Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam, Siapa Saja? - PAGE ALL : Okezone Muslim

Dunia Berita
By -
0

 

Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam, Siapa Saja? - PAGE ALL : Okezone Muslim


Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam, Siapa Saja? (Ilustrasi/Freepik)
Share :

JAKARTA - Ajaran Islam mengatur pernikahan, termasuk siapa saja yang boleh dinikahi. Dalam ajaran Islam, ada larangan untuk menikahi wanita mahram. 

Wanita mahram diharamkan untuk menjadi pasangan karena adanya ikatan tertentu yang ditetapkan syariat. 

Baca Juga :
https://img.okezone.com/okz/100/content/2025/11/07/330/3182062/pernikahan-M0Bj_large.jpg

Dalam Surat An-Nisa ayat 22-23 Allah SWT berfirman: 

وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًاࣖ (٢٢) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمً

Artinya: “Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (22). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (23)."

Baca Juga :
https://img.okezone.com/okz/100/content/2025/11/03/330/3181031/ilustrasi-892x_large.jpg

Lalu, siapa saja wanita mahram yang dilarang dinikahi? Melansir laman Kemenag, Sabtu (8/11/2025), yekh Musthafa al-Khin, dkk dalam kitab al-Fiqhul Manhaji menjelaskan, wanita mahram yang haram untuk dinikahi terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu mahram mu’abbadah dan mahram mu’aqqatah. Mahram mu’abbadah adalah:

ويُقْصَدُ بِهَا النِّسَاءُ اللَّاتِي لَا يَجُوزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّجَ بِوَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ أَبَدًا، مَهْمَا كَانَتِ الظُّرُوفُ وَالْأَحْوَالُ

Artinya: “Dan yang dimaksud dengan mahram mu’abbadah adalah wanita yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki untuk selama-lamanya, dalam keadaan dan kondisi apa pun”. (Syekh Musthafa al-Khin, dkk, al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam as-Syafi‘i, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz IV, h. 25)

Baca Juga :
https://img.okezone.com/okz/100/content/2025/10/02/330/3174045/ilustrasi-HQcW_large.jpg

Mahram mu’abbadah adalah wanita yang tidak boleh dinikahi secara permanen karena tidak ada kondisi yang bisa mengubah status keharamannya. Sebaliknya, mahram muʾaqqatah adalah wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu, karena ada sebab tertentu yang membuat pernikahan dengan mereka menjadi terlarang. Jika sebab tersebut hilang, keharamannya pun jadi hilang sehingga dibolehkan menikah dengan mereka.

Mahram Mu’abbadah (Selamanya)

Wanita yang termasuk dalam kategori mahram muʾabbadah disebabkan oleh tiga hal, yaitu hubungan darah (nasab), hubungan pernikahan (mushaharah), dan hubungan persusuan (radha‘ah), sebagaimana berikut:

a. Mahram karena hubungan darah

Wanita mahram mu’abbadah karena adanya hubungan darah (nasab) ada 7 golongan, yaitu sebagaimana berikut:

- Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah maupun ibu, hingga ke atas dalam garis silsilah keluarga.
- Anak perempuan, termasuk cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan, hingga ke bawah dalam garis keturunan.
- Saudara perempuan, baik sekandung, seayah, maupun seibu.
- Anak perempuan dari saudara laki-laki, baik sekandung, seayah, maupun seibu, mereka adalah keponakan perempuan dari pihak saudara laki-laki.
- Anak perempuan dari saudara perempuan, baik sekandung, seayah, maupun seibu, mereka adalah keponakan perempuan dari pihak saudara perempuan.
- Saudara perempuan ayah (bibi dari pihak ayah), termasuk saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
- Saudara perempuan ibu (bibi dari pihak ibu), termasuk saudara perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.

b. Mahram karena pernikahan (mushaharah)

Wanita mahram mu’abbadah karena adanya hubungan pernikahan (mushaharah) ada 4 golongan:

