Pesantren Nur El Falah Serang Ubah Sampah Jadi Rupiah dengan Inovasi Bernilai Ekonomi - NU Online

Dunia Berita
By -
0

 

Pesantren Nur El Falah Serang Ubah Sampah Jadi Rupiah dengan Inovasi Bernilai Ekonomi

NU Online  ·  Kamis, 6 November 2025 | 21:15 WIB


Aktivitas pengolahan sampah di Pesantren Nur El Falah, Serang, Banten. (Foto: dok. pesantren)

Rikhul Jannah

Jakarta, NU Online

Di tengah meningkatnya persoalan sampah plastik, Pondok Pesantren Nur El Falah di Kabupaten Serang, Banten, justru menghadirkan inovasi pengelolaan sampah yang bernilai ekonomi.


Melalui program Bank Sampah Umat (BSU) dan Tabungan Sampah Santri (TSS), pesantren ini mampu mengubah limbah plastik menjadi sumber pendapatan, sekaligus menanamkan nilai kemandirian kepada para santri.


Pengasuh Pondok Pesantren Nur El Falah, KH Ahmad Yury Alam Fathallah mengatakan bahwa tahun 2024 menjadi momentum transformasi besar bagi pesantren dalam pengelolaan sampah. BSU diterapkan sebagai sistem yang tidak hanya menampung sampah dari lingkungan pesantren, tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar.

Baca Juga

Bank Sampah Berbasis Syariah Model Penanganan Lingkungan


“Sekarang masyarakat sekitar pesantren juga bisa ikut menjual sampah-sampah plastik yang biasanya hanya jadi masalah kepada kami melalui sistem BSU. Sistem ini ada aplikasinya yang bernama BSU, buatan kami para ustadz. Di sana nasabah atau masyarakat yang tergabung bisa memantau harga dan saldo secara langsung,” katanya kepada NU Online, Kamis (6/11/2025).


BSU menampung berbagai jenis sampah plastik, mulai dari botol PET hingga plastik kresek yang sebelumnya dianggap tidak bernilai. Dengan dukungan enam orang pekerja, setiap hari BSU mampu mengolah hingga satu ton plastik kresek melalui tahapan pemilahan, pencacahan, dan pengeringan.


“Kami sudah ada off taker-nya. Jadi, sampah yang sudah diolah di sini kalau sudah terkumpul akan diambil untuk diolah lagi menjadi plastik daur ulang,” ujarnya.

Pesantren Nur El Falah Serang Latih Santri Kelola Sampah Melalui Aplikasi Bank Sampah

Sebelum program ini berjalan, pesantren mengeluarkan hampir Rp2 juta per bulan untuk membuang sampah ke TPA. Kini, biaya tersebut dapat ditekan secara signifikan. Selain mengatasi persoalan lingkungan, BSU juga memberikan dampak ekonomi baru. Setiap bulan, sekitar 22 ton sampah anorganik berhasil diolah dengan omzet mencapai Rp66 juta hingga Rp88 juta.


Selain BSU, pesantren juga menjalankan program Tabungan Sampah Santri (TSS) yang mengajarkan para santri menabung melalui sampah. Setiap botol plastik atau kertas bekas yang disetorkan santri ditimbang dan dicatat secara transparan.


Dalam sebulan, terkumpul sekitar 250 kilogram sampah dengan nilai sekitar Rp1 juta. Dari jumlah tersebut, 70 persen masuk ke tabungan pribadi santri, sedangkan 30 persen menjadi kas TSS.


“Santri ikut merasakan manfaat langsung. Mereka belajar literasi keuangan, kemandirian, dan tanggung jawab,” ujar Kiai Yury.


Pesantren juga mengembangkan pengolahan lanjutan dengan memproduksi biji plastik yang kemudian dicetak menjadi paving block. Produk tersebut digunakan untuk memperbaiki jalan dan halaman pesantren.


“Dengan alat sederhana, kami ubah sampah jadi sesuatu yang bermanfaat. Tidak ada yang terbuang percuma,” tambahnya.


Pendapatan dari hasil pengolahan sampah dimanfaatkan untuk membayar pekerja dari masyarakat sekitar, membeli peralatan pengolahan baru, serta memperbaiki fasilitas yang ada di pesantren.


“Omzet dari sampah ini kami manfaatkan untuk memperluas program, memperbaiki fasilitas pesantren, dan meningkatkan jiwa entrepreneur bagi santri,” pungkas Kiai Yury.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
6/related/default