Kolaborasi Jadi Kunci Perangi Cyberbullying pada Anak dan Remaja


Jakarta, NU Online
Perundungan di dunia maya atau cyberbullying makin sering menimpa anak dan remaja. Bentuknya bisa lewat pesan teks, suara, sampai gambar yang bikin korban tertekan secara mental.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan mengatakan, masalah ini merupakan sebuah tantangan besar yang harus diatasi bersama.
"Cyberbullying tidak bisa diselesaikan hanya sebagian pihak, tetapi seluruh elemen masyarakat harus saling bahu-membahu mulai dari pemerintah, orang tua, guru, hingga masyarakat sipil untuk sama-sama memberikan edukasi,” ujar Veronica dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).
Ia menyampaikan pentingnya pencegahan melalui edukasi dan pembangunan ketahanan diri anak dan peran aktif orang tua dalam mendampingi anak-anak mereka.
Selain itu, upaya kampanye melalui media film mampu menggambarkan dampak cyberbullying kepada khalayak luas, sekaligus memberikan langkah-langkah solutif jika masyarakat dihadapkan pada masalah tersebut.
"Edukasi sangat penting, tapi kita juga harus memberikan antisipasi jika cyberbullying sudah terlanjur terjadi. Bagaimana kita melihat contoh perjuangan yang dihadapi oleh anak dan keluarga yang terdampak dan bagaimana si anak bisa bangkit kembali?" jelasnya.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan edukasi untuk menciptakan suatu mata rantai yang dapat memberikan perlindungan terbaik bagi anak Indonesia, khususnya di ranah digital.
Wakil Menteri Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Isyana Bagoes Oka menambahkan orang tua juga perlu belajar memahami penggunaan teknologi digital yang digunakan oleh anak-anak dan remaja dalam kehidupan sehari-hari. Menjalin komunikasi yang positif antara orang tua dan anak juga dapat mengurangi risiko anak menjadi korban maupun pelaku cyberbullying.
“Kita tahu saat ini dunia anak-anak dan remaja tidak seperti apa yang terjadi 30 tahun lalu. Sekarang dengan adanya media sosial, anak-anak dan remaja menghadapi tantangan yang luar biasa besar," jelas dia.
Tidak hanya itu, kata Oka, orang tua punya tantangan untuk mengerti dan terus belajar terkait dunia yang dihadapi oleh anak-anak mereka. Karena jika orang tua tidak mengerti apa yang terjadi dengan dunia yang dihadapi, maka mereka juga tidak akan tahu bagaimana membantu mereka jika mengalami kesulitan.
"Orang tua juga perlu pendidikan untuk memahami cara berbicara dengan anak-anak dan remaja,” kata Oka.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar mengungkapkan meskipun terdapat risiko bagi anak ketika mengakses internet, masih banyak dampak positif yang dapat menunjang perkembangan kemampuan anak selama penggunaan tersebut berada di bawah pengawasan orang dewasa.
"Biasanya kita langsung menganggap bermain game online pasti berdampak buruk dan menjadi salah satu alasan maraknya kasus perundungan siber," ungkapnya.
Di sisi lain, imbuh Umar, film ini memperlihatkan dua perspektif, sisi negatif sekaligus manfaatnya. Dengan pendampingan yang positif di dunia maya, anak-anak tetap bisa meraih manfaat.
"Oleh karena itulah peran guru dan orang tua sangat penting dalam memberikan pengawasan dan membantu anak memilih teman di dunia maya yang membawa pengaruh baik,” ujar Umar.
Cyberbullyingmenjadi fenomena global yang berdampak buruk terhadap kesehatan mental korban, termasuk kecemasan, depresi, bahkan risiko bunuh diri. Di Indonesia, data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan peningkatan kasus cyberbullying dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2023 saja, terdapat 3.800 laporan kasus cyberbullying, dengan platform media sosial seperti Tiktok dan Instagram menjadi yang paling sering digunakan.
Cyberbullying dalam konteks penghinaan yang dilakukan di media sosial diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Adapun ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016 adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar