Shalat Seribu Rakaat atau Mengajarkan Ilmu, Mana Lebih Utama?
Setiap muslim memiliki caranya sendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada yang tekun dengan shalat sunnah hingga ratusan rakaat, ada pula yang lebih memilih menyebarkan ilmu agama, manakah yang lebih utama antara keduanya?
Dari sinilah lahir pembahasan tentang Afdhaliyyah sebuah konsep yang menimbang kadar keutamaan amal. Agama Islam merupakan agama yang bersifat komperhensif karena ajaran-ajarannya, nilai-nilainya, hukum-hukumnya mencakup semua lini kehidupan tanpa terkecuali. Di samping ibadah wajib, ia memiliki beragam ritual peribadatan yang bisa menjadi opsi atau pilihan bebas bagi pemeluknya dalam menjalankannya hingga sering dikatakan
السير إلى الله بأنفاس الهلائق
Jalan menuju Allah itu dapat ditempuh dengan banyak cara sebanyak nafas para makhluk.
Akan tetapi Allah dan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur'an dan Haditsnya memberikan level atau tingkat antar satu ritual sunnahdengan ritual peribadatan Sunnah lainya, hingga klasifikasi afdhaliyyah (tingkat keutamaan ritual sunnah) pun menjadi topik yang sering dibahas secara dalam oleh para Ulama dalam berbagai karyanya dengan tujuan agar orang-orang Muslim mengetahui tingkat keutamaan ibadah Sunnah yang mereka kerjakan dan bisa memaksimalkan diri untuk meraih keutamaan yang lebih besar lagi di sisi Allah SWT.
Konsep Afdhaliyyah (Keutamaan) Ibadah dalam Islam
Dalam Islam, sudah jelas bahwa ritual ibadah paling utama yang tiada bandingnya adalah ibadah wajib yang diwajibkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran dan nabinya dalam hadistnya, seperti mengimani rukun Iman yang enam, Shalat fardhu, puasa Ramadlan, Zakat fitrah, Jihad fi Sabilillah, dan Haji jika mampu. Adapun ibadah yang hukumnya Sunnah maka perlu kita detailkan pembahasannya sebagai berikut:
Dalam tradisi keilmuan Islam, para ulama telah banyak membahas tentang konsep _afdhaliyyah_ atau tingkat keutamaan dalam ibadah Sunnah. Konsep ini menjadi penting karena seorang muslim seringkali dihadapkan pada pilihan antara beberapa bentuk ibadah sunnah yang sama-sama baik. Dalam kasus seperti ini, pemahaman tentang mana yang lebih utama antar ibadah Sunnah menjadi sangat diperlukan.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya _Madarij as-Salikin_ menjelaskan:
إن أفضل الأعمال ما كان أنفعها للناس وأكثرها تعدياً وأعمها فائدة
"Sesungguhnya amalan sunnah yang paling utama adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, paling luas dampaknya, dan paling umum manfaatnya."
Konsep ini menjadi dasar dalam menentukan keutamaan antar berbagai bentuk ibadah Sunnah dalam Islam.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan sangat tinggi. Ia adalah tiang agama dan bentuk komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya. Dalam sebuah hadits yang di takhrij oleh imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman, Nabi Muhammad SAW bersabda:
الصلاة عماد الدين فمن أقامها فقد أقام الدين ومن تركها فقد هدم الدين
"Shalat adalah tiang agama. Barangsiapa yang mendirikannya, maka ia telah mendirikan agama. Dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia telah merobohkan agama."
Jumlah rakaat yang banyak dalam shalat sunnah menunjukkan kesungguhan seseorang dalam beribadah kepada Allah SWT. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kuantitas selalu lebih utama daripada kualitas dan dampak dari ibadah tersebut?
Kedudukan Ilmu dalam Islam
Islam sangat menjunjung tinggi ilmu dan orang-orang berilmu. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Nabi Muhammad SAW juga menegaskan keutamaan ilmu dalam banyak haditsnya, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah karyanya, dimana hadits tersebut adalah
طلب العلم فريضة على كل مسلم
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah).
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulum ad-Din menyebutkan:
العلم أفضل من العبادة، وخير دينكم الورع
"Ilmu lebih utama daripada ibadah, dan sebaik-baik agama kalian adalah wara' (kehati-hatian)."
Dalam membandingkan keutamaan antara shalat seribu rakaat dan mengajarkan ilmu agama, kita perlu mempertimbangkan beberapa aspek:
1. Manfaat dan Dampak
Jika kita bandingkan manfaat dan dampak antara penyebaran dan pengajaran ilmu agama dan pelaksanaan shalat, maka bisa kita katakan bahwa manfaat shalat hanya dirasakan dan dialami oleh pelakunya saja, sedangkan pengajaran ilmu agama manfaatnya dapat di alami oleh orang lain. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Asy-Syafi'i didalam kitab _Al-Fawaid Al-Mukhtarah_:
من أراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم
_"Barangsiapa menginginkan dunia, maka hendaklah dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu."_
Shalat seribu rakaat memberikan manfaat pribadi bagi pelakunya. Sedangkan mengajarkan ilmu agama memberikan manfaat yang menjalar, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
2. Kesinambungan Amal
Dalam agama islam dijelaskan bahwa ada 3 hal yang dapat menghasilkan pahala terus-menerus pada pelakunya, 3 hal tersebut merupakan bentuk ibadah Sunnah yang manfaatnya menjalar kepada orang lain, diantaranya adalah mengajarkan ilmu agama, 3 hal itu diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW, dimana beliau bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Sohihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu:
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له
_"Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya."_ (HR. Muslim)
Mengajarkan ilmu agama termasuk dalam kategori ilmu yang bermanfaat yang pahalanya akan terus mengalir bahkan setelah seseorang meninggal dunia.
