Makna dan Urgensi Adab dalam Kehidupan Seorang Muslim
Dalam Islam, kemuliaan sejati tidak diukur dari banyaknya harta, tingginya jabatan, atau popularitas seseorang. Kemuliaan yang hakiki bersumber dari ketakwaan dan akhlak yang luhur, yang termanifestasi dalam adab. Oleh karena itu, menjaga adab adalah bagian penting dari upaya seorang Muslim untuk meraih kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT dan manusia. Seperti pernyataan ini:
ﺍﻟﺸَّﺮَﻑُ ﺑِﺎﻷَﺩَﺏِ ﻻَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺴَﺐِ
Artinya: Kemuliaan itu dengan adab kesopanan (budi pekerti) bukan dengan keturunan.
Secara bahasa, adab (الأدب) berasal dari Bahasa Arab, yang berarti etika, sopan santun, atau tata krama. Dalam Islam, adab mencakup seluruh perilaku dan sikap yang mencerminkan akhlak mulia sesuai syariat. Imam Ibn al-Qayyim rahimahumullah pernah berkata:
الدِّينُ كُلُّهُ أَدَبٌ، فَكُلُّ مَنْ زَادَ عَلَيْكَ فِي الْأَدَبِ زَادَ عَلَيْكَ فِي الدِّينِ
Artinya: “Agama ini seluruhnya adalah adab. Maka siapa yang lebih unggul darimu dalam adab, berarti dia lebih unggul darimu dalam agama.”
Adab adalah wujud nyata dari keimanan. Seseorang tidak akan bisa mencapai derajat tinggi dalam agama tanpa memperbaiki adabnya. Bahkan, ilmu sekalipun tidak akan membawa manfaat tanpa dibarengi dengan adab yang baik. Allah SWT juga berfirman dalam al-Quran surat al-Hujrat ayat 13, yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Ayat ini menjelaskan bahwa kemuliaan tidak datang dari status duniawi, tetapi dari takwa, dan takwa itu tidak lepas dari akhlak dan adab yang luhur. Dalam hadits, Rasulullah Saw juga bersabda:
“إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ”
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ahmad)
Para ulama sangat menekankan pentingnya adab, bahkan mereka lebih mengutamakannya daripada ilmu. Sebagaimana Imam Abdullah bin Mubarak Rahimahumullah berkata:
نَحْنُ إِلَى قَلِيلٍ مِنَ الْأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الْعِلْمِ
Artinya: “Kita lebih membutuhkan sedikit adab dibandingkan banyak ilmu.”
Kemudian, Imam Malik Rahimahumullah juga berkata:
تَعَلَّمِ الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
Artinya: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.”
Perkataan ini benar-benar ulama kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, Imam Malik tidak mau mengajarkan hadis kecuali setelah mandi, memakai pakaian terbaik, dan mengenakan wangi-wangian. Ia melakukannya untuk memuliakan ilmu dan adab terhadap sunnah Rasulullah Saw. Juga salah satu kisah Imam Asy-Syafi’i rahimahullah yang sangat menjaga adab di hadapan gurunya, yaitu Imam Malik, sangat masyhur. Diriwayatkan bahwa beliau berkata:
كُنْتُ أَصْفَحُ الْوَرَقَ بَيْنَ يَدَيْ مَالِكٍ صَفْحًا رَقِيقًا هَيْبَةً لَهُ أَنْ يَسْمَعَ وَقْعَهُ
Artinya: “Aku membalik lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat pelan karena rasa hormatku, agar beliau tidak terganggu oleh suara kertas itu.”
Demikianlah adab para ulama terhadap gurunya. Sikap hormat seperti ini bukan hanya menunjukkan kemuliaan mereka, tetapi juga menjadi sebab datangnya keberkahan dalam ilmu. Ilmu yang tidak disertai adab dapat membawa kepada kesombongan, debat kusir, dan meremehkan orang lain. Hal ini telah diingatkan oleh para ulama.
Seseorang yang menguasai ilmu tetapi tidak menjaga adab, bisa menjadi sumber keburukan bagi masyarakat. Sebaliknya, orang yang menjaga adab akan selalu rendah hati, menerima kebenaran, dan menyebarkan kedamaian. Di zaman sekarang, adab bukan hanya diperlukan dalam interaksi langsung, tetapi juga sangat penting dalam komunikasi digital. Banyak orang merasa bebas berbicara di media sosial tanpa mempertimbangkan dampak kata-katanya. Padahal Rasulullah Saw pernah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Prinsip ini harus menjadi pedoman kita saat menulis komentar, membagikan berita, atau menyampaikan pendapat di media sosial, jangan sampai apa yang kita sampaikan dapat menyinggung perasaan dan mencemarkan nama baik seseorang.
Menanamkan Adab dalam Keseharian
Berikut beberapa langkah praktis dalam menjaga dan menanamkan adab dalam kehidupan:
- Meneladani Nabi Muhammad Saw
Bacalah sirah (biografi) beliau, karena beliau adalah manusia dengan akhlak terbaik.
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
2. Bersahabat dengan orang-orang beradab. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap sikap dan kebiasaan kita.
3. Memperbanyak membaca kitab-kitab akhlak dan tarbiyah. Seperti kitab “الأدب المفرد“ karya Imam Bukhari, “رياض الصالحين“ oleh Imam Nawawi, atau “مدارج السالكين“ oleh Ibn al-Qayyim.
اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا، لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
Artinya: “Ya Allah, tunjukilah aku kepada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang dapat menunjukkannya kecuali Engkau. Dan jauhkan dariku akhlak yang buruk, karena tidak ada yang dapat menjauhkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw bersabda:
أَقْرَبُكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
Artinya: “Orang yang paling dekat denganku tempat duduknya pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)
Maka, marilah kita menjadikan adab sebagai identitas diri, sebagai bukti keimanan, dan sebagai jalan menuju kemuliaan dan untuk menggapai Ridha Allah SWT.
Penulis: Muttaqin Hidayahtullah, Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Editor: Muh. Sutan