Al-Qur’an dan Fenomena Female Breadwinner: Perempuan sebagai Tulang Punggung Keluarga

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 1 dari 10 pekerja di Indonesia adalah female breadwinner, yakni perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga. Pencari nafkah utama ini merujuk pada perempuan dengan penghasilan terbesar atau sebagai satu-satunya sumber pendapatan keluarga.
Di Indonesia, female breadwinner mencerminkan dinamika unik dalam masyarakat yang masih memegang norma gender tradisional. Di satu sisi, banyak yang memandang perempuan berperan utama di ranah domestik. Namun, di sisi lain, pasangan modern kini tidak lagi sepenuhnya mengandalkan laki-laki sebagai sumber pendapatan. Bahkan, sejumlah kasus menunjukkan perempuan justru menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 39,82% female breadwinner adalah kepala keluarga, meliputi perempuan yang belum menikah, janda cerai, atau janda karena ditinggal meninggal. Sementara itu, 40,77% lainnya berstatus sebagai istri, sering kali karena suami memiliki pekerjaan dengan penghasilan rendah atau tidak stabil.
Realitas ini menantang pandangan klasik tentang struktur rumah tangga dalam Islam, yang kerap merujuk pada Al-Qur’an, Surah An-Nisa ayat 34, mengenai peran laki-laki dan perempuan, yaitu:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya, "Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar."
Para mufasir sepakat memaknai qawwām sebagai pemimpin, penanggung jawab, pengatur, atau pendidik. Dalam Mahasinut Ta’wil, Al-Qasimi menjelaskan bahwa laki-laki bertanggung jawab atas kepentingan, pengaturan, dan pendisiplinan perempuan, karena Allah memberikan kelebihan tertentu kepada laki-laki (Mahasinut Ta’wil, [Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.], Jilid III, h. 96).
Senada dengan hal tersebut, Ar-Razi dalam Tafsirul Kabir menyebut kelebihan laki-laki terletak pada al-‘ilm (pengetahuan/akal) dan qudrah (kemampuan fisik), sehingga mereka dianggap lebih mampu menangani pekerjaan berat (Tafsirul Kabir, [Tehran, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.], Juz X, h. 88).
Penafsiran QS. An-Nisa ayat 34 ini sering menjadi landasan relasi gender, di mana laki-laki dianggap superior secara mutlak atas perempuan. Namun, pandangan ini mendapat tantangan di era modern, di mana perempuan kerap menjalankan peran ganda: mengelola ranah domestik sekaligus menjadi pencari nafkah utama (female breadwinner). Fenomena ini memunculkan pertanyaan: bagaimana fungsi qawwāmah berjalan dalam rumah tangga masa kini?
Dari aspek kebahasaan, huruf al dalam al-rijālu qawwāmūna ‘alan-nisā’ dapat diartikan dengan dua kaidah. Pertama, istighrāq (mencakup semua), yang membuat ayat ini dimaknai bahwa seluruh laki-laki adalah qawwām atas seluruh perempuan, sering digunakan untuk mendukung superioritas laki-laki. Kedua, ikhtishāsh (pengkhususan), yang membatasi qawwāmah pada hubungan suami-istri, yakni hanya suami tertentu yang menjadi qawwām atas istrinya.
Al-Qurthubi dalam Jāmi‘ li Ahkamil Qur’ān menegaskan bahwa jika suami tidak mampu memberi nafkah, ia kehilangan status qawwām-nya, bahkan dapat membatalkan akad nikah menurut mazhab Maliki dan Syafi’i, karena nafkah adalah inti urgensi pernikahan. Kaidah ikhtishash juga menegaskan bahwa tidak semua laki-laki memiliki kapasitas qawwām atas setiap perempuan, melainkan terbatas pada konteks tertentu. (Jami‘ li Ahkamil Qur’an, [Beirut, Ar-Risalah, 2006], Jilid VI, hlm. 280)
Fenomena female breadwinner mencerminkan peran ganda perempuan: ketangguhan individu sekaligus tantangan terhadap struktur sosial dan nilai qawwāmah dalam Islam. Sebagian perempuan menjadi pencari nafkah utama karena terpaksa, seperti saat suami meninggal atau bercerai, demi menjaga kesejahteraan diri dan anak-anak. Sebagian lain mengambil peran ini karena disfungsi suami, seperti pengangguran, ketidakmampuan ekonomi, atau sikap tidak bertanggung jawab.
Dalam Islam, qawwāmah tetap dipegang laki-laki sebagai prinsip kepemimpinan rumah tangga, namun esensinya adalah tanggung jawab, bukan dominasi. Jika suami tidak mampu menafkahi, qawwāmah-nya tidak otomatis gugur, melainkan membutuhkan kolaborasi dengan istri untuk mencapai mashlahah (kebaikan bersama). Bekerja bagi perempuan adalah wujud kemandirian, bukan pengambilalihan tugas suami. Kewajiban nafkah tetap pada suami, dan perempuan yang membantu menafkahi tidak boleh menjadi alasan bagi suami untuk melepaskan tanggung jawabnya.
Oleh karena itu, perempuan hendaknya memilih calon suami yang memiliki sifat qawwām, yakni sikap bertanggung jawab yang melebihi dirinya. Sebaliknya, laki-laki sebagai kepala keluarga tidak cukup hanya bekerja dan menyerahkan penghasilan kepada istri. Ia harus memahami kebutuhan keluarga secara mendalam dan berupaya maksimal memenuhinya, sehingga qawwāmah sebagai fitrah tetap terjaga.
Fenomena female breadwinner bukanlah penyimpangan, melainkan peluang untuk memperbarui pemahaman qawwāmah sebagai kolaborasi, bukan dominasi. Dengan demikian, rumah tangga dapat mencapai harmoni melalui tanggung jawab bersama. Wallahu a‘lam.
Ustadzah Ani Nabila Farahdiba, Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar