Ayat Kauniyah, Memahami Biologi sebagai Tanda Kekuasaan Allah
Biologi, sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan dan segala manifestasinya, telah menjadi salah satu disiplin ilmu paling mendasar dalam memahami dunia alam. Dari tingkat mikroskopis seperti sel dan molekul DNA hingga skala makroskopis seperti ekosistem dan evolusi spesies, biologi mengungkap kerumitan dan keajaiban yang tersembunyi di balik keberadaan makhluk hidup.
Namun, dalam perspektif Islam, biologi bukan sekadar pengetahuan sekuler yang terpisah dari dimensi spiritual. Sebaliknya, ilmu ini merupakan bagian integral dari ayat kauniyah—tanda-tanda alam semesta yang diciptakan Allah SWT sebagai bukti kebesaran-Nya.
Al-Quran, sebagai sumber petunjuk utama umat Islam, secara eksplisit mengajak manusia untuk merenungkan ciptaan Allah. Salah satu ayat yang paling ikonik adalah Q.S. Ali Imran: 190:
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,
Studi biologi, dengan demikian, menjadi bentuk ibadah yang mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta, selaras dengan prinsip tauhid—keesaan Allah yang mencakup segala aspek kehidupan. Artikel ini akan mengembangkan pemahaman tersebut secara rinci, mengeksplorasi bagaimana biologi berpadu harmonis dengan ajaran Islam, serta bagaimana ilmu ini dapat memperkuat keyakinan spiritual.
Dasar Biologi dalam Islam: Penciptaan dan Kehidupan
Islam memandang kehidupan sebagai ciptaan Allah yang penuh hikmah dan keseimbangan. Q.S. Al-Mulk: 3-4 Allah SWT berfirman:
الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ
Artinya: (Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih ketidakseimbangan sedikit pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat suatu cela?
ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ اِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَّهُوَ حَسِيْرٌ
Artinya: Kemudian, lihatlah sekali lagi (dan) sekali lagi (untuk mencari cela dalam ciptaan Allah), niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan kecewa dan dalam keadaan letih (karena tidak menemukannya).
Ini mencerminkan prinsip biologi tentang homeostasis, di mana makhluk hidup mempertahankan keseimbangan internal. Hadis Nabi SAW memperkuat pandangan ini. Dalam Sahih Bukhari (Hadis No. 3208), Nabi bersabda secara lengkap:
“إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ كُلَّ مَوْلُودٍ حَقِيرًا ثُمَّ جَعَلَهُ قَوِيًّا ثُمَّ جَعَلَهُ حَقِيرًا”
Artinya: (Sesungguhnya Allah menciptakan setiap makhluk dalam keadaan lemah, kemudian memberinya kekuatan, kemudian membuatnya lemah lagi).
Hadis ini menggambarkan siklus biologi: kelahiran, pertumbuhan, dan kematian, yang selaras dengan proses evolusi mikro dan adaptasi.
Embriologi: Keajaiban Penciptaan Manusia
Embriologi adalah salah satu bidang biologi yang paling selaras dengan ajaran Islam. Dalam Q.S. Al-Mu’minun: 12-14 memberikan deskripsi tahapan penciptaan, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Hadis Nabi SAW dalam Sahih Muslim (Hadis No. 2643) merinci secara lengkap:
“إِنَّ أَحَدَكُمْ يُخْلَقُ مِنْ نُطْفَةٍ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ”
Artinya: (Sesungguhnya salah seorang di antara kalian diciptakan dari nutfah (air mani) selama empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu, kemudian menjadi segumpal daging seperti itu).
Deskripsi ini sesuai dengan embriologi modern, termasuk tahap nutfah (zigot), alaqah (blastula), dan mudghah (gastrula), sebagaimana dikonfirmasi oleh embriolog Keith L. Moore (1986).
Keanekaragaman Hayati dan Ekologi Islam
Biologi ekologi dalam Islam menekankan pelestarian alam. Dalam Q.S. Ar-Rum: 41: disebutkan, yang artinya “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” Hadis Nabi SAW dalam Sunan at-Tirmidzi (Hadis No. 1906, dinilai hasan) bersabda:
“إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَلَّا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا”
Artinya: (Jika hari kiamat datang dan salah seorang di antara kalian memegang bibit pohon di tangannya, hendaklah ia menanamnya jika mampu, sebelum kiamat tiba).
Hadis ini mendorong konservasi biodiversitas, selaras dengan prinsip ekologi berkelanjutan. Islam memberikan etika ketat untuk bioteknologi.
Kesimpulan
Biologi dalam perspektif Islam adalah jembatan antara wahyu dan rasionalitas, di mana Al-Quran dan hadis lengkap memberikan fondasi yang selaras dengan sains modern. Dari embriologi hingga ekologi, ajaran Islam mendorong umatnya menjadi pelopor ilmu pengetahuan sambil menjaga etika ilahi. Studi ini memperkuat iman dan potensial untuk dialog global.
Penulis: Afifah Nur Zahida
Editor: Muh. Sutan