Tata Cara Memakamkan Jenazah di Tanah Berlumpur Karena Banjir - NU Online

Berbagi Informasi
By -
0

 

Tata Cara Memakamkan Jenazah di Tanah Berlumpur Karena Banjir

NU Online  ·  Selasa, 9 Desember 2025 | 22:30 WIB

Tata Cara Memakamkan Jenazah di Tanah Berlumpur Karena Banjir

Ilustrasi jenazah. Sumber: Canva/NU Online.

Bushiri

Kolomnis

Beberapa waktu terakhir, banjir besar melanda sejumlah wilayah di Sumatera, menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat. Tidak sedikit rumah dan fasilitas umum yang rusak, jalan-jalan terendam, serta sawah dan ladang yang hancur akibat derasnya arus air. Bencana ini tidak hanya merenggut harta benda, tetapi juga menelan korban jiwa, meninggalkan keluarga yang berduka dan komunitas yang berjuang menanggulangi dampaknya.


Kondisi lapangan yang tergenang air dan penuh lumpur membuat proses pemakaman menjadi sangat menantang, karena tanah yang lembap dan licin menyulitkan petugas dan keluarga dalam menyiapkan makam yang layak. Segala upaya untuk mengubur jenazah sesuai tuntunan syariat sudah dilakukan.

Namun, kadang masih kesulitan untuk menemukan area pemakaman yang layak dan terhindar dari banjir. Lalu bagaimana tuntunan syariat tentang mengubur jenazah dalam situasi banjir seperti ini? Berikut penjelasannya.

Baca Juga

Ini Lafal Niat Shalat Unsi atau Shalat Hadiah untuk Jenazah


Manusia adalah makhluk mulia dan dimuliakan dalam Islam, termasuk ketika ia meninggal dunia. Karena itu, mengubur jenazah harus dengan sangat layak dan menjaga kehormatannya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:


وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ


Artinya: “Dan sungguh telah Kami muliakan anak keturunan Adam,” (QS. Al-Isra: 70).


Adapun praktik menguburkan jenazah saat banjir pada dasarnya sama dengan ketentuan penguburan pada kondisi biasa. Kewajiban minimal dalam penguburan adalah menempatkan jenazah dalam satu lubang yang dapat mencegah tersebarnya bau, melindunginya dari gangguan binatang, serta menghadapkannya ke arah kiblat


Namun, muncul pertanyaan bagaimana jika tanah di lokasi pemakaman tidak layak karena tergenang air atau penuh lumpur?

Baca Juga

Tata Cara Melaksanakan Shalat Jenazah


Ulama seperti Ibnu Hajar al-Haitami memberikan penjelasan yang sangat relevan dengan kondisi pasca banjir. Beliau menerangkan bahwa apabila banjir melanda seluruh area pemakaman di suatu daerah sehingga tanahnya tidak lagi layak untuk mengubur jenazah, maka jenazah boleh dipindahkan dan dikubur ke tempat lain yang lebih aman. Kebolehan ini muncul karena fungsi tanah sebagai penjaga kehormatan jenazah sudah tidak terpenuhi.


Pemindahan tersebut dapat dilakukan dengan catatan bahwa kondisi jenazah belum berubah atau belum mengalami pembusukan. Jika jenazah telah berubah atau jika proses pemindahan justru akan menyebabkan jenazah membusuk, maka solusi yang diambil adalah menguburkannya di tanah yang lembab dengan penguatan tertentu, seperti menggunakan peti atau bangunan penahan agar jenazah tetap terjaga.


Ibnu Hajar menjelaskan:

وقضية ذلك أنه لو كان نحو السيل يعم مقبرة البلد ويفسدها جاز لهم النقل إلى ما ليس كذلك. (قوله يعم مقبرة البلد إلخ) أي ولو في بعض فصول السنة كأن كان الماء يفسدها زمن النيل دون غيره فيجوز نقله في جميع السنة وينبغي أن محل جواز النقل ما لم يتغير وإلا دفن بمكانه ويحتاط في إحكام قبره بالبناء ونحوه كجعله في صندوق 

Baca Juga

Ini Hukum Mengadzankan Jenazah


Artinya, “Permasalahannya adalah, jika misalnya banjir melanda seluruh pemakaman suatu daerah dan merusaknya, maka dibolehkan memindahkan jenazah ke tempat yang tidak demikian kondisinya. 


(Ucapan: ‘melanda seluruh pemakaman daerah…’) maksudnya, meskipun hanya terjadi pada sebagian musim saja. Misalnya air itu merusak makam saat musim pasang atau musim banjir Nil tetapi tidak pada musim lain. Dalam kondisi seperti ini, pemindahan jenazah boleh dilakukan sepanjang tahun. Namun, perlu dicatat bahwa kebolehan memindahkan jenazah berlaku selama jenazah tersebut belum mengalami perubahan. Jika sudah berubah, maka jenazah dikuburkan di tempat ia berada, lalu kuburnya diperkuat dengan bangunan atau lainnya, misalnya dengan menempatkannya dalam sebuah peti.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Mesir, Maktabah Tijariyah: 1983], jilid III, halaman 203).


