Penutupan Ngaji Ramadan, Habib Luthfi Berpesan Pentingnya Sanad Ilmu dan Menulis - JATMAN Online
Pekalongan, JATMAN Online – Rais ‘Aam Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN) Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya mengisi Penutupan Pengajian Ramadan di kediaman Habib Luthfi Jl dr Wahidin Gang 7 Noyontaan, Kota Pekalongan, Selasa (18/4/23) malam.
Habib Luthfi berpesan kepada santri agar memperbanyak produksi tulisan tentang wali, ulama, dan para kiai Nusantara.
“Mereka itu dakwah di Nusantara secara susah payah melalui jalur pendidikan hingga ekonomi, membangun masyarakat supaya makmur. Itulah yang seharusnya perlu ditulis,” kata Habib Luthfi dikutip dari NU Online Jateng.
Ketua Forum Sufi Dunia ini menyebutkan rata-rata usia para Wali Songo yang mencapai 100-an tahun. Usia yang panjang itu mereka gunakan sebaik mungkin untuk membangun ekonomi, berdakwah melalui jalur kesenian, mengajar dan lain-lain.
“Jangan dikira Wali Songo itu tidak mengerti seni. Wali Songo sangat paham bagaimana seni itu sendiri untuk menarik perhatian masyarakat agar mau ikut,” paparnya.
Diakui, memang belum banyak manuskrip yang bisa ditemukan. Tapi kalau tidak ada yang memulai menuliskan tentu generasi selanjutnya akan semakin kepaten obor. Tulisan-tulisan yang logis dari sejarah para wali, ulama, kiai Nusantara itu penting agar bisa dijadikan referensi untuk generasi yang akan datang.
“Termasuk kenapa harus lewat jalur dagang, kenapa juga dalam dakwahnya harus lewat India atau China dulu misalnya. Ayo, itu semua harus ada yang menuliskan supaya kita tahu,” ucapnya.
Para wali tahu kenapa ke China dan India dahulu, karena sumber kain itu sumbernya China dan India. Sampai disebut dari China ke Madinah itu dengan jalur sutera karena pakaiannya dan bahan-bahannya. Bagaimana wali sembilan memanfaatkan dengan pakaian dan bahan itu bisa dibawa ke Indonesia.
Habib Luthfi menjelaskan para Wali Songo berdakwah dengan membangun jalur ekonomi agar memudahkan untuk berkenalan kepada siapapun walaupun tidak dikenal.
“Bagaimana cara wali sembilan cara berdakwah masuk ke Indonesia ko mampu dan mudah diterima oleh awam pada waktu itu. Kita itu harus banyak belajar kepada beliau-beliau dari jalur mana para beliau membangun dakwah Islam, tidak terlepas pasti para beliau membangunnya dengan jalur ekonomi,” ucapnya.
Selama ini tulisan tentang para wali dan ulama di Nusantara, lanjutnya, masih kalah banyak jika disandingkan dengan kisah klenik yang kurang relevan. Paling jauh hanya berkutat pada asal usul suatu daerah. Itupun masih dibumbui kisah sebatas adu kesaktian.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini menegaskan, kiai-kiai di daerah-daerah penting untuk ditulis sejarah dan ajarannya. Dengan begitu, kata Habib Luthfi kiprah dan teladan sosok kiai itu bisa terekam untuk dipelajari secara rapih.
“Syekh Abdul Qadir contohnya, siapa yang tidak kenal beliau? Bagaimana bisa kenal beliau kalau tidak dari manaqibnya. Yang ditulis secara rapih dan banyak sekali,” sebutnya.
Habib Luthfi berpesan ketika menulis supaya jangan menyerah hanya karena alasan takut takabur. Kadang ada yang mau nulis kiai A tapi tidak jadi karena ada keluarga yang tidak setuju. “Katanya tidak mau takabur, tidak mau riya,” ujarnya.
Masalahnya, kalau terus beralasan takut takabur lalu tidak ditulis mau belajar darimana kita. “Iya kalau masih ada yang bisa ditanya, anak-anak kita besok bagaimana? Siapa yang bakal mereka banggakan dan teladani supaya tidak kepaten obor,” tandasnya.
Habib Luthfi mengatakan kanjeng Nabi Sendiri dawuh Kullu sababin wa nasabin, munqothi yaumal qiyamah illa sababi wa nasabi. Nasab itu keturunan, sedangakan sabab itu didapat dari menuntut ilmu.
“Kalau dia tidak punya nasab maka dapet sabab, gurunya siapa sehingga sampai kanjeng Nabi. Masa kita tidak mau memasukan diri kita ke sabab. Makanya sanad ngaji itu sangat penting karena kita yang dimasukkan wa sababil ila yaumil qiyamah,” ungkapnya.
Diakhir, Habib Luthfi mengucapkan minal ‘aidin wal faizin wal maqbulin. Kalau ketentuan melihat Rukyatul hilal sudah 3,8-3,9 bahkan ada yang jelas sekali 4,3 sudah jelas. Tapi karena kita itu mempunyai ulil amri, kalau yang menghargai pemerintah bukan kita sendiri, terus siapa. Walaupun kita sudah mengerti patokannya, kita tetap menunggu ulil amri.
