Pesantren Tegalsari, Cikal Bakal Ponpes di Tanah Jawa yang Kini Tinggal Kenangan
-
Pesantren dikenal masyarakat sebagai tempat menimba ilmu para santri, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Salah satu pesantren yang terkenal sekaligus jadi wisata religi di Ponorogo adalah Pesantren Gebang Tinatar atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Tegalsari yang berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo.
Seorang peneliti Belanda Martin Van Bruinessen menyebut pesantren ini merupakan cikal bakal seluruh pesantren yang ada di Indonesia. Bahkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun juga mengucapkan hal senada.
Pasalnya sebelum adanya Pesantren Tegalsari, belum ditemukan satu bukti pun yang menunjukkan adanya sistem pesantren di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas seperti apa, awal mula berdirinya Pesantren Tegalsari?.
Penasihat masjid sekaligus generasi kedelapan, Kunto Pramono (63), mengatakan pada tahun 1669, Kiai Ageng Muhammad Besari babat alas di wilayah timur sungai Jetis.
Foto: Charoline Pebrianti |
Tahun itu, beliau mendirikan sebuah masjid pertama di Desa Coper, Kecamatan Jetis, Ponorogo. Lambat laun, masjid yang berkembang menjadi pesantren yang diasuhnya memiliki banyak santri.
"Tahun 1680 resmi didirikan Pesantren Gebang Tinatar," terang Kunto kepada detikJatim, Senin (28/2/2022).
Kunto menambahkan karena semakin banyaknya jumlah santri, akhirnya tahun 1724 beliau mendirikan masjid kedua yang hingga saat ini jadi jujugan wisata religi.
"Lalu tahun 1747 Kiai Ageng Muhammad Besari meninggal dunia, kepemimpinan pondok diteruskan ke putra dan cucunya," jelas Kunto.
Hingga pada masa Kiai Hasan Besari tahun 1800-1862 M Pesantren Tegalsari mengalami masa keemasannya. Tercatat 3000-an santri menimba ilmu di pesantren tersebut.
Para santri pun ditempatkan di pondokan beratap dua sirap dan memiliki satu serambi. Lantainya setinggi empat kaki dan diberi tangga. Pesantren ini menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan. Baik dari kalangan Islam ataupun nasionalisme pada masa depan.
Sepeninggal Kiai Ageng Muhammad Besari tampuk kepemimpinan Pesantren ini secara berturut-turut dipegang oleh Kiai Hasan Ilyas (1773-1800), Kiai Hasan Yahya (1800), Kiai Hasan Besari (1800-1862), dan Kiai Hasan Anom.
"Saat kepemimpinan Kiai Hasan Anom, pesantren mengalami kemunduran. Saya kurang tahu penyebabnya, apa mungkin karena banyak perkawinan dengan Keraton Solo, akhirnya lebih milih soal darah kebiruan dan tidak belajar agama. Sehingga banyak penyurutan sampai sekarang," papar Kunto.
Kini walau kejayaan Pesantren Tegalsari tinggal kenangan, anak, cucu dan santri Kiai Ageng Besari tetap melanjutkan perjuangan. Mereka menyebar ke berbagai penjuru Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan agama.
"Kami berharap bisa mengembalikan kejayaan Tegalsari, semua harus bersinergi, warga, keturunan, pemerintah harus bersatu padu. Apalagi Tegalsari jadi ikon wisata religi Ponorogo," pungkas Kunto.
(iwd/iwd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar