Singapura Terapkan Hukuman Cambuk, Tiru Aceh?

LIHAT TRENDING LAINNYA:
Singapura, Batamnews - Parlemen Singapura baru saja mengesahkan undang-undang yang memperbolehkan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan. Langkah ini diambil sebagai respons atas melonjaknya angka kejahatan penipuan yang mereka sebut sebagai ancaman utama bagi keamanan publik.
Aturan ini tak hanya menjerat pelaku utama penipuan, tetapi juga mereka yang terlibat dalam sindikatnya—termasuk para pencetak uang palsu di balik layar. Bahkan, orang yang menyediakan kartu SIM atau rekening bank untuk menampung uang hasil kejahatan pun bisa kena cambuk.
Jumlah cambukan yang dijatuhkan bervariasi, mulai dari 6 hingga 24 kali, disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Namun, tidak semua orang bisa dikenakan hukuman ini.
Hukuman cambuk hanya berlaku untuk pria berusia di bawah 50 tahun. Perempuan dan pria berusia di atas 50 tahun dikecualikan. Eksekusi dilakukan di penjara dengan pengawasan medis yang ketat.
Lantas, apa yang mendorong langkah keras ini?
Data berbicara: sepanjang 2024, lebih dari 51.000 kasus penipuan dilaporkan di Singapura. Total kerugiannya mencapai sekitar Rp15 triliun. Angka ini naik 70% dibanding tahun sebelumnya.
Korbannya beragam, dari masyarakat umum hingga pelaku usaha kecil. Modusnya pun bervariasi: penipuan investasi, belanja online palsu, hingga peniruan identitas.
Meski otoritas telah berupaya memperketat pengawasan transaksi mencurigakan, pelaku kejahatan justru makin canggih dan sulit dilacak. Karena itu, pemerintah Singapura melihat hukuman cambuk sebagai cara untuk memberi efek jera dan memperkuat sistem hukum.
Sebelumnya, hukuman serupa sudah diterapkan untuk kejahatan berat seperti perampokan, kekerasan, dan kejahatan seksual. Kini, dengan perluasan aturan ini, Singapura berharap bisa menekan angka penipuan yang kian mengkhawatirkan.