bertekad untuk menghadiri majelis Muslim bin Khalid az-Zanji, Mufti Mekah. Selanjutnya, beliau melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Madinah dan menetap sekaligus berguru kepada Imam Malik.

    Wafatnya Imam Syafi’i

    Pada tahun 199 H. Imam Syafi’i berpindah ke kota Mesir, dan pada tahun 204 H. yang berarti usia beliau 54 tahun beliau wafat di sana. Konon pada malam kewafatannya, beliau berkata: “Malam ini adalah malam wafatnya Baginda Nabi” kemudian keesokan harinya, beliau ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dan orang-orang pada waktu itu berduka karena telah kehilangan Sang Imam yang ilmunya bisa dirasakan hingga sekarang.

    Menurut riwayat lain, Syaikh ar-Rabi’ berkata : Imam Syafi’i wafat pada malam Jumat setelah salat Maghrib dan saya berada di samping beliau. Beliau dimakamkan di Mesir setelah salat Ashar pada hari Jumat terakhir bulan Rajab tahun 204 H.

    Referensi

    Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Manaqib al-A’immah al-Arba’ah, (Lirboyo: Dar al-Mubtadi’in).

    Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo

    Komentar
    Additional JS