Para ulama telah membahas secara dalam tentang klasifikasi ibadah wajib dan ibadah-ibadah sunnah dalam berbagai literatur karya mereka yang bisa kita pelajari, berikut ulasan-ulasannya. Imam An-Nawawi dalam kitabnya _Al-Majmu'_ menyatakan:
العلم أفضل من النوافل لأن نفع العلم يتعدى إلى غيره، وعبادة البدن قاصرة على صاحبها
_"Ilmu lebih utama daripada ibadah-ibadah sunnah lainnya karena manfaat ilmu dapat meluas kepada orang lain, sedangkan ibadah fisik terbatas hanya pada pelakunya saja."_
Ibnu Taimiyah juga mengatakan:
تعليم العلم ساعة خيرٌ من قيام ليلة
_"Mengajarkan ilmu satu jam lebih baik daripada shalat malam selama satu malam penuh."_
Selain dari apa yang telah dijelaskan diatas, para Ulama juga membuat adagium-adagium hukum islam yang menjadi parameter atau tolak ukur banyak permasalahan fikih berdasarkan penelitian mereka terhadap hadits-hadits Nabi SAW dan ayat Al-Qur'an, adagium-adagium tersebut diistilahkan dengan _Qaidah Fikih_ . Dan adagium yang berhubungan dengan topik kali ini adalah:
الفرض أفضل من النفل
_Ibadah wajib lebih utama ketimbang ibadah Sunnah._
المتعدي أفضل من القاصر
_Ibadah sunnah yang manfaatnya menjalar ke orang lain lebih afdhol daripada ibadah yang tidak menjalar manfaatnya_
Mengapa di dalam Islam seseorang yang terbaik adalah seseorang yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain dan sekitarnya.
Dari adagium di atas, ada 4 ritual ibadah yang dikecualikan seperti yang dinyatakan oleh Imam 'Izzuddin, ibadah yang tetap menjadi afhdal walaupun manfaatnya hanya terbatas pada pelakunya dan tidak menjalar ke orang lain, hal itu berlandaskan hadits Nabi Muhammad SAW yang secara eksplisit menyatakan afdhaliyahnya, 4 ibadah tersebut adalah:
1. Iman, karena menjadi poros dan acuan keislaman seseorang dalam menjalankan agama Islam.
2. Shalat Tasbih, karena Nabi Muhammad SAW mendahulukan Shalat Tasbih setelah melaksanakan shalat fardhu ketimbang sedekah.
3. Shalat karena sabda Nabi Muhammad SAW
خير أعمالكم الصلاة (رواه ابن ماجه)
_sebaik-baiknya amal kalian adalah shalat_ Diriwayatkan oleh Ibnu Majah Radhiyallahu 'Anhu._
4. Jihad dan Haji, keutamaannya ditetapkan oleh nabi Muhammad SAW setelah iman, dimana beliau menerangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim dalam kitab Sohihnya:
قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: أي الأعمال أفضل؟ قال: إيمان بالله ورسوله، قال: ثم ماذا؟ قال: الجهاد في سبيل الله، قال: ثم ماذا؟ قال: حج مبرور.
Tatkala beliau ditanya, amal apa yang paling afdhal?, beliau jawab iman kepada Allah SWT, kemudian Jihad fi Sabilillah, kemudian Haji mabrur. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Ibadah di atas dianggap utama oleh nabi Muhammad SAW karena bersifat wajib. Dua dari empat ibadah tersebut bersifat wajib secara mutlak, yaitu Iman dan Shalat fardhu, sedangkan 2 lainnya bersifat situasional yaitu jihad dan haji, maka keduanya bersifat wajib pada kondisi tertentu, sehingga tidak bisa kita pungkiri bahwa ibadah fardhu adalah ibadah yang paling afdhal/yang paling utama untuk dikerjakan, dan bahwa ibadah sunnah yang manfaatnya menjalar lebih utama daripada ibadah sunnah yang manfaatnya hanya terbatas pada pelakunya.
Hingga Imam 'Izzuddin bin 'Abdussalam pun menarik kesimpulan sebagaimana Al-Ghazali dalam kitab Ihya nya bahwa besar kecilnya keutamaan pada ibadah sunnah itu bergantung pada besar kecilnya maslahah yang dihasilkan, maslahat berupa manfaat atau kebaikan yang menjalar kepada orang lain.
Berdasarkan pendapat ulama yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa Ibadah fardhu lebih utama ketimbang ibadah Sunnah. Ada 4 ibadah yang walaupun manfaatnya tidak menjalar kepada orang lain tetap dinyatakan utama karena bersifat fardhu, berdasarkan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yaknibmengajarkan ilmu agama lebih utama daripada shalat seribu rakaat.
Sebab, dalam mengajarkan ilmu agama memberikan manfaat yang lebih luas, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi banyak orang lain. Ilmu yang diajarkan akan terus menjadi amal jariyah yang pahalanya mengalir bahkan setelah seseorang meninggal dunia.
Ilmu menjadi landasan bagi ibadah-ibadah lainnya, termasuk shalat. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan bisa melaksanakan shalat dengan benar.
Imam Syafi'i pernah berkata:
العلم أفضل النوافل لمن صحت نيته
_"Ilmu adalah ibadah sunnah yang paling utama bagi orang yang niatnya benar."_
Namun demikian, perlu dicatat bahwa keutamaan ini bersifat umum dan dapat berubah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan individu. Ada kalanya shalat seribu rakaat bisa lebih utama bagi seseorang dalam kondisi tertentu, misalnya ketika ia membutuhkan penguatan spiritual pribadi atau ketika ia belum memiliki kualifikasi untuk mengajarkan ilmu agama.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Ahmad Mulham Dawami, Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.