Syekh Sulaiman al-Jamal juga memberikan penjelasan penting terkait kondisi tanah yang lembap akibat banjir. Bila tanah di area pemakaman menjadi gembur atau labil dan tidak tersedia tempat lain yang lebih aman, maka penggunaan peti untuk menguburkan jenazah diperbolehkan. Solusi ini diambil untuk menjaga jenazah tetap berada dalam kondisi yang layak dan terhormat. Beliau menjelaskan:


أما إذا احتيج إلى صندوق لنداوة ونحوها كرخاوة في الأرض فلا يكره, يؤخذ من هذا أن إبقاء الميت مطلوب وأن الأرض التي لا تبليه سريعا أولى من الأرض التي تبليه سريعا عكس ما يتوهم

Artinya, “Adapun jika diperlukan peti (untuk menguburkan jenazah) karena adanya kelembapan atau hal serupa, seperti tanah yang gembur atau labil, maka hal itu tidaklah makruh. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa menjaga kondisi jenazah agar tetap utuh adalah sesuatu yang diinginkan. Karena itu, tanah yang tidak cepat menghancurkan jenazah lebih utama (untuk digunakan sebagai tempat pemakaman) dibanding tanah yang cepat menghancurkannya. Ini kebalikan dari apa yang banyak orang sangka.” (Sulaiman al-Jamal, Hasyiah al-Jamal, [Beirut, Darul Fikr: t.t.], jilid VII, halaman 183)


Syekh Syatha’ ad-Dimyathi menambahkan bahwa pada kondisi tertentu penggunaan peti menjadi wajib, terutama jika itu merupakan satu-satunya cara untuk menjaga kehormatan jenazah. Beliau menjelaskan:


وَكُرِهَ صُنْدُوْقٌ إِلاَّ لِنَحْوِ نَدَاوَةٍ فَيَجِبُهُ


Artinya: “Dimakruhkan mempergunakan peti mati kecuali semisal berada di tanah yang lembab berair, maka hukumnya wajib.” (Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, [Semarang: Thaha Putra, t.th.] Jilid II, h. 117).

Bila penggunaan peti tidak memungkinkan, maka bisa menggunakan alternatif pemakaman massal di lahan yang layak. Situasi ini biasanya terjadi saat jumlah korban sangat banyak. Lahan aman yang tersedia sedikit. Petugas juga tidak mampu menyiapkan liang kubur terpisah dalam waktu cepat. Kondisi darurat seperti ini membuat pemakaman massal menjadi pilihan yang dapat ditempuh.


Dalam hal ini Syekh Nawawi Banten menjelaskan:


وَلَا يَجُوزُ جَمْعُ اثْنَيْنِ فِي قَبْرٍ وَاحِدٍ بَلْ يُفْرَدُ كُلُّ وَاحِدٍ بِقَبْرٍ ... نَعَمْ، إِنْ دَعَتِ الضَّرُورَةُ إِلَى ذَلِكَ كَأَنْ كَثُرَتِ الْمَوْتَى وَعَسُرَ إِفْرَادُ كُلِّ مَيِّتٍ بِقَبْرٍ لِضَيْقِ الْأَرْضَ، فَيُجْمَعُ بَيْنَ الْاِثْنَيْنِ وَالثَّلَاثَةِ وَالْأَكْثَرِ فَي قَبْرٍ بِحَسَبِ الضَّرُورَةُ


Artinya, “Tidak boleh mengumpulkan dua jenazah dalam satu liang kubur, namun masing-masing harus disendirikan dengan liang kuburnya... Memang demikian, namun bila kondisi darurat mengharuskan dua jenazah dikumpulkan dalam satu liang kubur, seperti jenazahnya banyak dan sulit menyediakan satu liang kubur untuk masing-masing jenazah karena areanya terbatas, maka dua jenazah, tiga dan selebihnya boleh dikumpulkan sesuai kondisi daruratnya,” (Lihat Muhammad bin Umar bin Ali bin Nawawi Al-Jawi, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in, [Beirut, Darul Fikr: tanpa keterangan tahun], juz I, halaman 163).


Dari uraian di atas, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan saat mengubur jenazah pada masa bencana banjir.


Pertama. Jenazah korban banjir perlu dimakamkan dengan cara yang layak sesuai tuntunan syariat. Tujuannya menjaga kehormatan dan hak jenazah.


Kedua. Bila tanah di lokasi pemakaman tidak aman karena banjir atau kondisi tanah terlalu lembap, jenazah bisa dipindahkan ke tempat lain yang lebih memungkinkan.


Ketiga. Bila tidak ada tanah yang layak, penggunaan peti menjadi pilihan yang dibolehkan. Dalam kondisi tertentu penggunaan peti dapat menjadi kewajiban untuk menjaga kehormatan jenazah.


Keempat. Bila langkah sebelumnya tidak dapat dilakukan, pemakaman massal di lahan yang layak menjadi pilihan terakhir. Ini dilakukan pada situasi darurat saat jumlah korban banyak dan lahan aman sangat terbatas.


Demikian penjelasan mengenai tata cara mengubur jenazah di tengah kondisi banjir dan lumpur. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa meskipun situasi darurat dan kondisi tanah tidak ideal, syariat Islam tetap memberikan pedoman agar jenazah dimakamkan dengan layak dan kehormatannya terjaga. Waallahu a'lam.


Ustadz Bushiri, Pengajar di Zawiyah Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
 

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default