Penjelasan Gus Baha Soal Badal Haji bagi Orang Meninggal - NU Online - Opsiinfo9

Post Top Ad

demo-image

Penjelasan Gus Baha Soal Badal Haji bagi Orang Meninggal - NU Online

Share This
Responsive Ads Here

 

Penjelasan Gus Baha Soal Badal Haji bagi Orang Meninggal

haji-umrah-kabah-freepik_1746494845

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim mengatakan bahwa para ulama berpendapat bahwa haji diposisikan sebagai utang atau kewajiban bagi orang yang sudah meninggal, dengan catatan orang tersebut semasa hidupnya termasuk golongan orang yang mampu.


"Makanya semua ulama berpendapat bahwa haji itu sebagai utang atau kewajiban seseorang yang ketika zaman hidup sempat mampu," ujarnya sebagaimana dikutip oleh NU Online dari kanal Youtube Santri Gayeng, Selasa (6/5/2025).


Hal tersebut didasarkan atas sebuah hadits tentang kisah seorang perempuan cantik dari Khats'am yang menemui Rasulullah saw. Perempuan tersebut bertanya atas ibunya yang telah meninggal namun belum sempat melaksanakan ibadah haji. 


"Ada perempuan dari Khats'am yang cantik sekali, bertanya, Wahai Rasulullah, ibu saya itu meninggal, sehingga tidak ikut haji dengan saya sekarang. Tapi saya tahu betul, andaikan ia masih hidup pasti ikut haji bersama saya sekarang. Apa saya perlu menghajikan dia? Nabi menjawab, Kalau ibu kamu punya utang, apakah kamu akan melunasinya? Iya (jawab si perempuan). Kalau begitu utang kepada Allah harus dilunasi," terang Gus Baha.


Namun, kata Gus Baha, hal tersebut justru membuka pertanyaan lain bagi ulama, yakni tentang hukum seseorang yang sampai meninggal dalam keadaan miskin, tetapi keturunannya diberi anugerah mampu. Apakah seseorang yang meninggal tersebut hajinya wajib dibadalkan atau tidak.


"Apakah wajib niyabah (diganti)? Bapaknya tidak wajib karena sampai mati tetap miskin. Namun, ulama di sini berbeda pendapat, ada yang berpendapat wajib karena anaknya sudah mampu. Ada yang berpendapat tidak wajib," terang Gus Baha.


Selain membahas tentang haji badal, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) itu juga menjelaskan tentang adanya Haji Ma'dum dalam fiqih, yang belum berlaku di Indonesia.


"Sebenarnya di fiqih itu ada yang namanya haji ma'dum. Haji ma'dum itu orangnya masih hidup tapi lemah dan sakit permanen. Itu sebenarnya zaman ketika masih hidup, hajinya sudah boleh digantikan (diwakilkan)," ujar Gus Baha.


"Kalau saya lebih suka begitu, bagaimanapun orang tersebut bisa menjadi senang ketika masih hidup. Misal nanti kalau mau dipanggil pak haji nggak papa setelah dia digantikan (diwakilkan) hajinya. Tapi di Indonesia belum berlaku, ya. Yang berlaku ketika sudah mati," tambahnya.


Pembahasan tentang badal haji tersebut merupakan sambungan dari pembahasan Gus Baha tentang sampainya doa kepada orang yang telah meninggal. Di akhir, Gus Baha menekankan bahwa ulama telah sepakat tentang doa yang sampai kepada orang meninggal.


"Doa itu mujma' alaih, semuanya sepakat. Jadi yang tidak ada khilaf, yang semuanya sepakat itu doa, sedekah dan haji," katanya.


Oleh karena itu, semua ulama sepakat menghukumi sah haji orang yang telah meninggal kemudian hajinya dibadalkan. "Semua ulama sepakat bahwa orang yang mati hajinya sah kalau dibadalkan, sebab itu sabda Nabi," pungkasnya.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages