Jangan Kecewa Saat Anak Tidak Sesuai Harapan
Setiap anak merupakan anugerah unik dengan potensi dan jalan hidupnya sendiri. Namun, sering kita menjumpai orang tua yang selalu mendikte anak agar meraih apa yang diinginkan orang tuanya. Ambisi untuk menjadikan anak sebagai ajang pamer kepintaran anak.
Banyak sekali fenomena anak dipaksa mengikuti pelatihan yang tak sesuai dengan minatnya. Atau tanpa disadari orang tua kamu dulu pernah memaksa untuk masuk ke perguruan tinggi favorit orang tuamu yang bertentangan dengan keinginanmu? Lalu apa yang kamu rasakan? dan apa yang kamu lakukan saat itu?
Tentunya kamu merasa kesal dan tertekan. Lalu apakah kamu waktu itu belajar ekstra untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit orang tuamu? atau malah tidak belajar sama sekali? karena bertentangan dengan keinginan dan passionmu. Bersabarlah tidak semua orang tua tau bahwa anak memiliki hak untuk memilih. Tidak semua orang tua belajar mengikuti perkembangan zaman, tentunya tidak semua orang tua dulu bisa menyelesaikan pendidikannya sampai ke jenjang tinggi. Ada banyak orang tua yang putus sekolah karena masalah finansial.
Namun, sebagai generasi penerus baiknya kita memutuskan mata rantai trauma itu. Perlu diketahui bahwa anak-anak adalah hadiah berharga yang membawa warna dan kejutan dalan hidup kita. Jangan biarkan harapan yang tidak terpenuhi membuat kita lupa akan keindahan keberagaman dan kebaikan yang mereka bawa. Banyak orang tua diam-diam kecewa karena anaknya tak sesuai ekspektasi.
Tetapi ingat, Allah berfirman dalam Q.S. At-Taghabun ayat 15 yang berbunyi:
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar.“
Anak bukanlah proyek untuk memenuhi ambisi orang tua, melainkan amanah untuk dibimbing menuju Allah. Lalu, apa bahayanya jika orang tua terjebak dalam ekspektasi? Studi psikologi (University of Michigan, 2018) menemukan, “anak yang ditekan dengan harapan berlebih, cenderung mudah cemas, merasa gagal, bahkan jauh dari orang tua.” Jika anak tidak bisa menjadi apa yang diinginkan oleh orang tua, tentunya anak merasa gagal dan sering cemas yang menjadikan beban bagi anak. Jika ini kejadian berulang kali maka bisa menjadi luka batin.
Saat memaksakan anak-anak untuk menjadi seperti apa yang kita harapkan, mereka akan merasa: Dicintai hanya kalau berprestasi, hidupnya bukan miliknya sendiri, takut mengecewakan, tapi juga tak pernah cukup. Inilah yang membuat sebagian anak tumbuh jadi people pleaser atau sebaliknya, pemberontak. Lalu apa yang harus dilakukan oleh orang tua? Menerima anak apa adanya, sayangilah mereka bagaimanapun keadaannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin Malik).
Kita belajar dari Baginda Rasulullah tentang bagaimana mendidik anak, Rasulullah tidak pernah menuntut anak kecil di sekitarnya sesuai kehendak Beliau. Sebaliknya, Beliau masuk ke dunia anak-anak dengan menyapa, memangku, bahkan bercanda dengan anak-anak.
Lalu, apakah berarti orang tua tidak boleh berharap pada anak? Harapan Itu Boleh, namun harapan itu harus dibarengi doa, teladan, dan penerimaan. Jangan memaksa anak jadi duplikat orang tua. Tugas orangtua ialah menanamkan iman, akhlak, dan kecintaan pada Allah.
Imam Ibnul Qayyim berkata:
أَكْبَرُ الْعِلَلِ عَلَى الْأَوْلَادِ إِهْمَالُ الْوَالِدَيْنِ أَوْ خَطَأُ التَّرْبِيَةِ
“Kerusakan terbesar anak adalah karena orang tuanya mengabaikan atau salah mendidik.”
Ubahlah ekspektasi pada anak menjadi doa dan bimbingan. Ketika anak-anak yang diharapkan malah membuat kekecewaan di hati, apalagi yang bisa dilakukan selain berdoa? yang bisa kita lakukan adalah mendo’akan anak dalam setiap sujud kita, menemani serta membimbingnya untuk berproses menjadi lebih baik, dan mensyukuri setiap keunikan yang Allah titipkan.
Kita sering lupa bahwa kesempurnaan tidak ada dalam diri manusia, termasuk anak-anak kita. Yang ada adalah keunikan dan potensi yang menunggu untuk dikembangkan dengan cinta dan dukungan. Menerima anak apa adanya bisa membuka pintu bagi mereka untuk tumbuh dengan bahagia dan percaya diri.
Cinta tanpa syarat adalah fondasi terbaik untuk membimbing mereka menjadi diri mereka yang terbaik. Anak tidak selalu sesuai harapan kita, tapi bisa jadi lebih baik dari yang kita bayangkan, bila dibesarkan dengan rahmah dan sabar.
Penulis: Amalia Dwi Rahmah, pegiat literasi
Editor: Rara Zarary
- TAG