- Istri-istri leluhur (dari pihak ayah), yaitu istri ayah (ibu tiri), istri kakek, dan seterusnya ke atas.
- Istri-istri keturunan (anak dan cucu), yaitu istri anak kandung (menantu), istri cucu (dari anak laki-laki maupun perempuan), dan seterusnya ke bawah.
- Leluhur istri, yaitu ibu istri (mertua), nenek istri, dan seterusnya ke atas.
- Anak tiri dan keturunannya, termasuk cucu tiri, dan seterusnya ke bawah, dengan ketentuan bahwa ibu dari anak tiri tersebut sudah digauli (dukhul).

c. Mahram karena persusuan (radha’ah)

Perempuan-perempuan yang haram untuk dinikahi karena hubungan persusuan (radha’ah) terdiri dari 7 golongan, sebagaimana berikut:

- Ibu yang menyusui (ibu sepersusuan), ibunya (nenek sepersusuan), dan seterusnya ke atas.
- Saudara perempuan sepersusuan, yaitu anak perempuan yang disusui oleh ibu sepersusuan.
- Anak perempuan dari saudara laki-laki sepersusuan (cucu dari ibu sepersusuan).
- Anak perempuan dari saudara perempuan sepersusuan (cucu dari ibu sepersusuan).
- Bibi sepersusuan dari pihak ayah (saudara perempuan ayah kandung yang jadi bersaudara karena sepersusuan).
- Bibi sepersusuan dari pihak ibu (saudara perempuan ibu kandung yang jadi bersaudara karena sepersusuan).
- Anak perempuan sepersusuan (anak orang lain yang disusui oleh istri)

Mahram Mu’aqqatah (Sementara)

Mahram mu’aqqatah adalah adalah wanita yang haram dinikahi karena ada sebab tertentu. Jika penyebab tersebut sudah tidak ada, wanita itu kembali halal dan boleh untuk dinikahi. 
Sebaliknya, jika menikahinya ketika sebab keharamannya itu masih melekat, pernikahannya tidak sah. Adapun wanita yang masuk dalam kategori mahram mu’aqqatah adalah sebagaimana berikut:

- Saudara ipar perempuan, yaitu kakak atau adik perempuan dari istri, baik karena hubungan kandung maupun persusuan. Mereka haram dinikahi selama ikatan pernikahan dengan istri masih berjalan. Jika pernikahan telah berakhir, entah karena cerai atau meninggal dunia, mereka kembali halal untuk dinikahi.
- Bibi dari pihak istri, yaitu saudara perempuan dari ayah atau ibu mertua. Haram hukumnya menikahi seorang perempuan dan bibinya dalam waktu yang bersamaan. Namun, jika pernikahan dengan istri telah berakhir (karena cerai atau meninggal dunia), maka bibinya istri itu boleh dinikahi.

- Wanita kelima. Seorang laki-laki tidak boleh menikahi lebih dari empat wanita dalam waktu bersamaan. Jika ia sudah mengakhiri pernikahan dengan salah satu dari empat istrinya, baik karena cerai maupun meninggal dunia, boleh baginya menikah lagi.

- Wanita musyrik penyembah berhala. Jika wanita tersebut sudah memeluk agama Islam, ia boleh dinikahi.
- Wanita yang bersuami. Seorang laki-laki tidak boleh menikahi wanita yang masih berstatus istri orang lain. Jika pernikahan wanita tersebut sudah berakhir dan masa idahnya telah selesai, ia boleh dinikahi.
- Wanita dalam masa iddah. Seorang laki-laki tidak boleh menikahi wanita yang masih menjalani masa iddah. Jika masa iddahnya sudah berakhir, maka dia boleh dinikahi.
- Wanita yang ditalak tiga, yaitu wanita yang telah diceraikan oleh suaminya dengan tiga kali talak. Mantan suami tidak boleh menikahinya kembali kecuali setelah wanita itu menikah dengan laki-laki lain secara sah, kemudian pernikahan tersebut berakhir secara normal, dan masa iddahnya telah selesai. Ketika sudah demikian, mantan suami pertama boleh menikahinya kembali dengan akad yang baru. 

Wallahualam 

(Erha Aprili Ramadhoni)

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default