Tiga Kali Gerakan Beruntun Saat Shalat untuk Menutup Aurat, Apakah Membatalkan? - NU Online

Dunia Berita
By -
0

 

Tiga Kali Gerakan Beruntun Saat Shalat untuk Menutup Aurat, Apakah Membatalkan?

NU Online  ·  Selasa, 16 Desember 2025 | 12:00 WIB

Tiga Kali Gerakan Beruntun Saat Shalat untuk Menutup Aurat, Apakah Membatalkan?

Ilustrasi shalat. Sumber: Canva/NU Online.

Muhamad Hanif Rahman

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagaimana hukum seseorang yang melakukan tiga gerakan berturut-turut saat shalat dengan tujuan untuk menutup aurat? (Fitri Salma)


Jawaban:

Susunan Bacaan Wirid Sesudah Shalat Lima Waktu

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudari penanya, terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih banyak atas kepercayaannya bertanya kepada kami, Redaksi NU Online. Semoga saudari penanya beserta seluruh pembaca setia NU Online senantiasa berada dalam limpahan rahmat dan berkah-Nya.


Sebelum menjawab pertanyaan saudari penanya, terlebih dahulu akan kami jelaskan bahwa menutup aurat adalah syarat sahnya shalat. Sehingga jika aurat orang yang sedang shalat terbuka, maka shalatnya tidak sah, baik yang terbuka itu banyak maupun sedikit. Hal ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, baik shalatnya di hadapan orang lain maupun shalat sendirian, dan berlaku pula untuk shalat sunnah, shalat fardhu, shalat jenazah, thawaf, sujud tilawah maupun sujud syukur. (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu' Syarhul Muhadzab [Cairo, Idarahtu Thaba' al-Muniriyyah: 1348 H] juz III halaman 166).


Ketentuan Terbukanya Aurat yang Membatalnya Shalat 

Terbukanya aurat saat shalat merupakan salah satu hal yang membatalkan shalat. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan dan rincian hukumnya sebagaimana dijelaskan dalam Fathul Qarib berikut ini:

Baca Juga

Ini Lafal Niat Shalat Unsi atau Shalat Hadiah untuk Jenazah


وانكِشاف العورة عمدا؛ فإن كشفها الريح فسترها في الحال لم تبطل صلاته


Artinya: “Dan (perkara yang membatalkan shalat adalah) terbukanyan aurat dengan sengaja. Adapun jika aurat terbuka karena tertiup angin lalu ia segera menutupinya saat itu juga, maka shalatnya tidak batal,” (Muhammad bin Qasim bin Muhammad, Fathul Qarib al-Mujib [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 85).


Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa terbukanya aurat yang dapat membatalkan shalat adalah terbukanya aurat dengan sengaja. 


Lantas bagaimana jika aurat terbuka tanpa sengaja karena terhempas angin? Dalam keadaan seperti ini, shalat tidak batal dengan syarat ia segera menutupinya saat itu juga, yakni sebelum berlalu waktu sekadar minimal thuma’ninah (bacan subhanallah), serta proses menutupinya tidak memerlukan banyak gerakan yang berturut-turut.


Menurut pendapat yang mu‘tamad (otoritatif), permasalahan ini hanya berlaku jika penyebabnya adalah angin, dan tidak berlaku bila aurat terbuka karena faktor lain semisal karena ulah hewan seperti kera atau oleh anak kecil yang belum mumayyiz karena selain angin masih terdapat unsur kehendak atau tindakan) dalam hal tersebut.


Berikut penjelasan Imam al-Bajuri, pensyarah kitab Fathul Qarib, selengkapnya:

قوله (فإن كشفها الريح الخ) خرج بالريح غيره ولو بهيمة كقرد أو غير مميز فيه ولو سترها حالاً، فالريح قيد معتبر خلافاً لما جرى عليه المحشي من أنه ليس قيداً بل غير الريح مثله، فالمعتمد المتلقى عن الأشياخ قديماً وحديثاً خلافه لأن غير الريح له اختيار في الجملة. قوله (فسترها في الحال) أي قبل مضي أقل الطمأنينة، وقوله : لم تبطل صلاته أي لأنه يغتفر هذا العارض اليسير ما لم يتكرر ويتوال بحيث يحتاج في الستر معه إلى حركات كثيرة متوالية وإلا بطلت صلاته 


Artinya: "Ungkapan mushanif 'Jika angin yang menyingkapnya' menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah khusus angin, bukan selainnya. Meski aurat tersingkap oleh hewan seperti kera atau oleh anak kecil yang belum mumayyiz, hal itu dapat membatalkan shalat, meskipun ia segera menutupinya kembali. Jadi, angin adalah batasan yang memang diperhitungkan. Ini berbeda dengan sebagian pensyarah yang mengatakan angin bukan batasan tertentu dan selain angin hukumnya sama. Pendapat yang kuat yang diterima dari para masyayikh dahulu dan sekarang adalah: selain angin tidak sama kedudukannya, karena selain angin masih memiliki unsur kehendak dalam kadar tertentu.


Perkataan beliau 'lalu menutupinya saat itu juga' maksudnya adalah sebelum berlalu waktu sekadar minimal thuma’ninah. Perkataan beliau 'maka shalatnya tidak batal' karena hal ini termasuk keadaan yang dimaafkan selama tidak terjadi berulang-ulang secara terus-menerus hingga membutuhkan banyak gerakan berturut-turut untuk menutupinya. Jika sampai demikian, maka shalatnya batal." (Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri 'ala Ibnu Qasim [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah:t.t] juz I halaman 344).


