Menjaga Warisan Sanad | Tebuireng Online

Oleh: KH. Abdul Hakim Machfudz*
Alhamdulillah, hari ke-13 kegiatan Nasyrussanad telah kita lalui bersama dengan lancar. Rasa lega tentu menyertai, karena ini merupakan capaian yang patut disyukuri. Bagi kami di Pesantren Tebuireng, kegiatan seperti ini ibarat restoran dengan beragam menu, dan menu utamanya adalah ngaji kitab Shahih Bukhari dan Muslim, yaitu kitab-kitab hadis yang menjadi warisan keilmuan dari pendiri pesantren, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Ngaji kitab hadis ini merupakan tradisi yang biasa dilaksanakan Hadratussyaikh pada bulan Ramadan. Menariknya, dalam kegiatan tahun ini, kita mampu menyelesaikannya dalam 13 hari. Padahal pada masa Hadratussyaikh, proses tersebut bisa berlangsung lebih dari satu bulan. Beliau bahkan kerap memulai sebelum Ramadan tiba, sebab yang dilakukan bukan hanya membaca, tetapi juga menjelaskan secara mendalam isi kandungannya.
Saat ini, kegiatan lebih difokuskan pada penyambungan sanad. Santri maupun kiai di masing-masing pesantren sudah mengaji secara mandiri, sedangkan forum ini dimanfaatkan untuk nasyrussanad (menyambung sanad keilmuan). Oleh karena itu, kegiatan yang kita laksanakan lebih banyak berupa pembacaan kitab secara berkesinambungan, guna memastikan kesinambungan sanad dari guru ke murid.
Pada masa Hadratussyaikh, pengajian berlangsung intens. Beliau bisa mengajar sejak pagi hingga dini hari, bahkan sampai pukul 01.00 pagi setiap hari selama Ramadan. Meski demikian, satu kali Ramadan belum cukup untuk menuntaskan kitab Bukhari. Biasanya kitab tersebut baru selesai setelah dua kali Ramadan. Sementara kitab Muslim dapat diselesaikan dalam satu kali Ramadan.
Kegiatan ini terus diwariskan dan dijaga dengan baik oleh Pesantren Tebuireng. Tradisi tersebut tetap menjadi bagian dari rangkaian Ramadan hingga kini. Hanya saja, terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Jika dahulu para santri pulang mendekati Idulfitri, bahkan banyak yang tidak pulang sama sekali, kini santri mulai libur sekitar tanggal 17 Ramadan. Maka, pengajian dimulai lebih awal agar tidak mengurangi waktu belajar.
Dulu, sepuluh hari terakhir Ramadan menjadi momen khusus untuk mengejar keberkahan lailatul qadr. Kini, meski kondisi sudah berubah, nilai dan semangatnya tetap diupayakan agar tidak hilang. Tradisi ini terus dijaga agar tetap hidup dan berkelanjutan, sebagai bentuk nyata dari prinsip al-muhafadhah ‘ala al-qadimi ash-shalih (menjaga tradisi yang baik).
Kegiatan Nasyrussanad yang telah panjenengan semua ikuti merupakan program yang diinisiasi oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) atas arahan dari Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf. Ini merupakan langkah luar biasa dalam menyambung dan menyebarkan sanad keilmuan di lingkungan pesantren. Harapannya, program ini dapat diteruskan oleh pondok-pondok lainnya, sebagai bagian dari pelestarian tradisi ngaji kitab Shahih Bukhari dan Muslim.
Alhamdulillah, saat ini tercatat sudah ada 52 pondok pesantren yang terhubung dalam jaringan sanad ini. Ke depan, kami berharap panjenengan semua dapat meneruskan dan memperluas jejaring ini. InsyaAllah, tradisi ini akan meluas dan menyebar, setidaknya di wilayah Jawa dan Madura, dan mudah-mudahan bisa merambah ke seluruh Indonesia.
Mari kita bersama-sama menjaga tradisi ini, sebagai bentuk ikhtiar menyambungkan sanad keilmuan hingga kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kelak kita semua dikumpulkan bersama para ulama, auliya, leluhur kita, dan tentu saja bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Salam takzim saya haturkan kepada seluruh keluarga dan pesantren panjenengan. Semoga silaturahmi yang telah terjalin ini terus terjaga, dan insyaAllah dapat melahirkan berbagai ide dan gagasan untuk langkah ke depan.
*Disampaikan oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng, dalam kegiatan penutupan Nasyrussanad dan Transformasi Pesantren Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU di Tebuireng, Jumat (25/7/2025)
**Ditranskip: Albii