3 Jenis Pelaksanaan Haji, Definisi dan Dalilnya dalam Islam

Haji merupakan rukun kelima dalam Islam, sekaligus penyempurna agama bagi seorang muslim. Oleh karenanya, melaksanakan ibadah haji menjadi idaman bagi setiap umat Islam di dunia. Kewajiban haji sendiri, tertuang dalam surat Al-Imran ayat 97.
Allah ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ
Artinya: “(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”.
Dalam praktiknya, secara garis besar haji memiliki 3 jenis pelaksanaan, yaitu:
تنبيه: يؤديان بثلاثة أوجه: إفراد: بأن يحج ثم يعتمر, وتمتع: بأن يعتمر ثم يحج, وقران: بأن يحرم بهما معا
Artinya: “Haji dan umrah dapat dilaksanakan dengan 3 cara: Ifrad dengan melaksanakan haji terlebih dahulu kemudian umrah, Tamattu dengan umrah terlebih dahulu kemudian haji dan Qiran dengan melaksanakan ihram keduanya secara bersamaan”. (Ahmad Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut, Dar Ibnu Hazm, 2004 M], hal 288).
Ketiga jenis pelaksanaan haji tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitabnya Shahih Bukhari berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ حَجَّةِ الوَدَاعِ، فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ، وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالحَجِّ «وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالحَجِّ»، فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالحَجِّ، أَوْ جَمَعَ الحَجَّ وَالعُمْرَةَ، لَمْ يَحِلُّوا حَتَّى كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ
Artinya: “Dari Aisyah RA, ia berkata: kami keluar bersama Rasulullah saw pada tahun haji Wada’. Dari kami ada yang memulainya dengan umrah terlebih dahulu (sebelum haji), ada yang melaksanakan haji dan umrah (bersamaan), dan adapula yang memulainya dengan melaksanakan haji terlebih dahulu. Rasulullah saw memulainya dengan melaksanakan haji. Maka barangsiapa memulai dengan haji, atau mengumpulkan haji dan umrah, ia tidak boleh tahallul hingga hari raya Idul Adha”. (HR. Bukhari).
Definisi 3 Jenis Pelaksanaan Haji
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin, menjelaskan secara lengkap definisi dari tiga pelaksanaan haji dalam Islam.
Pertama, haji ifrad. Secara bahasa kata “ifrad” memiliki arti menyendiri atau masing-masing. Dinamakan dengan demikian, karena dalam pelaksanaan haji model ini, orang yang berhaji mendahulukan melaksanakan amalan ibadah haji dan menyelesaikannya terlebih dahulu, baru setelahnya umrah.
Setelah selesai dari melaksanakan rangkaian ibadah haji, ia diharuskan untuk pergi ke tanah halal, niat ihram untuk umrah dan kemudian melaksanakan amalan umrah. Adapun tanah halal yang paling utama untuk ihram umrah ialah Ji’ranah, Tan’im, kemudian Hudaibiyah. Dalam pelaksanaan haji model ifrad tidak ada kewajiban membayar dam.
Kedua, haji qiran. Secara bahasa “qiran” memiliki arti menyertakan. Dalam praktiknya, haji qiran ialah menyertakan atau memasukkan amalan umrah ke dalam amalan haji, dengan niat haji dan ihram secara bersamaan.
Seseorang yang melaksanakan ibadah haji model kedua ini, cukup melaksanakan rangkaian ibadah haji saja. Karena ibadah umrahnya dianggap masuk dan dibarengkan dengan amalan ibadah haji. Sama halnya dengan wudhu yang dianggap cukup dengan adanya mandi besar.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, apabila orang yang berhaji model ini thawaf dan sa’i sebelum wukuf maka sa’inya dihitung masuk ke dalam dua ibadah haji dan umrah, sedangkan thawafnya tidak. Sebab syarat thawaf fardhu dalam haji ialah dilaksanakan setelah wukuf.
Adapun bagi yang melaksanakan haji dengan qiran maka wajib baginya dam berupa satu ekor kambing kecuali bagi penduduk asli Mekkah sebab ia tidak meninggalkaan miqatnya. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj, 2011 M], juz II, hlm. 157)
Ketiga, Haji tamattu. Secara bahasa “tamattu”, bermakna bersenang-senang. Karena di dalamnya, orang yang berhaji dengan model ini bersenang-senang dengan melakukan hal-hal yang dilarang dalam haji sampai waktu haji tiba.
Dalam praktiknya, haji tamattu dilaksanakan dengan melakukan rangkaian ibadah umrah terlebih dahulu, menyelesaikannya dengan tahallul di Mekkah. Kemudian dalam waktu tunggu pelaksanaan haji tiba dia diperbolehkan untuk melaksanakan hal-hal yang dilarang pada waktu pelaksanaan haji. Setelah waktu pelaksanaan haji tiba, baru kemudian ihram haji dan melaksanakan rangkaian ibadah haji.
Dalam pelaksanaannya, orang yang berhaji tamattu harus memenuhi lima syarat, sebagaimana dijelaskan Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin” Juz II, yang artinya sebagai berikut:
- Seorang yang berhaji tamattu’ bukan termasuk dari bagian penduduk Masjidil Haram. Dengan ketentuan mereka yang jaraknya kurang dari jarak yang diperbolehkan untuk meng-qashar shalat ialah termasuk bagian penduduk.
- Mendahulukan umrah dari haji.
- Umrah dilaksanakan pada bulan-bulan haji.
- Tidak kembali pada miqat haji, juga tidak pada yang senada dengan jarak yang diperuntukkan ihram haji.
- 5Haji dan umrahnya untuk satu orang yang sama.
Jika ditemukan salah satu dari poin di atas, maka seseorang melaksanakan haji dengan model tamattu', dan wajib baginya untuk membayar dam berupa satu ekor kambing. Apabila ia tidak menemukannya, maka boleh diganti dengan puasa 3 hari pada masa haji sebelum hari raya Idul Adha, dan 7 hari setelah kembali ke tanah air. Atau jika tidak dapat melaksanakan puasa pada saat haji, maka puasa dilaksanakan di tanah air. (Al-Ghazali, 158)
Perbandingan Ketiga Jenis Haji
Meskipun dalam banyak riwayat para ulama menjelaskan bahwa haji ifrad lebih utama dibandingkan dua jenis haji lainnya, namun dalam praktiknya, haji tamattu lebih diutamakan bagi jamaah yang datang dari luar Tanah Haram karena lebih ringan dan mudah, meskipun terdapat konsekuensi membayar dam.
Bahkan Rasulullah SAW sendiri mengerjakan haji secara tamattu dalam haji wada’nya, berdasarkan hadits ini:
أَنَّ عبداللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: تَمَتَّعَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ، وَأَهْدَى، فَسَاقَ مَعَهُ الْهَدْيَ مِنْ ذِي الْحُلَيْفَةِ، وَبَدَأَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فَأَهَلَّ بِالْعُمْرَةِ، ثُمَّ أَهَلَّ بِالْحَجِّ، وَتَمَتَّعَ النَّاسُ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ
Artinya: Abdullah bin Umar berkata: "Rasulullah SAW melaksakan haji Wada' secara tamattu' dengan umrah kemudian haji. Beliau menyembelih hewan yang dibawa serta sejak dari Dzulhulaifah. Rasulullah memulai bertalbiyah saat umrah kemudian bertalbiyah kembali saat haji. Orang-orang yang ikut serta bersama Rasulullah juga melaksanakan haji tamattu' dengan umrah terlebih dulu baru kemudian berhaji." (HR. Al-Bukhari)
Kesimpulannya, dalam Islam terdapat 3 jenis pelaksanaan haji yaitu ifrad, tamattu, dan qiran. Ketiganya memiliki keunggulan masing-masing yang pelaksanaannya dapat menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan orang yang hendak berhaji. Dalam konteks jamaah haji Indonesia, pelaksanaan haji secara tamattu menjadi pilihan utama karena dianggap lebih ringan dan memudahkan. Wallahu a'lam.
Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek dan Mahad Aly Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar