Kisah 3 Orang Saleh yang Tidak Punya Bekal untuk Menyambut Hari Raya

Hari raya Idul Fitri merupakan momen istimewa bagi umat Islam setelah melewati puasa selama satu bulan lamanya. Namun demikian, menjelang datangnya hari kemenangan ini terkadang ada kendala yang bisa menguji kesabaran, di antaranya tidak punya bekal untuk merayakannya. Hal ini sebagaimana terjadi pada kisah 3 orang saleh yang diliputi kecemasan menjelang datangnya hari raya.
Imam Ibnul Jauzi dalam kitab 'Uyunul Hikayat, (Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2019/125-126) mengisahkan, Abu Abdullah Al-Waqidi adalah seorang hakim. Suatu hari asisten rumah tangga Al-Waqidi menyampaikan bahwa hari raya sudah semakin dekat, tetapi di rumah mereka tidak ada apa pun untuk merayakannya. Mendengar hal itu, Al-Waqidi berusaha mencari solusi.
Ia mencoba mendatangi sahabatnya yang juga seorang pejabat yang cukup dekat dengan khalifah, namanya Yahya bin Khalid. Tujuanya tentu saja untuk meminta bantuan. Namun, sebelum sempat menyampaikan maksud dan tujuannya, Yahya bin Khalid tiba-tiba beranjak pergi karena ada urusan penting dengan khalifah.
Tidak lama kemudian Al-Waqidi menemui salah seorang sahabatnya yang berprofesi sebagai pedagang, tujuannya kurang lebih sama yaitu untuk meminjam uang. Singkat cerita, sahabat Al-Waqidi itu memberikan pinjaman sebesar 1.200 dirham yang dibungkus sebuah kantong dengan segel khusus.
Selanjutnya, Al-Waqidi pun segera pulang untuk menyerahkan uang ini kepada istrinya agar dapat diatur dengan sebaik mungkin. Namun, sebelum ia sempat memberikan kantong dirham itu kepada istrinya, seorang pria dari Bani Hasyim datang bertamu dan mengeluhkan masalah yang sama, yaitu kesulitan ekonomi menjelang hari raya. Al-Waqidi pun segera masuk menemui istrinya untuk memberi tahu masalah ini dan mendiskusikannya.
“Lalu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya sang istri.
"Aku akan membaginya menjadi dua, separuh untuknya dan separuh lagi untuk kita," jawab Al-Waqidi.
Tak disangka, jawaban Al-Waqidi ini tidak disetujui oleh istrinya karena keputusan tersebut dianggap kurang bijak. Istrinya mengingatkan bahwa seorang pedagang biasa telah memberinya 1.200 dirham tanpa ragu, sementara saat ini ada seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah malah akan diberi setengahnya.
“Berikan saja semuanya!” pinta sang istri pada Al-Waqidi.
Dilandasi yakin dan tawakal kepada Allah, Al-Waqidi pun meraih kantong itu dan memberikannya kepada pria dari Bani Hasyim. Kantong berisi 1.200 dirham itu telah berpindah tangan, bukan lagi milik Al-Waqidi.
Tak disangka, pedagang yang telah meminjamkan uang kepada Al-Waqidi ternyata juga bersahabat dengan pria dari Bani Hasyim. Pedagang itu pun mendatangi pria Bani Hasyim dan dengan penuh harap dia berkata:
"Tolong berikan saya pinjaman karena sebentar lagi hari raya,"
Tanpa berpikir panjang, pria dari Bani Hasyim itu mengeluarkan kantong yang baru saja diterima dari Al-Waqidi dan menyerahkan seluruhnya kepada sang pedagang. Saat menerima kantong itu, pedagang tersebut merasa ada sesuatu yang familiar. Benar saja, betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa kantong yang diterimanya dari pria Bani Hasyim itu terdapat segel khusus. Pedagang ini yakin betul bahwa itu adalah kantong yang sebelumnya ia berikan kepada Al-Waqidi. Kejadian ini pun akhirnya diketahui oleh Al-Waqidi.
Tak lama kemudian, datanglah utusan dari Yahya bin Khalid kepada Al-Waqidi. Kedatangannya untuk menyampaikan permohonan maaf atas nama majikannya, Yahya bin Khalid yang sebelumnya punya kesibukan dengan khalifah.
Usai mendengar penjelasan utusan itu, Al-Waqidi kemudian segera pergi menemui Yahya bin Khalid dan menceritakan seluruh kejadian tentang kantong uang tersebut. Setelah mendengar kisahnya, Yahya bin Khalid pun memerintahkan pelayannya.
“Ambilkan 10.000 dinar!”
Tak lama kemudian pelayan itu membawa sepuluh ribu dinar kepada Yahya bin Khalid.
“Ambillah dua ribu dinar untukmu, dua ribu dinar untuk temanmu yang pedagang, dua ribu dinar untuk pria dari Bani Hasyim, dan empat ribu dinar untuk istrimu, karena dialah yang paling mulia di antara kalian,” pesan Yahya bin Khalid pada Al-Waqidi.
Kisah tiga orang saleh yang diuji kesempitan rezeki jelang hari raya ini mengajarkan umat Islam bahwa hakikat Idul Fitri bukan terletak pada kemewahan materi atau pakaian baru, melainkan pada ketakwaan yang bertambah setelah sebulan berpuasa. Hal ini tergambar pada sikap mereka yang lebih memilih bertawakal kepada Allah dan memberi bantuan sesama pada momentum hari raya. Meski kemudian pemberiannya itu diganti oleh Allah dengan balasan yang berlipat.
Selain itu, kisah ini juga mengingatkan tentang pentingnya peran keluarga, terutama istri salihah dalam mendukung kebaikan. Istri Al-Waqidi tidak hanya menerima keputusan suaminya, tetapi justru mendorongnya untuk berbuat lebih ikhlas. Karena niat tulusnya, Allah memberi istri Al-Waqidi balasan terbesar melalui kemurahan hati Yahya bin Khalid. Wallahu a‘lam.
Ustadz Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah Subang, Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar