Foto Jurnalistik Santri, Narasi Visual Membangun Peradaban
NU Online · Kamis, 23 Oktober 2025 | 15:31 WIB
Dokumentasi arsip Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem tempo dulu yang dipamerkan di Rumah Nyonya Karangturi Lasem (Foto: NU Online/Ayu Lestari)
Rembang, NU Online
Dalam memperingati Hari Santri 2025, kantor berita Antara menyelenggarakan kegiatan klinik belajar Lasem dan Temu Wicara bersama di Rumah Nyonya tepatnya di Jalan Karangturi gang IV nomor 7 Desa Karangturi Lasem, Rabu (22/10/2025).
Kegiatan itu bersinergi dengan beberapa pihak terkait seperti Yayasan Lasem Heritage, PFI Semarang, Masjid Jami' Lasem, Museum Islam Nusantara, Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem, Pondok Pesantren Kauman Lasem, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayat Lasem (STAILA), Rumah Nyonya, Pemerintah Desa (Pemdes) Dasun, Lesbumi Lasem yang didukung oleh Kementerian Komunikasi & Digital, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang, serta Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lasem.
Baca Juga
Kontributor NU Online Juara 1 Lomba Fotografi Bhayangkara
Zacky Khairul Umam, Dosen Universitas Islam Indonesia menyebut santri dan dunia fotografi mempunyai arti penting dalam membangun sebuah peradaban, baik secara teknologi, pengetahuan, dan citra diri pondok pesantren.
Selain itu, perangkat teknologi grafis dalam mempromosikan Islam bagi masyarakat umum. Seperti dalam sejarah abad ke-19, sekira tahun 1870-an, Zacky menyampaikan salah satu ilmuwan orientalis bernama Snowflake yang menjadi pelopor dalam dunia fotografi pada saat itu.
Baca Juga
Santri Az Zahra Juarai Lomba Fotografi Jepara
"Seorang yang bernama Christian adalah orang pertama yang memotret bangunan Ka'bah dengan memanfaatkan teknologi fotografi pelat basah kolodion yang masih sangat primitif pada zamannya," kata Zacky dalam diskusi temu wicara klinik belajar via daring, Rabu (22/10/2025)
Menurutnya, Christian secara tidak langsung menarasikan Islam berupa tulisan tapi menggunakan gambar.
"Ketika dia datang ke Indonesia, kemudian banyak melakukan studi lapangan di Aceh, dia melihat kehidupan orang muslim Aceh dalam bentuk foto. Inilah yang menjadikan kekuatan foto dalam meningkatkan citra muslim Aceh pada kala itu," ucapnya.
Baca Juga
Pameran Fotografi di Pesantren Nurul Jadid
Kemudian, Zacky juga menjelaskan, keilmuan etnografi dan fotografi sebagai tindakan kultural dan politis bagi santri.
"Dalam hal ini, foto kehidupan santri tidak hanya mencatat sebuah realita, namun merupakan satu perspektif untuk menilai dan melihat cara pandang dari santri itu sendiri," lanjutnya.
Peran fotografi santri yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dari masa kolonial seperti mengaji, ro'an, menulis huruf pegon adalah wujud pergerakan peradaban santri menampilkan versi terbaik, seperti mengaji, kerja bakti. Refleksi bahwa di masa akhir.
Baca Juga
Angkat Budaya Jaranan, Santri Nuris Jember Raih Juara 3 Lomba Fotografi Internasional
"Masa kolonial, di mana dahulu marak sekali orang buta aksara, namun pada era itu santri sudah melek teknologi melalui pegon," sahut Zacky.
Santri sudah berhasil membentuk narasi sendiri belum dalam karya fotografi pada masa itu. Hal ini bisa kita anggap pameran foto ini sebagai narasi visual menurut santri itu sendiri.
Baca Juga
Sambut Hari Santri, LTN Klaten Gelaar Lomba Cerpen dan Fotografi
Kedua, kata Zacky foto bisa dianggap sebagai simbolisasi, artinya santri dapat mengalami kemenangan merebut narasi yang bermula dari kehidupan kelompok pinggiran, hingga menjadi kelompok yang berdaya dan menjadi simbol nasional.
"Bertepatan pada hari santri ini, mereka menunjukkan bahwa narasi bisa direbut dan mereka tunjukkan bagaimana hal ini kita bisa katakan merebut narasi dari santri oleh kehidupan," terangnya.
Fotografi juga tak ayal dapat membantu masyarakat umum membangun memori kolektif, serta media fotografi dapat digunakan sebagai wujud realitas spiritual dan sosial santri.
"Dari keragaman keempat aspek tadi, santri dan foto jurnalistik bisa dimanfaatkan sebagai media dalam memperjuangkan pembangunan moral bangsa, dan pembangunan karakter," paparnya.
Dalam hal ini, Zacky juga menyebut, foto jurnalistik dan santri tidak hanya dijadikan sebuah citra indah di mata publik, tetapi suatu pengalaman yang benar-benar dipahami.
"Bahasa visual itu sangat kuat, sekaligus mudah ditangkap oleh siapa pun," imbuh Zacky.
Senada, KH Sholahudin Fatawi, Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayat Lasem (STAILA) menyampaikan, peradaban manusia dari masa ke masa diawali dengan sejarah.
"Sejarah adalah kekuatan teknologi pertama kali bercerita untuk menjaga apa yang sebenarnya pernah terjadi kemudian diceritakan berkembang pesat baik, termasuk dalam bentuk foto jurnalistik," ucap Gus Din, Sapaan akrabnya.
Kata Gus Din, kisah manusia menjadi sumber kekuatan, namun setiap manusia harus mempunyai empat sifat dasar seperti yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW yakni Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah.
"Kecerdasan tidak cukup kalau tidak ada kejujuran. Jika keempat sifat itu dikemas jadi satu, sejarah atau narasi akan tersampaikan dengan baik dan akan tetap selalu dilestarikan," ujarnya.
Sebagaimana di dalam Al-Qur'an mengandung kisah dijadikan sebagai acuan seiring perkembangan peradaban adanya jurnalistik.
"Kisah dan dunia jurnalistik bisa dibangun bersama-sama. Keunikan ini bisa menjadi sumber kekuatan, termasuk bagi santri. mau tidak mau santri harus memiliki keterampilan bernarasi dengan baik," terang Gus Din.
Menurut dia, esensi sejarah dan foto jurnalistik mempunyai kesamaan dalam menyampaikan informasi bagi publik.
"Dua elemen ini harus tetap dijaga dengan baik, dengan memperhatikan empat dasar prinsip jurnalisme ala kenabian agar tidak lepas dari akal dan kenyataan," jelasnya.
"Kolaborasi semacam ini dapat dijadikan sebagai syiar untuk santri supaya tetap menjaga kemampuan menularkan daya dan suri tauladan bagi generasi selanjutnya," tandasnya.
Kepala Redaksi Foto Antara, Wahyu Putro A menjelaskan sebagaimana foto berfungsi selaku bukti dan eksistensi sebuah perjalanan fakta.
"Jadi fotografi tidak hanya perihal keindahan, namun bisa memperlihatkan kenyataan sesuai unsur-unsur jurnalistik," pungkasnya.