Tradisi 10 Muharram di Jawa Masak Bubur Asyura, Ini Sejarah dan Maknanya - detik - Opsiinfo9

Post Top Ad

demo-image

Tradisi 10 Muharram di Jawa Masak Bubur Asyura, Ini Sejarah dan Maknanya - detik

Share This
Responsive Ads Here

 

Tradisi 10 Muharram di Jawa Masak Bubur Asyura, Ini Sejarah dan Maknanya

Surabaya 

- Umat Islam memuliakan hari Asyura yang merupakan hari ke-10 pada bulan Muharram. Selain mengamalkan ibadah sunah, muslim di Jawa memiliki tradisi memasak bubur Asyura, kemudian membagikannya ke tetangga dan orang-orang sekitar.

Muslim akan berlomba-lomba melaksanakan ibadah di hari mulia Asyura. Biasanya diisi dengan berpuasa, sedekah, menyantuni anak yatim, memakai celak, termasuk juga menyedekahkan bubur Asyura.

Sejarah Bubur Asyura

Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, tradisi memasak bubur Asyura pada 10 Muharram memiliki kemiripan dengan yang pernah dilakukan Nabi Nuh dan kaumnya. Seperti yang termuat dalam kitab I'anah Thalibin karya Abu Bakr Syata al-Dimyati juz 2/267:

قَوْلُهُ: وَأَخْرَجَ نُوْحًا مِنَ السَّفِيْنَةِ وَذَلِكَ أَنَّ نُوْحًا - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لَمَّا نَزَلَ مِنَ السَّفِيْنَةِ هُوَ وَمَنْ مَعَهُ: شَكَوْا اَلْجُوْعَ، وَقَدْ فَرَغَتْ أَزْوَادُهُمْ فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ، فَجَاءَ هَذَا بِكَفِّ حِنْطَةٍ، وَهَذَا بِكَفِّ عَدَسٍ، وَهَذَا بِكَفِّ فُوْلٍ، وَهَذَا بِكَفِّ حِمَّصٍ إِلَى أَنْ بَلَغَتْ سَبْعَ حُبُوْبٍ - وَكَانَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ - فَسَمَّى نُوْحٌ عَلَيْهَا وَطَبَخَهَا لَهُمْ، فَأَكَلُوْا جَمِيْعًا وَشَبِعُوْا، بِبَرَكَاتِ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Artinya: Allah mengeluarkan Nabi Nuh dari perahu. Kisahnya sebagai berikut, sesungguhnya Nabi Nuh ketika berlabuh dan turun dari kapal, beliau bersama orang-orang yang menyertainya, mereka merasa lapar sedangkan perbekalan mereka sudah habis. Lalu, Nabi Nuh memerintahkan pengikutnya untuk mengumpulkan sisa-sisa perbekalan mereka. Maka, secara serentak mereka mengumpulkan sisa-sisa perbekalannya; ada yang membawa dua genggam biji gandum, ada yang membawa biji adas, ada yang membawa biji kacang ful, ada yang membawa biji himmash (kacang putih), sehingga terkumpul tujuh macam biji-bijian. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Asyura. Selanjutnya Nabi Nuh membaca basmalah pada biji-bijian yang sudah terkumpul itu, lalu beliau memasaknya, setelah matang mereka menyantapnya bersama-sama sehingga semuanya kenyang dengan lantaran berkah Nabi Nuh.

Sedangkan, keterangan dalam kitab Badai' al-Zuhur karya Shaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas al-Hanafy , halaman 64 disebutkan:

قال الثعلبي كان استواء السفينة علي جبل الجودي يوم عاشوراء وهو العاشر من المحرم فصامه نوح شكرا لله تعالي وامر من كان معه بالصيام في ذلك اليوم شكرا علي تلك النعمة . ويروي ان الطيور والوحوش والدواب جميعهم صاموا ذلك اليوم ثم ان نوح اخرج ما بقي معه من الزاد فجمع سبعة اصناف من الحبوب وهي البسلة والعدس والفول والحمص والقمح والشعير والارز فخلط بعضها في بعض وطبخها في ذلك اليوم فصارت الحبوب من ذلك اليوم سنة نوح عليه السلام وهي مستحبة

Artinya: Imam Tsa'laby berkata, perahu Nabi Nuh mendarat sempurna di sebuah gunung tepat pada tanggal 10 Muharram atau hari Asyura, maka Nabi Nuh melakukan puasa pada hari itu dan memerintahkan kepada kaumnya yang ikut dalam perahunya untuk melakukan puasa pada hari Asyura sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Dan dikisahkan bahwa seluruh binatang dan hewan yang ikut dalam perahu Nabi Nuh juga melaksanakan puasa. Kemudian Nabi Nuh mengeluarkan sisa perbekalan selama terapung dalam kapal, memang tidak banyak sisa yang didapat, kemudian Nabi Nuh mengumpulkan sisa biji-bijian itu, ada tujuh macam jenis biji-bijian dan jumlahnya tidak banyak, kemudian disatukan dan dijadikan makanan. Selanjutnya biji-bijian yang dimakan pada hari itu, yakni 10 Muharram, menjadi kebiasaan Nabi Nuh dan disukai.