Share this:
Jakarta, JATMAN Online – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Dr. Zakky Mubarak menjelaskan mengenai kriteria manusia takwa. Kiai Zakky menjelaskan salah satu tujuan pelaksanaan ibadah shiyam atau puasa adalah agar menjadi orang-orang yang bertakwa.
“Manusia takwa adalah merupakan insan paripurna yang senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dengan keikhlasan yang maksimal dan meninggalkan segala larangan-Nya dengan segala keinsyafan. Kriteria manusia takwa banyak disebutkan dalam al-Qur’an, antara lain dalam surat al-Baqarah ayat 77,” tulis Kiai Zakky dikutip JATMAN Online Kamis (20/4/2023) dalam akun facebook Zakky Mubarak Syamrakh.
Dalam ayat tersebut, Dosen Universitas Indonesia ini menegaskan bahwa kebajikan atau kebaktian bukanlah dengan menghadapkan wajah ke arah timur atau barat, atau mungkin ke arah-arah yang lain. Akan tetapi kebajikan atau kebaktian adalah orang-orang yang memiliki kriteria sebagai manusia takwa.
Kiai Zakky memaparkan bawah ada 10 kriteria manusia takwa diantaranya yaitu,
(1) beriman kepada Allah dengan iman yang sesungguhnya. Iman itu memiliki tiga komponen, yaitu meyakini dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan merealisasi dalam amal perbuatan.
(2) beriman kepada hari akhirat dengan segala macamnya, seperti mempercayai adanya alam barzakh, hari kiamat, hari kebangkitan, hari mahsyar, hari hisab, hari pembalasan, dan sebagainya.
(3) mempercayai kepada para malaikat. Malaikat adalah makhluk immateri yang senantiasa taat kepada Allah dan menjalankan tugas-tugas dari Allah yang diberikan kepada mereka. Ke
(4) beriman kepada kitab-kitab suci. Kitab suci seluruhnya terdiri dari 104 kitab, dari 104 kitab itu terangkum dalam empat kitab, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an. Dari empat kitab itu semuanya terangkum dalam al-Qur’an.
(5) percaya kepada para nabi dan rasul. Para nabi jumlahnya 124.000, sedangkan para rasul berjumlah 313 orang, yang wajib diketahui adalah 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam al-Qur’an. Kriteria selanjutnya
(6) memberikan harta yang dicintainya untuk kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, anak jalanan atau musafir, orang-orang yang meminta-minta, dan untuk membebaskan perbudakan.
(7) menegakkan shalat dengan konsekuen. Shalat pengertian secara bahasa adalah doa dan pujian, sedangkan secara istilah adalah suatu ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan beberapa syarat dan rukun tertentu.
(8) menunaikan zakat. Zakat menurut pengertian bahasa adalah tumbuh kembang, penyucian jiwa dan harta, dan keberhakan. Sedangkan menurut istilah adalah memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada mereka yang berhak menerima dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
(9) menepati janji apabila berjanji, dengan demikian mereka melaksanakan janji-janjinya dengan konsekuen dan tidak pernah mengingkarinya.
(10) ketabahan dan kesabaran yang maksimal dalam menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka yang memiliki kriteria-kriteria tersebut adalah orang-orang yang benar-benar beriman, dan merekalah orang-orang yang bertakwa.
Share this:
Jakarta, JATMAN Online – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau agar umat Islam menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi perbedaan awal Syawal 1444 H/2023 M. Hal tersebut disampaikan Menag dalam Surat Edaran No SE 05 tahun 2023 mengenai penyelenggaraan Hari Raya Idulfitri 1444 H/2023 M.
Diketahui, Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah menginformasikan akan merayakan Idulfitri pada 21 April 2023. Sementara pemerintah akan terlebih dahulu menggelar sidang isbat (penetapan) awal Syawal 1444 H/2023 M. Sidang isbat akan digelar pada 20 April 2023 di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta.
Sidang isbat dilaksanakan secara tertutup, dan diikuti Komisi VIII DPR RI, pimpinan MUI, duta besar negara sahabat, perwakilan ormas Islam, serta Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama. Pemerintah akan mempertimbangkan hasil perhitungan astronomis (hisab) dan pemantauan hilal (rukyatul hilal) sebelum memutuskan awal Syawal 1444 H/2023 M.
“Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi kemungkinan perbedaan Penetapan 1 Syawal 1444 H/2023 M,” pesan Menag di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
Edaran Menag juga mengatur bahwa Takbiran Idulfitri dapat dilaksanakan di semua masjid, musala, dan tempat-tempat lain. Namun demikian, pelaksanaannya tetap mengikuti Surat Edaran Menteri Agama No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla
“Takbir keliling dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan pemerintah setempat, menjaga ketertiban, menjunjung nilai-nilai toleransi, dan menjaga ukhuwah Islamiyah,” ujarnya.
“Salat Idulfitri 1 Syawal 1444 H/2023 M dapat diadakan di masjid, mushalla, dan lapangan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan,” sambungnya.
Berkenaan materi khutbah Idulfitri, Menag dalam edaranannya berharap agar pesan yang disampaikan menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah, mengutamakan nilai-nilai toleransi, persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak bermuatan politik praktis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar