Warga Manfaatkan Kayu Gelondongan untuk Hunian dan Jembatan, Aktivis NU Soroti Lambatnya Pemulihan
NU Online · Kamis, 18 Desember 2025 | 16:00 WIB

Kayu gelondongan memenuhi rumah warga di Padang, Sumbar. (Foto: dok NU Online/Armaidi Tanjung)
Jakarta, NU Online
Di tengah keterbatasan bantuan dan lambatnya pemulihan pascabencana di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara, sebagian warga terdampak memilih memanfaatkan kayu gelondongan yang terseret banjir untuk membangun hunian dan jembatan darurat. Langkah tersebut dinilai sebagai respons atas kebutuhan mendesak warga yang kehilangan tempat tinggal.
Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) di Sumatra Barat, Armaidi Tanjung, menilai pemanfaatan kayu gelondongan oleh warga merupakan pilihan realistis di tengah situasi darurat dan lambannya pemulihan pascabencana. Menurutnya, kayu-kayu tersebut justru akan menimbulkan persoalan baru jika dibiarkan tanpa kejelasan penanganan.
“Saya kira boleh-boleh saja. Kayu itu kalau dibiarkan tentu mubazir, sementara masyarakat membutuhkan hunian. Kalau memang kayunya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, kenapa tidak?” ujar Armaidi di kantor NU Online, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Baca Juga
Rumah Hancur dan Akses Terisolasi, Warga Tapanuli Selatan Menanti Bantuan Pemulihan
Ia menuturkan, keberadaan kayu gelondongan yang hanyut akibat banjir bandang justru menjadi bukti nyata kerusakan lingkungan, terutama penggundulan hutan. Menurutnya, membiarkan kayu-kayu tersebut tidak serta-merta menyelesaikan persoalan lingkungan dan bahkan berpotensi menambah masalah.
“Kerugiannya sudah terlihat jelas. Dokumennya juga kuat bahwa kayu-kayu ini berasal dari hutan yang ditebang. Kalau sekarang dimanfaatkan masyarakat untuk membangun hunian sementara, saya kira itu sah-sah saja,” katanya.
Armaidi menilai, pemanfaatan kayu tersebut setidaknya dapat membantu warga membangun tempat tinggal sementara sambil menunggu bantuan pemerintah. Ia juga menepis anggapan bahwa penggunaan kayu gelondongan akan menghilangkan barang bukti kerusakan hutan.
“Kalau dikatakan itu barang bukti penebangan liar, sebanyak itu bukti apa lagi yang dibutuhkan? Kalau dibiarkan, mau dibuang ke mana? Itu justru menambah masalah,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski sebagian kayu telah lapuk, masih banyak yang kondisinya layak pakai dan akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan oleh warga terdampak bencana.
Baca Juga
Ansor Kirim Bantuan dan Tim Bagana ke Pidie Jaya, Prioritaskan Pemulihan Dayah dan Warga Terdampak
Lebih lanjut, Armaidi menyampaikan bahwa warga tidak hanya membutuhkan bantuan logistik, tetapi juga dukungan nyata dari pemerintah untuk membangun kembali rumah mereka agar kehidupan dapat kembali normal.
“Mereka tentu berharap pemerintah bisa membantu membangunkan rumah, membersihkan rumah-rumah yang rusak, sehingga mereka bisa hidup normal lagi dan merasa nyaman bersama keluarganya,” katanya.
Selain kebutuhan fisik, Armaidi juga menekankan pentingnya penanganan dampak psikologis bagi para penyintas bencana. Menurutnya, trauma akibat bencana tidak bisa dihapus begitu saja, tetapi dapat dikurangi dengan respons cepat dan penanganan yang tepat.
Baca Juga
Kemenag Fokus Pemulihan Madrasah dan Rumah Ibadah Pascabencana Sumatra
“Trauma itu tidak akan hilang begitu saja. Tapi dengan gerak cepat dan kepastian penanganan, mudah-mudahan bisa berkurang dan mereka bisa bangkit kembali,” ujarnya.
Pemulihan warga terdampak, lanjut Armaidi, sangat bergantung pada kesiapan pemerintah, termasuk kepastian lahan untuk pembangunan hunian tetap. Ia bahkan merekomendasikan opsi pembangunan rumah susun bagi penyintas yang kehilangan rumah, dengan catatan memperhatikan aspek keselamatan.
“Apakah sudah saatnya membangun rumah susun? Itu perlu dipertimbangkan secara matang. Jangan asal bangun, karena Sumatra Barat juga rawan gempa,” pungkasnya.
===========
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.