Lebih menguatkan bahwa menutup aurat yang terbuka sebab angin saat shalat tidak boleh dilakukan dengan banyak gerakan, berikut penjelasan Imam Aḥmad ibn Qasim al-‘Ubadi dalam anotasinya atas Tuhfatul Muhtaj:


قَوْلُهُ : (بِأَنْ كَشَفَتْهُ رِيحٌ فَسَتَرَ فِي الْحَالِ) لَوْ تَكَرَّرَ كَشْفُ الرِّيحِ وَتَوَالَى بِحَيْثُ احْتَاجَ فِي السَّتْرِ إلَى حَرَكَاتٍ كَثِيرَةٍ مُتَوَالِيَةٍ فَالْمُتَّجهُ الْبُطْلَانُ بِفِعْلِ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ نَادِرٌ وَيُؤَيِّدُ الْبُطْلَانَ مَا قَالُوهُ فِيمَا لَوْ صَلَّتْ أَمَةٌ مَكْشُوفَةَ الرَّأْسِ فَعَتَقَتْ فِي الصَّلَاةِ وَوَجَدَتْ خِمَارًا تَحْتَاجُ فِي مُضِيِّهَا إلَيْهِ إلَى أَفْعَالٍ كَثِيرَةٍ أَوْ طَالَتْ مُدَّةُ الْكَشْفِ مِنْ أَنَّ صَلَاتَهَا تَبْطُلُ وَمَا قَالُوهُ فِي دَفْعِ الْمَارِّ مِنْ أَنَّهُ لَا يَدْفَعُهُ بِفِعْلٍ كَثِيرٍ مُتَوَالٍ وَإِلَّا بَطَلَتْ صَلَاتُهُ


Artinya: "Ungkapan mushanif, (jika angin membuka aurat  lalu ia segera menutupnya’) Apabila angin menyingkap aurat berulang-ulang dan terus-menerus sehingga untuk menutupnya dibutuhkan banyak gerakan yang berturut-turut, maka pendapat yang lebih tepat adalah batal shalatnya; sebab keadaan seperti itu jarang terjadi. Dan yang menguatkan pendapat batalnya shalat adalah permasalahan yang mereka para ulama sebutkan tentang kasus seorang budak perempuan yang shalat dalam keadaan kepala terbuka lalu ia merdeka ketika sedang shalat dan menemukan kerudung, tetapi untuk melanjutkan shalatnya dengan memakai kerudung itu memerlukan banyak gerakan, atau waktu terbukanya kepala menjadi lama shalatnya batal.


Demikian pula permasalahan yang mereka sebutkan mengenai menghalangi orang yang lewat di depan orang shalat (daful māri), yaitu ia tidak boleh menghalangi dengan banyak gerakan yang berurutan; jika ia melakukannya maka batal shalatnya." (Ibnu Qasim al-Ubadi, Hasyiyah Ibnu Qasim al-Ubadi dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj [Beirut, Darul Ihya' at-Turats: t.t]  juz II, halaman 118).


Adapun maksud para ulama fiqih tentang gerakan banyak adalah tiga gerakan atau selebihnya:


الفعل الكثير: والمقصود به الفعل المخالف لأفعال الصلاة، بشرط أن يكثر ويتوالى، لأنه يتنافى مع نظام الصلاة، وضابط الكثرة ثلاث حركات فصاعدًا، وضابط الموالاة أن تعدَّ الأعمال متتابعة بالعرف، فإن الصلاة تبطل


Artinya: “Perbuatan yang banyak: maksudnya adalah perbuatan yang myelisihi gerakan-gerakan shalat, dengan syarat perbuatan itu banyak dan dilakukan secara berurutan, karena hal itu bertentangan dengan tata cara aturan shalat. Batasan ‘banyak’ adalah tiga gerakan atau lebih, dan batasan ‘terus-menerus (muwalah)’ adalah bahwa rangkaian gerakan itu dianggap berturut-turut menurut kebiasaan. Jika demikian, maka shalat menjadi batal.” (Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha dan Ali Syarbiji [Damaskus, Darul Qalam: 1413 H]  juz I halaman 168).


Dengan demikian, terkait pertanyaan: bagaimana hukum melakukan tiga gerakan berturut-turut saat shalat dengan tujuan menutup aurat? Berdasarkan keterangan di atas, jawabannya adalah tidak diperbolehkan dan shalatnya batal. Sebab, syarat menutup aurat yang terbuka tanpa unsur kesengajaan adalah tidak sampai menimbulkan banyak gerakan, yaitu tiga gerakan atau lebih, serta dilakukan seketika itu juga.  


Walhasil, solusinya adalah meminimalisir gerakan sehingga proses menutup aurat tidak sampai menimbulkan banyak gerakan. Jika upaya menutup aurat mengharuskan adanya tiga gerakan berurutan (muwâlah), maka secara otomatis shalat menjadi batal, karena hal tersebut bertentangan dengan tatanan aturan shalat.


Terakhir, perlu diketahui bahwa terbukanya aurat dalam shalat karena selain angin membatalkan shalat, meskipun penyebabnya adalah hewan atau anak kecil yang belum berakal. Dengan demikian, penjelaskan para ulama dalam permasalahan ini khusus berlaku bila penyebabnya adalah angin, bukan faktor yang lain.


Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Adapun jawaban ringkasnya adalah tertera dalam poin-poin berikut:

  1. Jika aurat terbuka tanpa sengaja karena angin, shalat tidak batal dengan syarat aurat segera ditutup sebelum berlalu waktu minimal thuma’ninah.


Semoga dapat dipahami dengan baik dan memberikan manfaat. Wallahu a‘lam.

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default