Membaca Maulid Nabi Tidak Mengerti Maknanya, Apakah Masih Berpahala?
NU Online · Rabu, 24 Desember 2025 | 13:00 WIB

Ilustrasi Nabi Muhammad SAW. (Foto: NU Online)
Pertanyaan
Assalamualaikum wr wb. Izin bertanya, Ustadz/Ustadzah. Setiap malam Jumat di sini ada rutinan perkumpulan satu kampung. Istilahnya shalawatan. Diisi dengan pembacaan surat Yasin, tahlil, dan biasanya juga ada pembacaan Al-Barzanji atau Maulid ad-Diba'i.
Pertanyaan saya, Ustadz/Ustadzah. Masyarakat yang mengikutinya, saat pembacaan Al-Barzanji atau Maulid ad-Diba'i, banyak yang tidak mengerti maknanya. Apakah masih mendapatkan pahala? Setahu saya, hanya al-Qur'an yang ketika dibaca tetap mendapatkan pahala walaupun tidak mengerti maknanya. Terima kasih. Mohon pencerahannya. (M. Isra’, berdomisili di Bangkalan).
Jawaban
Waalaikumsalam wr wb. Penanya dan pembaca setia NU Online yang dirahmati Allah SWT, semoga kita semua dalam lindungan-Nya dan diberi anugerah kesabaran dalam menjalankan perintah-Nya.
Baca Juga
Maulid Nabi dan Hal Penting yang Perlu Diperhatikan
Benar dengan apa yang diutarakan penanya, bahwa membaca Al-Qur'an tetap mendapatkan pahala walaupun tidak mengerti maknanya. Akan tetapi, tidak hanya Al-Qur'an, ada lagi, yaitu membaca shalawat dan salam kepada Nabi SAW juga berpahala meskipun tidak mengerti maknanya, sebagaimana penjelasan yang disampaikan Syekh Nawawi Banten berikut:
أَن الشَّخْص لَا يُثَاب على الذّكر إِلَّا إِذا عرف مَعْنَاهُ واستحضره وَلَو إِجْمَالا مَا عدا الْقُرْآن وَالصَّلَاة وَالسَّلَام على النَّبِي الْمُخْتَار
Artinya: "Sesungguhnya pembacaan zikir seseorang tidak berpahala kecuali mengerti dan menghadirkan maknanya walaupun secara global, kecuali (pembacaan) Al-Qur'an, shalawat, dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.” (Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut: Darul Fiqr, t.t.], hal. 76).
Penjelasan serupa juga dijelaskan oleh Imam Ibnu Allan dalam al-Futuhat ar-Rabbaniyah 'alal Adzkar an-Nawawiyah, sebagaimana redaksi berikut:
Baca Juga
3 Keutamaan Merayakan Maulid Nabi
لأن شرط ترتب الثواب على الذكر معرفة معناه ولو بوجه كما أفتى به السبكي بخلاف ترتيب الثواب على قراءة القرآن فإنه حاصل للقارئ وإن لم يعرف معناه
Artinya: “Karena sesungguhnya syarat pembacaan zikir berpahala adalah mengetahui maknanya walaupun hanya secara global, sebagaimana fatwa Imam Subki. Hal ini berbeda dengan pembacaan al-Qur'an tetap berpahala bagi pembacanya meskipun tidak mengetahui maknanya (sama sekali).” (Imam Ibnu Allan, Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah 'alal Adzkar an-Nawawiyah, [Mesir: Jam'iyahtun Nasyari wat-Ta'lif al-Azhariyah, t.t], Jilid I, hal. 22).
