10 Wejangan Imam Al-Ghazali untuk Pejabat dan Pemimpin - NU Online

Beritahu Info Berita Id
By -
0

 

10 Wejangan Imam Al-Ghazali untuk Pejabat dan Pemimpin

NU Online  ·  Rabu, 17 September 2025 | 15:00 WIB

10 Wejangan Imam Al-Ghazali untuk Pejabat dan Pemimpin

Ilustrasi kepemimpinan. Sumber: Canva/NU Online.

Alwi Jamalulel Ubab

Kolomnis

Kekuasaan dan jabatan adalah amanat besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Seorang pemimpin dituntut untuk menegakkan keadilan dan menghadirkan kemaslahatan bagi rakyat sesuai tuntunan syariat. Dalam Islam, kepemimpinan bukan sekadar urusan dunia, tetapi amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.


Rasulullah SAW bersabda:


أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Baca Juga

Istri dan Anak Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq


Artinya, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin,” (HR. Bukhari).


Dalam Islam, ulama berperan sebagai penuntun moral bagi penguasa. Mereka memberi nasihat agar kekuasaan tidak menyimpang dari nilai-nilai agama. Nasihat ulama ibarat cahaya yang menjaga seorang pemimpin agar keputusannya tidak hanya dilandasi kepentingan politik, melainkan berpijak pada kebenaran dan kebijaksanaan.


Salah satu ulama besar yang banyak menasihati para penguasa adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H). Nasihat beliau kepada para pemimpin terangkum dalam kitab At-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988). Dalam karya ini, Al-Ghazali menekankan bahwa kepemimpinan adalah nikmat sekaligus ujian besar yang harus dijalankan dengan adil dan sesuai syariat.


Berikut 10 nasihat Imam Al-Ghazali bagi para pejabat agar dapat menunaikan amanat kepemimpinan dengan sebaik-baiknya:


1. Adil dalam memimpin

Gambaran Beratnya Sakaratul Maut

Kekuasaan adalah nikmat sekaligus amanat dari Allah SWT. Pemimpin yang menunaikannya dengan adil akan memperoleh kebahagiaan abadi, sedangkan yang mengkhianatinya akan terjerumus dalam kesengsaraan, bahkan bisa mengarah pada kekufuran.


2. Mendengarkan nasihat ulama yang saleh

Seorang pejabat harus senantiasa membuka telinga terhadap nasihat ulama yang lurus dan tidak cinta dunia. Ulama yang benar berfungsi sebagai penasihat yang tulus, bukan sebagai “ulama su’” yang hanya mendekati kekuasaan demi keuntungan pribadi.


3. Memilih dan mengawasi jajaran

Baca Juga

Memilih Pemimpin Non Muslim, Bolehkah?

Kebijakan pejabat akan tercermin dalam kinerja bawahannya. Oleh karena itu, ia harus selektif dalam memilih serta tegas dalam mengawasi aparatnya, sebab kelalaian mereka tetap menjadi tanggung jawab pemimpin.


4. Menjauhi kesombongan dan kesewenang-wenangan

Jabatan bukan untuk disombongkan, apalagi dijadikan alat menindas rakyat. Seorang pejabat wajib rendah hati, menyadari bahwa kedudukannya adalah amanat rakyat, bukan hak istimewa pribadi.


5. Memosisikan diri sebagai wakil rakyat

Pemimpin yang baik adalah perpanjangan tangan rakyat. Jika ia benar-benar menempatkan dirinya sebagai bagian dari rakyat, ia tidak akan rela rakyatnya menderita, sebagaimana ia tidak rela dirinya sendiri mendapat penderitaan.


6. Merespons kebutuhan rakyat dengan baik

Kebutuhan rakyat harus menjadi prioritas utama, bahkan lebih utama dari ibadah sunnah. Mengabaikan rakyat demi urusan pribadi atau perkara kecil adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat.


7. Tidak pamer kekayaan

Pemimpin hendaknya hidup sederhana dan tidak memamerkan kemewahan. Menurut Al-Ghazali, keadilan tidak akan lahir tanpa kesederhanaan. Pakaian mewah dan makanan mahal tidak boleh menjadi kesibukan seorang pejabat.


8. Menanggapi kritik dengan kelembutan

Kritik rakyat adalah bagian dari pengawasan. Pemimpin harus menanggapinya dengan bijak, penuh kelembutan, bukan dengan kekerasan. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa pemimpin yang tidak lembut terhadap rakyatnya, kelak Allah pun tidak akan lembut kepadanya pada hari kiamat.


9. Melakukan perbaikan sesuai syariat

Kritik harus ditindaklanjuti dengan perbaikan nyata. Setiap pembaruan kebijakan dan tindakan pejabat wajib berlandaskan syariat serta diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.


10. Tidak menyelisihi syariat dalam kebijakan

Seorang pejabat tidak boleh membuat keputusan yang bertentangan dengan syariat, meski hal itu sesuai dengan kehendak sebagian rakyat. Segala yang menyelisihi syariat pasti batil dan akan menjerumuskan kepemimpinan pada kebinasaan.


Nasihat ulama kepada pemimpin adalah bentuk kasih sayang sekaligus tanggung jawab moral terhadap umat. Pemimpin yang mau mendengar akan lebih mudah menjaga integritas, menegakkan keadilan, dan mengutamakan kepentingan rakyat. Pada akhirnya, kepemimpinan bukan hanya urusan politik dan kekuasaan, melainkan jalan menuju keberkahan serta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Wallahu a'lam.


Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default