Dengan begitu, tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Jawa itu ada landasannya. Di mana, berkaitan dengan kebiasaan Nabi Nuh pada 10 Muharram yang juga disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain 196.

Bubur Asyura sendiri merupakan hidangan tradisional yang biasanya disajikan pada hari Asyura 10 Muharram dalam kalender Islam. Bubur Asyura tidak hanya ada di Jawa dan Indonesia, tetapi juga tradisi muslim di seluruh dunia, seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.

Dalam tradisi Timur Tengah, Asyura adalah hari penting memperingati berbagai peristiwa sejarah dalam Islam, seperti penyelamatan Nabi Musa (Moses) dan Bani Israel dari Firaun. Beberapa muslim Sunni juga memperingati hari ini sebagai hari berpuasa.

Sementara bagi komunitas Syiah, Asyura menjadi hari berkabung untuk mengenang kesyahidan cucu Nabi Muhammad SAW Imam Husain bin Ali dalam Pertempuran Karbala pada 680 Masehi. Hari ini diperingati dengan berbagai upacara dan tradisi, termasuk memasak dan berbagi bubur Asyura.

Berbeda lagi di Asia Selatan dan Tenggara, hidangan bubur Asyura dibuat dengan berbagai bahan seperti beras, kacang-kacangan, jagung, dan rempah-rempah. Bubur Asyura dimasak bersama-sama, kemudian dibagikan sebagai simbol kebersamaan dan solidaritas.

Makna Bubur Asyura

Bubur Asyura tidak hanya sebuah makanan, tetapi memiliki makna kebersamaan, rasa syukur, dan solidaritas muslim. Hidangan ini sering kali dibuat dalam jumlah besar dan dibagikan kepada tetangga, teman, dan mereka yang membutuhkan sebagai bentuk amal kebaikan.

Peringatan dan tradisi membuat bubur Asyura mengajarkan pentingnya mengenang sejarah, menghormati pengorbanan, dan berbagi dengan sesama. Sehingga mencerminkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial yang tinggi.

Resep Bubur Asyura

Bubur Asyura khas Jawa memiliki cita rasa dan bahan-bahan khas Indonesia, khususnya dari Jawa. Berikut resep dan cara membuat bubur Asyura khas Jawa untuk merayakan hari Asyura 10 Muharram.

Bahan Utama

  • 200 gram beras
  • 100 gram jagung manis pipil
  • 100 gram kacang merah, rendam semalaman
  • 100 gram kacang hijau, rendam semalaman
  • 100 gram ubi jalar, potong dadu kecil
  • 100 gram labu kuning, potong dadu kecil
  • 1 liter air

Bahan Pelengkap

  • 200 ml santan kental
  • 3 lembar daun pandan, simpulkan
  • 1 batang serai, memarkan
  • 2 lembar daun salam
  • 100 gram gula merah, serut halus
  • Garam secukupnya
  • Gula pasir secukupnya

Cara Membuat

  • Cuci bersih beras, kacang merah, dan kacang hijau yang sudah direndam semalaman.
  • Potong ubi jalar dan labu kuning menjadi dadu kecil.
  • Didihkan 1 liter air dalam panci besar.
  • Masukkan beras, kacang merah, kacang hijau, dan jagung manis pipil ke dalam air mendidih.
  • Aduk rata dan masak dengan api sedang hingga beras dan kacang-kacangan setengah matang.
  • Tambahkan ubi jalar dan labu kuning ke dalam panci.
  • Pastikan terus mengaduk bubur agar tidak gosong di bagian bawah panci.
  • Aduk rata dan lanjutkan memasak hingga semua bahan matang dan menjadi bubur yang kental.
  • Dalam panci terpisah, didihkan santan kental bersama daun pandan, serai, dan daun salam.
  • Tambahkan gula merah serut, garam, dan gula pasir sesuai selera. Aduk rata hingga gula larut dan santan mendidih.
  • Setelah mendidih, angkat dan saring kuah santan untuk menghilangkan daun pandan, serai, dan daun salam.
  • Tuangkan kuah santan ke dalam panci bubur yang telah matang.
  • Aduk rata dan masak kembali dengan api kecil hingga semua bahan tercampur sempurna dan bubur Asyura menjadi kental.
  • Angkat bubur Asyura dari panci dan sajikan dalam mangkuk.
  • Bubur Asyura khas Jawa siap dinikmati.

Jika rasanya kurang lengkap, bisa tambahkan bahan-bahan lain seperti kelapa parut atau lauk pauk sesuai selera. Bubur Asyura khas Jawa sangat cocok dinikmati bersama keluarga dan teman-teman pada saat peringatan hari Asyura.

Simak Video "Tradisi Bagi-bagi Bubur Asyura Setiap 9 Muharram"



(irb/fat)
Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages