Hijrah Rasulullah SAW: Perjalanan Penuh Strategi dan Pengorbanan - Lirboyo


Persiapan hijrah
Malam itu, rumah Abu Bakar penuh kesibukan. Dua unta telah mereka siapkan untuk perjalanan hijrah. Aisyah mengatur bekal, sementara Asma, kakaknya, merobek ikat pinggangnya untuk mengikat perbekalan—karena itu ia terkenal dengan sebutan dzatun nithaqain (pemilik dua ikat pinggang).
Karena situasi genting usai upaya pembunuhan terhadap Rasulullah, mereka tidak langsung menuju Yatsrib (Madinah), tetapi memutar ke selatan menuju Gua Tsur agar mengecoh pengejar dari Quraisy. Abu Bakar dan Nabi menempuh perjalanan diam-diam, dengan Abu Bakar terus menjaga jarak dan memastikan keselamatan Nabi.
Baca juga: Tahun Baru Hijriah: Sejarah, Penetapan, dan Makna Hijrah
Sesampainya di gua Tsur
Selama tiga hari di Gua Tsur, rencana berjalan lancar. Abdullah, putra Abu Bakar, mengumpulkan informasi di Mekah dan kembali ke gua tiap malam. Asma mengantar makanan secara sembunyi-sembunyi, dan penggembala Amr bin Fuhairah menggiring kambingnya ke lereng gua untuk menghapus jejak kaki Abdullah. Ketika pengejar Quraisy hampir mencapai gua, mereka urung masuk karena melihat sarang laba-laba dan burung merpati—tanda gua tampak tak tersentuh manusia.
Baca Juga: Idul Adha Pertama Kali di Masa Rasulullah
Pengorbanan keluarga Abu Bakar
Sementara itu di Mekah, Asma menghadapi tekanan keras. Abu Jahal mendatangi rumah dan menampar wajahnya karena bungkam soal keberadaan ayah dan Nabi. Yang paling menyayat hati bagi Asma adalah ketika sang kakek buta merasa ditinggal tanpa bekal. Untuk menenangkannya, Asma menuntunnya menyentuh sebongkah batu yang terselimuti kain, seolah-olah itu bekal dari ayahnya. Kebohongan kecil itu ia lakukan demi menjaga hati kakeknya.
Baca Juga: Peristiwa Haji Wada’
Abdullah bin Uraiqith: Sang pemandu jalannya hijrah
Setelah tiga hari, Nabi dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan. Abdullah bin Uraiqith, seorang non-Muslim yang dapat dipercaya, menjadi pemandu jalan. Saat Abu Bakar menawarkan untanya kepada Nabi, beliau menolak dan bersikeras membelinya. Sebab hijrah adalah bentuk total pengorbanan; segala sesuatu, termasuk kendaraan, harus berasal dari diri sendiri agar pahalanya utuh.
Baca Juga: Sejarah Kurban: Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim yang Diselewengkan
Awal mula pemburuan Suraqah
Perjalanan menuju Yatsrib melalui jalur barat laut mendekati Laut Merah—rute tak biasa, hanya para ahli padang pasir yang mengetahuinya. Di tengah jalan, mereka berteduh sejenak dan seorang penggembala memberinya susu. Tak lama kemudian, mereka mendengar kabar: Quraisy menggelar sayembara, menawarkan 100 unta bagi penangkap Muhammad dan Abu Bakar.
Suraqah bin Malik, pemburu ulung, mencoba menangkap Nabi. Namun berkali-kali kudanya terperosok, panahnya meleset, hingga akhirnya ia menyerah dan memohon ampun. Nabi hanya memintanya merahasiakan pertemuan itu. Sebelum berpisah, Suraqah minta jaminan keamanan dari Nabi, yang kelak dia memanfaatkannya dalam peristiwa penaklukan Mekah.
Baca juga: Turunnya Ayat Kesempurnaan Agama: Tanda Rasulullah Akan Wafat
Kondisi warga Madinah
Di Yatsrib, warga Muslim menyambut penuh harap. Setiap pagi, mereka bersenjata lengkap menuju perbatasan, menanti Nabi. Ketegangan makin terasa karena rombongan belum juga tiba. Hingga suatu siang, seorang Yahudi yang berada di atas benteng meneriakkan kabar: “Itu dia yang kalian tunggu-tunggu!”
Ketika Nabi tiba dengan tenang di atas unta Qaswa’, penduduk Quba’ menyambutnya dengan meriah seraya melantunkan nasyid:
“Purnama telah terbit di atas kami dari dataran Wada… Wahai utusan Allah, engkau datang membawa kebenaran yang wajib ditaati.”
Setelah itu, Nabi beristirahat di rumah Kultsum bin al-Hidm. Tidak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib datang dalam kondisi lelah dan kaki bengkak. Nabi menangis melihatnya, mendoakan, lalu mengusap kakinya hingga sembuh.
Baca Juga: Agus Ibrahim Ahmad Hafidz; Keistimewaan Malam Jumat
Mendirikan masjid Quba’
Penduduk Quba’ ingin membangun tempat ibadah seperti orang Yahudi yang memiliki sinagog. Nabi mendukung keinginan itu. Beliau memerintahkan pembangunan masjid di tempat di mana unta Qaswa’ berhenti. Kaum Muslimin mendirikan masjid Quba bersama-sama, dengan Nabi turut mengangkat batu. Masjid itu sederhana, berdinding rendah dan tanpa atap, namun menjadi simbol awal tegaknya peradaban Islam.
Referensi:
Ibn sa’id, vol. 1 hal. 177
Ibn Yusuf as-Shalihiy, vol. 2, hal. 239 dan vol. 3 hal. 266.
Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar