Klasifikasi Muallaf dalam Fikih sebagai Salah Satu Kelompok Penerima Zakat - Tebuiireng

Beritahu Info Berita Id
By -
0

 

Klasifikasi Muallaf dalam Fikih sebagai Salah Satu Kelompok Penerima Zakat

17 September 2025


Ilustrasi zakat (sumber: okezone)

Salah satu rukun Islam yang diwajibkan kepada seluruh umat muslim adalah zakat. Zakat ialah menyisihkan sebagian harta dengan syarat-syarat tertentu kemudian dibagikan kepada golongan tertentu. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60 dijelaskan beberapa golongan yang berhak menerima zakat;

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” QS. At-Taubah [9]:60

Dalam salah satu golongan itu ada yang disebut dalam al-Qur’an dengan istilah al-Muallafah Qulubuhum yang mempunyai arti orang-orang yang dilunakkan hatinya. Sedangkan dalam pandangan umum orang yang al-muallafah qulubuhum ini disebut sebagai muallaf atau orang yang baru masuk dalam agama Islam.

Dalam kitab Fathul Qarib penjelasan muallaf dikatakan ada empat namun, hanya satu yang disebutkan dan tiga lainnya ada penjelasannya dalam kitab-kitab yang panjang pembahasannya.

والمؤلفة قلوبهم وهم أربعة أقسام: أحدها مؤلفة المسلمين، وهو من أسلم ونيته ضعيفة في الإسلام فتألف بدفع الزكاة له، وبقية الأقسام مذكورة في المبسوطات

“Dan orang-orang yang hatinya dilembutkan (oleh Allah) ada empat jenis: yang pertama adalah orang-orang yang baru memeluk Islam, yaitu mereka yang beriman dengan niat yang lemah dalam Islam, sehingga mereka diperkuat (niatnya) dengan memberikan zakat kepada mereka. Sedangkan bagian-bagian lainnya disebutkan dalam kitab-kitab yang lebih luas.”[1]

Memang kitab Fathul Qarib ialah kitab fikih Syafi’iyah yang ringkas jadi wajar saja jika tidak disebutkan lengkap penjelasan-penjelasan yang dirasa panjang.

Pembahasan tentang muallaf lebih detail dijelaskan di kitab-kitab yang besar semisal kitab Hasyiah al-Bajuri yang memberi penjelasan lebih panjang dari keterangan yang ada di dalam kitab Fathul Qarib. Dalam kitab Hasyiah al-Bajuri Syaikh Ibrahim al-Bajuri menjelaskan tiga kelompok lainnya tentang muallaf yang tidak dijelaskan dalam Fathul Qarib;

قوله : (وَبَقِيَّةُ الْأَقْسَامِ فِي الْمَبْسُوطَاتِ) أي الثلاثة أقسام الباقية من الأربعة المذكورة في المطولات، وهم من أسلم ونيته قوية ولكن له شرف في قومه يتوقع بإعطائه إسلام غيره من الكفار، ومن يكفينا شر من يليه من الكفار، ومن يكفينا شر مانعي الزكاة. لكن القسمان الأخيران إنما يعطيان عند احتياجنا إليهما بحيث يكون إعطاؤهما أهون علينا من تجهيز جيش نبعثه للكفار أو مانعي الزكاة، أما القسمان الأولان فلا يشترط في إعطائهما ذلك.

“Perkataan Mushonnif: “Dan sisa pembagian dalam pembahasan yang lebih luas” yaitu tiga bagian yang tersisa dari empat yang disebutkan dalam pembahasan yang lebih panjang, yaitu: (2) orang yang masuk Islam dengan niat yang kuat tetapi memiliki kedudukan di antara kaumnya yang diharapkan dengan memberinya (zakat), ia dapat mengislamkan orang lain dari kalangan kafir, (3) orang yang dapat melindungi kita dari bahaya yang ditimbulkan oleh kafir di sekitarnya, (4) dan orang yang dapat melindungi kita dari bahaya orang yang menolak membayar zakat. Namun, dua kategori terakhir (yang nomor 3 dan 4) hanya diberikan jika kita membutuhkannya, sehingga memberikan kepada mereka lebih mudah bagi kita daripada mempersiapkan pasukan untuk dikirim kepada kafir atau orang yang menolak zakat. Sedangkan untuk dua kategori pertama, tidak ada syarat seperti itu dalam pemberiannya.”[2]

Dalam penjelasan Syaikh al-Bajuri keempat golongan orang muallaf ini haruslah orang Islam semuanya, jadi tidak boleh diserahkan kepada orang kafir. Sedangkan pada klasifikasi kelompok muallaf yang nomor 3 dan 4 ada sebuah kemungkinan kalau orang pada kelompok tersebut bukanlah orang Islam, semisal orang kafir tetapi dia punya power yang mampu melindungi orang Islam dari bahaya dari orang kafir lainnya atau dari orang yang enggan membayar zakat.

Dalam fikih aturan pen-tasarruf-an (pembagian) zakat kepada orang non muslim/kafir ada perbedaan di dalamnya. Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Silam wa Adllatuhu menjelaskan;

واختلف العلماء في إعطاء المؤلفة قلوبهم من الزكاة حال كونهم كفاراً، فقال الحنابلة والمالكية: يعطون ترغيباً في الإسلام؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلم أعطى المؤلفة من المسلمين والمشركين .وقال الحنفية والشافعية: لا يعطى الكافر من الزكاة لا لتأليف ولا لغيره، وقد كان إعطاؤهم في صدر الإسلام في حال قلة عدد المسلمين وكثرة عدوهم

“Para ulama berbeda pendapat tentang memberikan zakat kepada orang-orang yang hatinya ingin dibujuk (mua’allaf) ketika mereka masih kafir. Para ulama dari mazhab Hanbali dan Maliki berpendapat bahwa mereka boleh diberi sebagai dorongan untuk masuk Islam, karena Nabi Muhammad SAW memberikan kepada orang-orang yang hatinya ingin dibujuk, baik dari kalangan Muslim maupun musyrik. Sementara itu, para ulama dari mazhab Hanafi dan Syafi’i berpendapat bahwa orang kafir tidak boleh diberi zakat, baik untuk tujuan membujuk maupun untuk alasan lainnya. Pemberian kepada mereka pada awal Islam terjadi saat jumlah Muslim masih sedikit dan jumlah musuh mereka banyak.”[3]

Dari penjelasan di atas ada perbedaan ulama mengenai orang kafir yang diberi zakat. Sebagian berpendapat alasan kenapa nabi pernah memberikan orang kafir zakat ialah karena pada waktu itu umat Islam tidak sebanyak pada zaman-zaman setelahnya. Jika dikontekstualisasikan pada zaman sekarang alangkah baiknya jika mendahulukan umat Islam terlebih dahulu dalam pemberian zakat. Karena banyak juga pada kalangan Islam yang masih miskin dan membutuhkan. Masalah memberikan zakat kepada orang kafir mungkin saja terjadi namun seyogyanya ada kajian terlebih dahulu sebelum memberikan zakat kepada mereka.

Penulis: Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng
Editor: Rara Zarary

[1] Ibnu Qasim, Fathul Qarib Mujib, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2005), 133.

[2] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiah al-Bajuri, (Jakarta: Dar Kutub Islamiyah, 2007), 1/544.

[3] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatu, 1954/3.

  • TAG

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default