Dua redaksi ini secara eksplisit menyatakan hanya ada tiga jenis bacaan yang meskipun tidak mengerti maknanya tetap bernilai pahala, yakni: (1) membaca Al-Qur’an; (2) membaca shalawat; dan (3) membaca salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, maksud dari mengerti maknanya secara global adalah misal membaca “subhanallah”, maka pembaca mengerti bahwa yang dibaca bacaan tasbih yang mengandung pengagungan dan pujian kepada Allah SWT, meskipun ia tidak mengerti makna kata per kata dari kalimat yang dibaca. Inilah maksud dari mengerti maknanya meskipun secara global, sebagaimana penjelasan berikut:
قَوْلُهُ وَلَوْ بِوَجْهٍ) وَمِنْ الْوَجْهِ الْكَافِي أَنْ يُتَصَوَّرَ أَنَّ فِي التَّسْبِيحِ وَالتَّحْمِيدِ وَنَحْوِهِمَا تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَثَنَاءً عَلَيْهِ
Artinya: "Maksudnya redaksi 'walau bi wajhin (mengerti maknanya secara global yang mencukupi mendapatkan pahala) adalah pembaca bisa mentasawurkan (di hatinya) bahwa dalam tasbih, tahmid, dan zikir lainnya (yang sedang dibaca) mengandung pengagungan terhadap Allah SWT dan pujian kepada-Nya." (Syekh Syarwani, Hawasyi as-Syarwani ala Tuhfatul Muhtaj, [Beirut: Daru Ihya'it Turats al-'Arabi, t.t.], jilid II, hal. 102).
Perlu diketahui juga masih ada ulama lain yang menyatakan bahwa seseorang yang membaca subhanallah, misalnya, lalu ia lupa terhadap maknanya (atau tidak mengerti maknanya) tetap mendapatkan pahala. (Syekh Syarwani/Jilid II, hal. 102).
Lalu, bagaimana dengan pembacaan Al-Barzanji atau Maulid ad-Diba'i yang dibaca masyarakat awam. Padahal mereka banyak yang tidak mengerti maknanya sama sekali? Mari simak penjelasan berikut.
Suatu ketika Imam Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang syi'ir dan pujian-pujian yang biasa dilakukan sekelompok orang di daerah Yaman. Beliau menjawab seperti redaksi berikut ini:
فأجَاب نفع الله بِعُلُومِهِ بقوله: إنشاد الشّعْر وسماعه إِن كَانَ فِيهِ حث على خير، أَو نهي عَن شَرّ، أَو تشويق إِلَى التأسي بأحوال الصَّالِحين، وَالْخُرُوج عَن النَّفس ورعُونتها وحُظوظها، والتأدب والجدِّ فِي التحلي بالمراقبة للحق فِي كل نَفَس
فَكل من الإنشاد وَالِاسْتِمَاع سنة، وَالَّذِي نَسْمَعهُ عَن اليمنية وَغَيرهم أَنهم لَا ينشدون فِي مجَالِس ذكرهم إِلَّا بِمَا فِيهِ شَيْء مِمَّا ذَكرْنَاهُ، والمنشدون والسامعون مأجورون مثابون إنْ صلحتْ نياتهم وصفتْ سرائرهُم
Artinya: “Beliau menjawab: Menyenandungkan syi'ir dan mendengarnya hukumnya sunah apabila syi'ir tersebut mengandung dorongan untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan, membuat senang dengan ihwal para orang saleh, bisa terlepas dari hawa nafsu, membuat beradab dan semangat dalam berhias muraqabah kepada Allah yang Maha Haq di setiap tarikan nafas.
“Setiap dari senandungan dan menyimak sunnah. Dan apa yang kita dengan dari masyarakat Yaman tersebut atau masyarakat lainnya bahwa mereka tidak menyenandungkan syi'ir di majelis-majelisnya kecuali syi'ir yang mengandung setiap kandungan yang telah disebut (hal-hal positif semua). (Sehingga), para penyair dan pendengarnya mendapatkan pahala jika niat-niat mereka baik dan hati mereka bersih.” (Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Haditsiyah, [Beirut: Darul Fiqr, t.t.], hal. 58—59).
Jadi, berdasarkan jawaban Imam Ibnu Hajar al-Haitami ini dan uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa pembacaan Al-Barzanji atau Maulid ad-Diba'i, sebagaimana dibaca masyarakat yang tidak mengerti maknanya di daerah penanya, tetap mendapatkan pahala. Bahkan, meskipun hanya sekadar menjadi pendengar sebagaimana uraian di muka. Sebab, sudah jelas kandungan dari Al-Barzanji atau Maulid ad-Diba'i mengandung hal-hal positif seperti yang telah dikemukakan.
Demikian jawabannya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi lantaran kita tetap semangat melaksanakan rutinitas positif seperti yang dilaksanakan penanya. Wallahu a'lam.
Syifaul Qulub Amin, Alumnus PP Nurul Cholil Bangkalan dan Pegiat Literasi Keislaman.